Perang 24 Jam: Panglima Persia Menemui Ajalnya Saat Zuhur Tiba
loading...
A
A
A
Sa'ad menulis surat kepada Umar mengenai cerita Amr dan Bisyir dan apa yang dikatakannya kepada mereka serta jawaban mereka kepadanya, dengan melampirkan sajak-sajaknya itu. Dalam balasannya Umar mengatakan, agar mereka diberi bagian atas perjuangan mereka itu. Kemudian, agar tidak kecewa, Sa’ad memberi kepada kedua mereka masing-masing dua ribu dirham.
Orang semua tahu, dia memang dikenal sebagai pejuang yang tangguh, dan mencintai harta melebihi yang lain.
Umar yang Bersahaja
Seperti kita ketahui pertempuran itu berakhir dengan kemenangan yang sangat meyakinkan, sementara perhatian orang di segenap penjuru di Semenanjung, dengan mata dan hati mereka, diarahkan ke sana.
Mereka gelisah sekali, ingin mengetahui perkembangannya. Kalangan sejarawan mengatakan: "Orang-orang Arab, dari Uzaib sampai ke Aden Abyan, dari Abella sampai Baitulmukadas (Yerusalem) menanti-nantikan terjadinya Pertempuran Kadisiah. Mereka melihat bahwa di sanalah kekuatan dan kehancuran kerajaan Persia.
Setiap daerah mengutus orang untuk memetik berita-berita. Yang paling ingin tahu mengenai kesudahan segala peristiwa itu tentu Umar bin Khattab sendiri. Setiap pagi ia keluar ke pinggiran kota Madinah menanya-nanyakan kepada kaum musafir mengenai keadaan Kadisiah. Tengah hari baru ia pulang kepada keluarganya. ( )
Suatu hari ia melihat seorang penunggang unta yang sesudah ditanya diketahuinya orang itu datang dari sana. Ditanyanya orang itu: "Coba ceritakan".
Orang itu menjawab: "Kaum musyrik sudah hancur."
Umar terus menanyakan sambil berlari-lari kecil mengikuti musafir yang bercerita dengan tetap di atas untanya, tanpa mengetahui siapa orang yang mengikutinya itu.
Musafir ini bernama Sa’ad bin Umailah al-Fazari, utusan Sa’ad bin Abi Waqqas kepada Amirulmukminin. Ketika itu ia membawa surat Sa’ad buat Umar mengenai kemenangan pasukannya serta beberapa korban pasukan Muslimin yang sudah diketahui nama-namanya.
Sesudah kedua orang itu memasuki kota, dan orang-orang memberi salam kepada Umar sebagai Amirulmukminin, musafir itu berkata: "Mengapa tadi tidak memberi tahu bahwa Anda Amirulmukminin! Semoga rahmat Allah dilimpahkan kepada Anda."
Umar menjawab dengan bersahaja: "Tidak apa Saudaraku!"
Umar menerima surat Sa’ad itu lalu dibacakannya di depan orang ramai.
Kesedihan Yazdigird
Sementara Umar sedang membacakan surat Sa’ad kepada penduduk Madinah mengenai kemenangan itu, di Mada'in Yazdigird sedang dirundung kesedihan karena berita-berita tersebut, la hanya termenung mengulang kata-kata Rustum serta isyarat yang dulu pernah disebut-sebut.
Begitu besar kesedihannya, sehingga tak dapat ia berpikir lagi apa yang harus diperbuatnya... Ya, apa yang akan dapat dilakukannya? Bahkan Persia seluruhnya, apa yang akan dilakukan?!
Pasukan Muslimin sudah berada di lembah Irak, di bagian atas sampai ke bawah. Orang semua sudah kembali patuh, dengan meminta maaf atas kesetiaan mereka kepada pihak Persia karena waktu itu mereka di bawah kekuasaannya. Untuk mengambil hati dan menanamkan rasa aman, Sa’ad
memaafkan mereka. Bahkan kabilah-kabilah Arab yang tersebar di sekitar Furat dan Tigris telah pula menyambutnya ketika disebutkan bahwa saudara-saudara mereka yang sudah lebih dulu masuk Islam, mereka orang-orang yang lebih pandai dan lebih bijak.
Kemudian di depan Sa’ad mereka pun menyatakan keimanannya kepada Allah dan kepada Rasul-Nya.
Sekarang apa yang akan dapat dilakukan Yazdigird menghadapi semua itu, berita-berita yang sampai kepadanya malah menambah kerisauan hatinya, memperbesar rasa putus asanya — kalau tidak karena semangat mudanya yang bagaikan fatamorgana penuh harapan masih berkedip di depannya, namun ternyata ia tertipu oleh kenyataan.
Tertipu karena masih mengharapkan takhta yang sudah hilang di masa kecilnya. Sesudah ia naik takhta, takhta itu pun goyah, sendi-sendinya berlepasan! Tetapi ya, alangkah jauhnya fatamorgana akan dapat mewujudkan suatu harapan, atau akan dapat menolak kehendak takdir!
Lihat Juga: Pengacara SYL Jawab Pantun Jaksa: Umar Bin Khattab yang Ditakuti Iblis pun Tak Segan Menangis
Orang semua tahu, dia memang dikenal sebagai pejuang yang tangguh, dan mencintai harta melebihi yang lain.
Umar yang Bersahaja
Seperti kita ketahui pertempuran itu berakhir dengan kemenangan yang sangat meyakinkan, sementara perhatian orang di segenap penjuru di Semenanjung, dengan mata dan hati mereka, diarahkan ke sana.
Mereka gelisah sekali, ingin mengetahui perkembangannya. Kalangan sejarawan mengatakan: "Orang-orang Arab, dari Uzaib sampai ke Aden Abyan, dari Abella sampai Baitulmukadas (Yerusalem) menanti-nantikan terjadinya Pertempuran Kadisiah. Mereka melihat bahwa di sanalah kekuatan dan kehancuran kerajaan Persia.
Setiap daerah mengutus orang untuk memetik berita-berita. Yang paling ingin tahu mengenai kesudahan segala peristiwa itu tentu Umar bin Khattab sendiri. Setiap pagi ia keluar ke pinggiran kota Madinah menanya-nanyakan kepada kaum musafir mengenai keadaan Kadisiah. Tengah hari baru ia pulang kepada keluarganya. ( )
Suatu hari ia melihat seorang penunggang unta yang sesudah ditanya diketahuinya orang itu datang dari sana. Ditanyanya orang itu: "Coba ceritakan".
Orang itu menjawab: "Kaum musyrik sudah hancur."
Umar terus menanyakan sambil berlari-lari kecil mengikuti musafir yang bercerita dengan tetap di atas untanya, tanpa mengetahui siapa orang yang mengikutinya itu.
Musafir ini bernama Sa’ad bin Umailah al-Fazari, utusan Sa’ad bin Abi Waqqas kepada Amirulmukminin. Ketika itu ia membawa surat Sa’ad buat Umar mengenai kemenangan pasukannya serta beberapa korban pasukan Muslimin yang sudah diketahui nama-namanya.
Sesudah kedua orang itu memasuki kota, dan orang-orang memberi salam kepada Umar sebagai Amirulmukminin, musafir itu berkata: "Mengapa tadi tidak memberi tahu bahwa Anda Amirulmukminin! Semoga rahmat Allah dilimpahkan kepada Anda."
Umar menjawab dengan bersahaja: "Tidak apa Saudaraku!"
Umar menerima surat Sa’ad itu lalu dibacakannya di depan orang ramai.
Kesedihan Yazdigird
Sementara Umar sedang membacakan surat Sa’ad kepada penduduk Madinah mengenai kemenangan itu, di Mada'in Yazdigird sedang dirundung kesedihan karena berita-berita tersebut, la hanya termenung mengulang kata-kata Rustum serta isyarat yang dulu pernah disebut-sebut.
Begitu besar kesedihannya, sehingga tak dapat ia berpikir lagi apa yang harus diperbuatnya... Ya, apa yang akan dapat dilakukannya? Bahkan Persia seluruhnya, apa yang akan dilakukan?!
Pasukan Muslimin sudah berada di lembah Irak, di bagian atas sampai ke bawah. Orang semua sudah kembali patuh, dengan meminta maaf atas kesetiaan mereka kepada pihak Persia karena waktu itu mereka di bawah kekuasaannya. Untuk mengambil hati dan menanamkan rasa aman, Sa’ad
memaafkan mereka. Bahkan kabilah-kabilah Arab yang tersebar di sekitar Furat dan Tigris telah pula menyambutnya ketika disebutkan bahwa saudara-saudara mereka yang sudah lebih dulu masuk Islam, mereka orang-orang yang lebih pandai dan lebih bijak.
Kemudian di depan Sa’ad mereka pun menyatakan keimanannya kepada Allah dan kepada Rasul-Nya.
Sekarang apa yang akan dapat dilakukan Yazdigird menghadapi semua itu, berita-berita yang sampai kepadanya malah menambah kerisauan hatinya, memperbesar rasa putus asanya — kalau tidak karena semangat mudanya yang bagaikan fatamorgana penuh harapan masih berkedip di depannya, namun ternyata ia tertipu oleh kenyataan.
Tertipu karena masih mengharapkan takhta yang sudah hilang di masa kecilnya. Sesudah ia naik takhta, takhta itu pun goyah, sendi-sendinya berlepasan! Tetapi ya, alangkah jauhnya fatamorgana akan dapat mewujudkan suatu harapan, atau akan dapat menolak kehendak takdir!
Lihat Juga: Pengacara SYL Jawab Pantun Jaksa: Umar Bin Khattab yang Ditakuti Iblis pun Tak Segan Menangis
(mhy)