Syarat Doa yang Dikabulkan Allah Ta'ala, Waktu Juga Menentukan
loading...
A
A
A
BILA seseorang berdoa , namun tidak juga dikabulkan, bisa saja itu dikarenakan faktor intern si pendoa; atau karena ada syarat doa yang tidak terpenuhi.
Pernah ada seseorang mengeluh kepada Ibrahim bin Adham , “Ada apa dengan kita ini?! Kita memanjatkan doa namun tidak kunjung dikabulkan?!”
Ibrahim bin Adham berkata, “Karena kalian ini mengenal Allah Azza wa Jalla, namun tidak menaati-Nya. Kalian mengenal Rasul namun tidak mau mengikuti sunnahnya. Mengetahui al-Quran namun tidak mengamalkannya. Memakan nikmat Allah SWT namun tidak menunaikan syukur . Tahu surga namun tidak memburunya. Tahu neraka namun tidak lari darinya. Mengenal setan namun tidak memeranginya, justru menyepakatinya. Tahu kematian namun tidak mempersiapkannya. Memakamkan orang mati namun tidak juga mengambil pelajaran. Kalian melupakan aib kalian, justru menyibukkan diri dengan aib orang lain.” ( )
Rasulullah SAW bersabda,
مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو اللَّهَ بِدُعَاءٍ إِلَّا اسْتُجِيبَ لَهُ، فَإِمَّا أَنْ يُعَجَّلَ فِي الدُّنْيَا، وَإِمَّا أَنْ يُدَّخَرَ لَهُ فِي الآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يُكَفَّرَ عَنْهُ مِنْ ذُنُوبِهِ بِقَدْرِ مَا دَعَا، مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ أَوْ يَسْتَعْجِلْ». قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْتَعْجِلُ؟ قَالَ: ” يَقُولُ: دَعَوْتُ رَبِّي فَمَا اسْتَجَابَ لِي
“Tidaklah seseorang berdoa kepada Allah, melainkan doanya pun akan dikabulkan. Bisa saja dengan disegerakan di dunia, atau disimpan untuk nanti pada hari akhirat, atau Allah Azza wa Jalla akan menghapuskan dosa-dosanya sesuai dengan kadar doanya. Itu selama ia tidak berdoa meminta suatu hal berdosa, atau memutus tali silaturahim, atau ia berlaku tergesa-gesa.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana maksud ia tergesa-gesa?”
Beliau menjawab, ”ia berkata, ‘Aku sudah berdoa kepada Rabb ku, namun Dia tidak mengabulkan doaku.” (Shahîh Sunan At-Turmudzi, no. 2652)
Dalam kitab Syarh Du’aa Qunut Witr, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin , menjelaskan pengkabulan doa itu memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi. ( )
Pertama, ikhlas kepada Allah Ta’ala, yaitu seseorang memurnikan niatnya dalam berdoa untuk menghadap Allah Ta’ala, dengan hati yang khusyuk, jujur dalam bersandar kepada-Nya. Dia mengilmui bahwa Allah Ta’ala berkuasa untuk mengabulkan doanya dan dia benar-benar berharap agar doanya dikabulkan oleh Allah Ta’ala.
Kedua, seseorang merasa ketika berdoa bahwa dia berada dalam keadaan mendesak untuk dikabulkannya doa tersebut, bahkan dalam kondisi paling darurat. Dan Allah Ta’ala saja satu-satunya yang mampu mengabulkan doa orang-orang yang dalam keadaan terdesak (kesulitan) ketika berdoa kepada-Nya dan yang menghilangkan kesusahan.
Adapun orang-orang yang berdoa kepada Allah Ta’ala, namun dia merasa tidak membutuhkan Allah Ta’ala dan tidak merasa dalam kondisi mendesak, (misalnya) dia berdoa hanyalah karena kebiasaan (adat) semata atau untuk coba-coba (siapa tahu dikabulkan), maka doa semacam ini tidaklah layak untuk dikabulkan.
Ketiga, dia menjauhi makanan haram. Karena sesungguhnya makanan haram adalah penghalang antara doa seorang hamba dengan pengkabulan doa.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} [المؤمنون: 51] وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة: 172] ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
“Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidaklah menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang mukmin sebagaimana perintah kepada para Rasul, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 172)
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Wahai para rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal shalih-lah kalian.” (QS. Al-Mu’minuun [23]: 51)
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut (acak-acakan) dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke atas (sambil mengatakan), “Ya Rabb, Ya Rabb”, namun makanannya berasal dari yang haram, pakaiannya berasal dari yang haram, dan tumbuh dari yang haram. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Bagaimana mungkin doanya tersebut dikabulkan?” (HR. Muslim No. 1015)
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menilai sangat kecilnya kemungkinan doa orang tersebut dikabulkan. Padahal orang tersebut telah menempuh sebab-sebab zahir yang memungkinkan doanya untuk dikabulkan, yaitu:
Pertama, mengangkat kedua tangan ke atas, yaitu menuju Allah Ta’ala. Karena Allah Ta’ala berada di atas, istiwa’ di atas ‘arsy-Nya. Mengangkat kedua tangan ke atas termasuk sebab pengkabulan doa sebagaimana terdapat dalam hadis,
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي من عبده إِذَا رَفَعَ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
Pernah ada seseorang mengeluh kepada Ibrahim bin Adham , “Ada apa dengan kita ini?! Kita memanjatkan doa namun tidak kunjung dikabulkan?!”
Ibrahim bin Adham berkata, “Karena kalian ini mengenal Allah Azza wa Jalla, namun tidak menaati-Nya. Kalian mengenal Rasul namun tidak mau mengikuti sunnahnya. Mengetahui al-Quran namun tidak mengamalkannya. Memakan nikmat Allah SWT namun tidak menunaikan syukur . Tahu surga namun tidak memburunya. Tahu neraka namun tidak lari darinya. Mengenal setan namun tidak memeranginya, justru menyepakatinya. Tahu kematian namun tidak mempersiapkannya. Memakamkan orang mati namun tidak juga mengambil pelajaran. Kalian melupakan aib kalian, justru menyibukkan diri dengan aib orang lain.” ( )
Rasulullah SAW bersabda,
مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو اللَّهَ بِدُعَاءٍ إِلَّا اسْتُجِيبَ لَهُ، فَإِمَّا أَنْ يُعَجَّلَ فِي الدُّنْيَا، وَإِمَّا أَنْ يُدَّخَرَ لَهُ فِي الآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يُكَفَّرَ عَنْهُ مِنْ ذُنُوبِهِ بِقَدْرِ مَا دَعَا، مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ أَوْ يَسْتَعْجِلْ». قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْتَعْجِلُ؟ قَالَ: ” يَقُولُ: دَعَوْتُ رَبِّي فَمَا اسْتَجَابَ لِي
“Tidaklah seseorang berdoa kepada Allah, melainkan doanya pun akan dikabulkan. Bisa saja dengan disegerakan di dunia, atau disimpan untuk nanti pada hari akhirat, atau Allah Azza wa Jalla akan menghapuskan dosa-dosanya sesuai dengan kadar doanya. Itu selama ia tidak berdoa meminta suatu hal berdosa, atau memutus tali silaturahim, atau ia berlaku tergesa-gesa.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana maksud ia tergesa-gesa?”
Beliau menjawab, ”ia berkata, ‘Aku sudah berdoa kepada Rabb ku, namun Dia tidak mengabulkan doaku.” (Shahîh Sunan At-Turmudzi, no. 2652)
Dalam kitab Syarh Du’aa Qunut Witr, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin , menjelaskan pengkabulan doa itu memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi. ( )
Pertama, ikhlas kepada Allah Ta’ala, yaitu seseorang memurnikan niatnya dalam berdoa untuk menghadap Allah Ta’ala, dengan hati yang khusyuk, jujur dalam bersandar kepada-Nya. Dia mengilmui bahwa Allah Ta’ala berkuasa untuk mengabulkan doanya dan dia benar-benar berharap agar doanya dikabulkan oleh Allah Ta’ala.
Kedua, seseorang merasa ketika berdoa bahwa dia berada dalam keadaan mendesak untuk dikabulkannya doa tersebut, bahkan dalam kondisi paling darurat. Dan Allah Ta’ala saja satu-satunya yang mampu mengabulkan doa orang-orang yang dalam keadaan terdesak (kesulitan) ketika berdoa kepada-Nya dan yang menghilangkan kesusahan.
Adapun orang-orang yang berdoa kepada Allah Ta’ala, namun dia merasa tidak membutuhkan Allah Ta’ala dan tidak merasa dalam kondisi mendesak, (misalnya) dia berdoa hanyalah karena kebiasaan (adat) semata atau untuk coba-coba (siapa tahu dikabulkan), maka doa semacam ini tidaklah layak untuk dikabulkan.
Ketiga, dia menjauhi makanan haram. Karena sesungguhnya makanan haram adalah penghalang antara doa seorang hamba dengan pengkabulan doa.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} [المؤمنون: 51] وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة: 172] ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
“Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidaklah menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang mukmin sebagaimana perintah kepada para Rasul, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 172)
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Wahai para rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal shalih-lah kalian.” (QS. Al-Mu’minuun [23]: 51)
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut (acak-acakan) dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke atas (sambil mengatakan), “Ya Rabb, Ya Rabb”, namun makanannya berasal dari yang haram, pakaiannya berasal dari yang haram, dan tumbuh dari yang haram. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Bagaimana mungkin doanya tersebut dikabulkan?” (HR. Muslim No. 1015)
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menilai sangat kecilnya kemungkinan doa orang tersebut dikabulkan. Padahal orang tersebut telah menempuh sebab-sebab zahir yang memungkinkan doanya untuk dikabulkan, yaitu:
Pertama, mengangkat kedua tangan ke atas, yaitu menuju Allah Ta’ala. Karena Allah Ta’ala berada di atas, istiwa’ di atas ‘arsy-Nya. Mengangkat kedua tangan ke atas termasuk sebab pengkabulan doa sebagaimana terdapat dalam hadis,
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي من عبده إِذَا رَفَعَ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا