Menyegerakan Berbuka, Kesempatan Merebut Kebaikan pada Ramadhan
loading...
A
A
A
Di antara hal yang dianjurkan saat puasa adalah menyegerakan waktu buka puasa . Ini yang dikatakan sebagai sunnah puasa. Islam melarang melakukan puasa terus menerus tanpa ada waktu berbuka atau yang dikenal dengan istilah melakukan puasa wishol.
Dalam kitab Bulughul Maram, Ibnu Hajar membawakan hadits:
وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
وَلِلتِّرْمِذِيِّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : أَحَبُّ عِبَادِي إلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih).
Disebutkan oleh Imam Bukhari,
وَأَفْطَرَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِىُّ حِينَ غَابَ قُرْصُ الشَّمْسِ
“Abu Sa’id Al Khudri berbuka puasa ketika bulatan matahari telah hilang.” (Fathul Bari, 4: 196).
Disebutkan dalam Al Fath,
كَانَ أَصْحَاب مُحَمَّد صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَ النَّاسِ ، إِفْطَارًا وَأَبْطَأَهُمْ سُحُورًا
“Sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling cepat dalam berbuka puasa dan paling lambat dalam makan sahur.” (Fathul Bari, 4: 199, dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq dengan sanad sahih kata Ibnu Hajar).
Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka. Berarti sebaliknya, yang menunda-nunda berbuka tentulah dalam keburukan. Syaikh al-Bassam dalam "Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram" ketika menjelaskan hadis tersebut berkata, “Menyegerakan berbuka adalah tanda menetapnya kebaikan kepada siapa saja yang melakukannya sekaligus juga tanda hilangnya kebaikan bagi yang meninggalkannya.”
Dalam hadis ini Rasulullah memotivasi kita untuk menyegerakan berbuka. Dalam pandangan kita boleh jadi berbuka itu satu hal yang sangat biasa dan lumrah. Tanpa ada perintah khusus, seorang tetap akan melakukannya. Sebab, sebagai manusia memiliki naluri ingin makan ketika sepanjang hari menahannya. Namun berbuka puasa tidak lagi sebatas makan dan minum. Lebih dari itu, buka puasa telah menjadi perintah Rasulullah.
Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan dalam "Minhatul ‘Allam" berkata: “Hendaklah setiap muslim bersemangat mengamalkan sunnah ini, yaitu menyegerakan waktu berbuka. Ini bisa melakukannya dengan cara menyibukkan diri di sore hari dengan membaca Al Qur’an, berdzikir dan berdo’a. Janganlah pada saat itu ia keluar dari rumahnya kecuali dalam hal penting saja sehingga ia tidak luput dari banyak kebaikan. Jangan sampai ketika muazin menyuarakan azan sedangkan ia berada di jalan menuju rumahnya lalu luput darinya waktu berdo’a saat berbuka dan luput pula sunnah menyegerakan berbuka, wallahul musta’an.”
Kita meyakini bahwa pada setiap perintah syar’i di dalamnya terdapat maslahat. Syaikh Muhammad Husain al-Jizani dalam "Ma’alim Ushul Fiqh Inda Ahlissunnah Wal Jama’ah" berkata, “Syari’at ini dibangun di atas prinsip mewujudkan maslahat dan mencegah mafsadat di dunia dan di akhirat. Karenanya, syari’at tidak memerintahkan sesuatu kecuali jika di dalamnya terdapat maslahat murni atau dominan.”
Jadi, kesempatan merebut kebaikan pada Ramadhan hadir setiap saat. Bahkan sampai perkara yang terkait makan dan minum sekalipun. Adapun makna menyegerakan dalam hadis ini adalah jika telah dipastikan masuknya waktu berbuka.
Jika belum masuk waktunya, kita harus memastikan terlebih dahulu. Jangan pernah menyegerakan berbuka jika belum tiba atau masih meragukan. As-Shan’ani Rahimahullah ketika menjelaskan Hadis tersebut berkata, “Hadis ini merupakan dalil disunnahkannya menyegerakan berbuka jika telah tiba waktunya.”
Berbuka Sebelum Sholat
Rasulullah SAW biasa berbuka puasa sebelum menunaikan salat Maghrib. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan ruthob (kurma basah) sebelum menunaikan salat. Jika tidak ada ruthob, maka beliau berbuka dengan tamer (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3: 164. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih).
Dalam kitab Bulughul Maram, Ibnu Hajar membawakan hadits:
وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
وَلِلتِّرْمِذِيِّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : أَحَبُّ عِبَادِي إلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih).
Baca Juga
Disebutkan oleh Imam Bukhari,
وَأَفْطَرَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِىُّ حِينَ غَابَ قُرْصُ الشَّمْسِ
“Abu Sa’id Al Khudri berbuka puasa ketika bulatan matahari telah hilang.” (Fathul Bari, 4: 196).
Disebutkan dalam Al Fath,
كَانَ أَصْحَاب مُحَمَّد صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَ النَّاسِ ، إِفْطَارًا وَأَبْطَأَهُمْ سُحُورًا
“Sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling cepat dalam berbuka puasa dan paling lambat dalam makan sahur.” (Fathul Bari, 4: 199, dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq dengan sanad sahih kata Ibnu Hajar).
Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka. Berarti sebaliknya, yang menunda-nunda berbuka tentulah dalam keburukan. Syaikh al-Bassam dalam "Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram" ketika menjelaskan hadis tersebut berkata, “Menyegerakan berbuka adalah tanda menetapnya kebaikan kepada siapa saja yang melakukannya sekaligus juga tanda hilangnya kebaikan bagi yang meninggalkannya.”
Dalam hadis ini Rasulullah memotivasi kita untuk menyegerakan berbuka. Dalam pandangan kita boleh jadi berbuka itu satu hal yang sangat biasa dan lumrah. Tanpa ada perintah khusus, seorang tetap akan melakukannya. Sebab, sebagai manusia memiliki naluri ingin makan ketika sepanjang hari menahannya. Namun berbuka puasa tidak lagi sebatas makan dan minum. Lebih dari itu, buka puasa telah menjadi perintah Rasulullah.
Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan dalam "Minhatul ‘Allam" berkata: “Hendaklah setiap muslim bersemangat mengamalkan sunnah ini, yaitu menyegerakan waktu berbuka. Ini bisa melakukannya dengan cara menyibukkan diri di sore hari dengan membaca Al Qur’an, berdzikir dan berdo’a. Janganlah pada saat itu ia keluar dari rumahnya kecuali dalam hal penting saja sehingga ia tidak luput dari banyak kebaikan. Jangan sampai ketika muazin menyuarakan azan sedangkan ia berada di jalan menuju rumahnya lalu luput darinya waktu berdo’a saat berbuka dan luput pula sunnah menyegerakan berbuka, wallahul musta’an.”
Kita meyakini bahwa pada setiap perintah syar’i di dalamnya terdapat maslahat. Syaikh Muhammad Husain al-Jizani dalam "Ma’alim Ushul Fiqh Inda Ahlissunnah Wal Jama’ah" berkata, “Syari’at ini dibangun di atas prinsip mewujudkan maslahat dan mencegah mafsadat di dunia dan di akhirat. Karenanya, syari’at tidak memerintahkan sesuatu kecuali jika di dalamnya terdapat maslahat murni atau dominan.”
Jadi, kesempatan merebut kebaikan pada Ramadhan hadir setiap saat. Bahkan sampai perkara yang terkait makan dan minum sekalipun. Adapun makna menyegerakan dalam hadis ini adalah jika telah dipastikan masuknya waktu berbuka.
Jika belum masuk waktunya, kita harus memastikan terlebih dahulu. Jangan pernah menyegerakan berbuka jika belum tiba atau masih meragukan. As-Shan’ani Rahimahullah ketika menjelaskan Hadis tersebut berkata, “Hadis ini merupakan dalil disunnahkannya menyegerakan berbuka jika telah tiba waktunya.”
Baca Juga
Berbuka Sebelum Sholat
Rasulullah SAW biasa berbuka puasa sebelum menunaikan salat Maghrib. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan ruthob (kurma basah) sebelum menunaikan salat. Jika tidak ada ruthob, maka beliau berbuka dengan tamer (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3: 164. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih).