Omar Khayyam Bisa Dibilang Suara Abadi bagi Para Sufi
loading...
A
A
A
TUGAS berat dan seksama telah dicurahkan untuk meneliti orisinalitas dan kemurnian syair-syair dari berbagai koleksi karya Omar Khayyam . Dari sudut pandang sufi , karena Omar bukanlah guru dari sebuah madzhab mistik melainkan ia adalah seorang guru mandiri, maka masalah itu kehilangan kaitan. (
)
Idries Shah dalam bukunya The Sufis memaparkan para peneliti telah menunjukkan minat terhadap kemungkinan pengaruh penyair buta Abu Ali al-Ma'ari atas diri Omar. Di dalam Luzum yang ditulis segenerasi sebelum Khayyam, al-Ma'ari telah mempublikasikan berbagai puisi yang tampaknya mengingatkan pada karya puitis Khayyam. ( )
Al-Ma'ari telah menulis puisi yang senada dengan puisi Omar, demikian sebaliknya, sebagaimana akan dikatakan seorang sufi, karena mereka berdua menulis dari sudut pandang madzhab yang sama. Khayyam mungkin telah menyitir al-Ma'ari, laksana dua perenang saling meniru ketika mereka berenang bersama, mempelajari baik secara terpisah atau bersama-sama dari sumber yang sama. ( )
Hal ini menimbulkan kebuntuan ketika beberapa pengamat sastra meneliti satu segi karya, sementara pengamat lain (mistik) terlibat dan terpengaruh dalam konteks tertentu.
Khayyam adalah suara sang Sufi dan bagi Sufi, suara itu abadi. Puisi tidak akan terikat begitu saja pada teori pemusatan waktu. Memang benar bahwa Khayyam diperhatikan kembali di Persia karena popularitas terjemahan tersebut, jika kita setuju menafsirkan "Khayyam tidak dikenal di kalangan non-Sufi sampai akhir-akhir ini di Persia. Namun melalui berbagai upaya para sarjana Barat, karyanya telah dikenal luas di luar kalangan Sufi di Persia." ( )
Profesor Cowell yang telah memperkenalkan Omar kepada FitzGerald dan menganggapnya sebagai orang Persia, menemukan kandungan sufistik dalam karya Omar setelah berbagai diskusinya dengan sarjana-sarjana India asal Persia.
Beberapa sarjana menyimpulkan bahwa mereka ini telah menyesatkan si Profesor. Beberapa pakar Barat tidak mengungkapkan kandungan Sufi dalam karya Omar. ( )
Sementara Pendeta Dr. T.H. Weir, seorang ahli sastra Arab (Khayyam menulis karyanya dalam bahasa Persia), menulis sebuah buku tentang Omar yang di dalamnya menyatakan dengan sangat jelas persoalan ini. "Yang benar adalah," katanya (dalam Omar Khayyam the Poet), "tidak mungkin seorang (sarjana) membaca enam baris syair Omar tanpa melihat bahwa tidak ada mistisisine di dalamnya, apalagi dalam Burns." Namun ia tidak menjelaskan: apa jenis mistisisme yang diacunya, bagaimana ia mengidentifikasikannya.
FitzGerald sendiri merasa kebingungan terhadap pribadi Omar. Ia kadangkala mengangap Omar sebagai sufi, namun terkadang bukan. Padahal ia sendiri telah memahami sebagian besar pemikiran sufi.
Heron-Allen, sarjana yang telah menganalisa secara sangat seksama, menunjukkan bahwa bahan-bahan yang oleh banyak orang dianggap hasil racikan FitzGerald, acapkali berasal dari penyair Persia lainnya. Para pengarang Persia ini, yaitu para sufi: Aththar, Hafizh, Sa'di dan Jami, adalah para penyair yang sejak Chaucer sangat berpengaruh di kalangan penulis Inggris.
Mungkin disengaja atau kebetulan, apabila FitzGerald sebenarnya telah memahami berbagai ajaran Sufi dari naskah-naskah asli bahasa Persia. Ajaran-ajaran ini begitu kuat dalam ingatannya sehingga sangat membantu dalam menyunting Rubaiyat dalam bahasa Inggris, meski kemudian dicampuradukkan dengan Omar.
Menurut Idries, andai kata FitzGerald mengetahui teknik ajaran tertentu yang diterapkan Omar -- dengan mengikuti suatu garis pemikiran sehingga mengesankan kedangkalannya -- maka ia mungkin menguraikan pengaruh ajaran Omar secara lebih efektif.
FitzGerald juga telah keliru memahami tekanan yang diberikan Omar tentang kondisi Sufi yang mengalami "Kemabukan", sebagaimana terkandung dalam bait berikut ini:
Aku tak bisa hidup tanpa anggur,
Tanpa cangkir penuh dengan anggur,
aku tak mampu membawa tubuhku
Aku hamba sang nafas yang dikatakan Saki (Pemabuk)
"Minumlah secangkir lagi" -- tapi aku tak bisa.
Bait ini jelas mengacu pada kondisi pencapaian di bawah bimbingan guru sufi ketika suatu pengalaman ekstase berkembang menjadi suatu persepsi nyata tentang dimensi rahasia di balik kemabukan metaforis itu. (Bersambung)
Idries Shah dalam bukunya The Sufis memaparkan para peneliti telah menunjukkan minat terhadap kemungkinan pengaruh penyair buta Abu Ali al-Ma'ari atas diri Omar. Di dalam Luzum yang ditulis segenerasi sebelum Khayyam, al-Ma'ari telah mempublikasikan berbagai puisi yang tampaknya mengingatkan pada karya puitis Khayyam. ( )
Al-Ma'ari telah menulis puisi yang senada dengan puisi Omar, demikian sebaliknya, sebagaimana akan dikatakan seorang sufi, karena mereka berdua menulis dari sudut pandang madzhab yang sama. Khayyam mungkin telah menyitir al-Ma'ari, laksana dua perenang saling meniru ketika mereka berenang bersama, mempelajari baik secara terpisah atau bersama-sama dari sumber yang sama. ( )
Hal ini menimbulkan kebuntuan ketika beberapa pengamat sastra meneliti satu segi karya, sementara pengamat lain (mistik) terlibat dan terpengaruh dalam konteks tertentu.
Khayyam adalah suara sang Sufi dan bagi Sufi, suara itu abadi. Puisi tidak akan terikat begitu saja pada teori pemusatan waktu. Memang benar bahwa Khayyam diperhatikan kembali di Persia karena popularitas terjemahan tersebut, jika kita setuju menafsirkan "Khayyam tidak dikenal di kalangan non-Sufi sampai akhir-akhir ini di Persia. Namun melalui berbagai upaya para sarjana Barat, karyanya telah dikenal luas di luar kalangan Sufi di Persia." ( )
Profesor Cowell yang telah memperkenalkan Omar kepada FitzGerald dan menganggapnya sebagai orang Persia, menemukan kandungan sufistik dalam karya Omar setelah berbagai diskusinya dengan sarjana-sarjana India asal Persia.
Beberapa sarjana menyimpulkan bahwa mereka ini telah menyesatkan si Profesor. Beberapa pakar Barat tidak mengungkapkan kandungan Sufi dalam karya Omar. ( )
Sementara Pendeta Dr. T.H. Weir, seorang ahli sastra Arab (Khayyam menulis karyanya dalam bahasa Persia), menulis sebuah buku tentang Omar yang di dalamnya menyatakan dengan sangat jelas persoalan ini. "Yang benar adalah," katanya (dalam Omar Khayyam the Poet), "tidak mungkin seorang (sarjana) membaca enam baris syair Omar tanpa melihat bahwa tidak ada mistisisine di dalamnya, apalagi dalam Burns." Namun ia tidak menjelaskan: apa jenis mistisisme yang diacunya, bagaimana ia mengidentifikasikannya.
FitzGerald sendiri merasa kebingungan terhadap pribadi Omar. Ia kadangkala mengangap Omar sebagai sufi, namun terkadang bukan. Padahal ia sendiri telah memahami sebagian besar pemikiran sufi.
Heron-Allen, sarjana yang telah menganalisa secara sangat seksama, menunjukkan bahwa bahan-bahan yang oleh banyak orang dianggap hasil racikan FitzGerald, acapkali berasal dari penyair Persia lainnya. Para pengarang Persia ini, yaitu para sufi: Aththar, Hafizh, Sa'di dan Jami, adalah para penyair yang sejak Chaucer sangat berpengaruh di kalangan penulis Inggris.
Mungkin disengaja atau kebetulan, apabila FitzGerald sebenarnya telah memahami berbagai ajaran Sufi dari naskah-naskah asli bahasa Persia. Ajaran-ajaran ini begitu kuat dalam ingatannya sehingga sangat membantu dalam menyunting Rubaiyat dalam bahasa Inggris, meski kemudian dicampuradukkan dengan Omar.
Menurut Idries, andai kata FitzGerald mengetahui teknik ajaran tertentu yang diterapkan Omar -- dengan mengikuti suatu garis pemikiran sehingga mengesankan kedangkalannya -- maka ia mungkin menguraikan pengaruh ajaran Omar secara lebih efektif.
FitzGerald juga telah keliru memahami tekanan yang diberikan Omar tentang kondisi Sufi yang mengalami "Kemabukan", sebagaimana terkandung dalam bait berikut ini:
Aku tak bisa hidup tanpa anggur,
Tanpa cangkir penuh dengan anggur,
aku tak mampu membawa tubuhku
Aku hamba sang nafas yang dikatakan Saki (Pemabuk)
"Minumlah secangkir lagi" -- tapi aku tak bisa.
Bait ini jelas mengacu pada kondisi pencapaian di bawah bimbingan guru sufi ketika suatu pengalaman ekstase berkembang menjadi suatu persepsi nyata tentang dimensi rahasia di balik kemabukan metaforis itu. (Bersambung)
(mhy)