Perang 24 Jam: Panglima Persia Menemui Ajalnya Saat Zuhur Tiba
loading...
A
A
A
UDARA pagi telah melepaskan malam yang banjir darah. Peristiwa ini oleh para sejarawan disebut Lailatul Harir ("Malam yang Geram"). Belum ada dari kedua pihak yang dapat menentukan kemenangan. (
)
Sudahkah pasukan itu merasa letih setelah menghabiskan waktu selama dua puluh empat jam dalam pertempuran yang paling sengit mereka rasakan, dan sekarang sudah tiba saatnya mereka beristirahat dan tidur?
Tidak! Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " menceritakan Qa'qa' bahkan menemui pasukannya dan mengatakan: "Kemenangan dalam pertempuran sebentar lagi ini di tangan pihak yang mendahului. Sabarlah sebentar. Mari kita lakukan penyerangan lagi. Kemenangan di tangan orang yang sabar dan tabah." ( )
Para perwira itu bersama pasukannya berkumpul di sekitarnya. Setelah itu mereka menggempur Panglima Perang Persia, Rustum bin Farrakhzad dan menyusup masuk sampai kepada mereka yang berada di belakangnya.
Setelah kabilah-kabilah itu melihat kesigapan kaum Muhajirin dan Ansar , salah seorang pemimpin mereka menunjuk kepada pasukan Muslimin itu seraya berkata: Dalam soal agama Allah janganlah mereka lebih bersungguh-sungguh daripada kalian.
Kemudian mereka menunjuk kepada pasukan Persia dengan mengatakan: Juga mereka, jangan sampai lebih berani menghadapi maut daripada kalian. Kabilah-kabilah itu juga kemudian menyerbu musuh yang berada di hadapan mereka.
Mereka bertempur terus mati-matian sampai ada orang menyerukan azan salat zuhur. Ketika itu barisan pasukan Persia sudah mulai kacau-balau. ( )
Rustum Menemui Ajal
Fairuzan dan Hormuzan yang di sayap kanan dan kiri sudah mundur. Maka terbuka peluang ke baris tengah. Tetapi tiba-tiba datang angin barat bertiup kencang. Barang-barang Rustum yang ringan-ringan beterbangan dari peterananya ke dalam Sungai Atiq.
Qa'qa' dan pasukannya bergerak terus sampai mencapai peterananya. Tetapi Rustum sudah meninggalkan takhtanya itu dengan beberapa ekor bagal yang didatangkan untuk membawa hartanya. la berdiri-di sampingnya berlindung dengan barang-barang bawaannya itu. Anak buah Qa'qa' terus menerobos ke tepi sungai tanpa mengetahui adanya harta yang dibawa bagal-bagal itu atau Rustum yang sedang berlindung di bawahnya. ( )
Ketika Hilal bin Alqamah menghantam salah satu bagal itu dan memutuskan tali-tali pengikat barang-barang muatannya — tempat Rustum sedang berlindung di bawahnya — salah satu barang muatan itu jatuh menimpanya sehingga tulang belakangnya patah, tetapi Hilal sendiri tidak menyadari. Rustum merangkak-rangkak lalu menghempaskan diri ke sungai.
Begitu melihat, Hilal segera mengenalnya, ia pun terjun ke sungai mengejar di belakangnya. Orang itu diseretnya ke luar, dihantamnya mukanya dengan pedang dan di tempat itulah Rustum menemui ajalnya.
Selanjutnya Hilal naik ke atas peterananya sambil berteriak: "Rustum sudah kubunuh! He kemari! kemari!" Anggota-anggota pasukan datang mengerumuninya dengan bertakbir. ( )
Mengetahui apa yang telah menimpa panglima besarnya itu, pihak Persia terkejut sekali; mereka kebingungan. Kekuatan mereka jadi rapuh. Saat itu juga tampil Jalinus menyerukan pasukannya agar menyeberang sungai di bendungan besar itu seperti yang pernah dilakukan oleh Fairuzan dan Hormuzan. Tetapi bendungan sungai itu roboh dan menimpa mereka yang sedang di sungai dengan arus yang begitu bergolak deras.
Dengan robohnya bendungan itu ada 30.000 orang dari pasukan Persia yang saling terjalin dengan rantai tenggelam. Dirar bin ai-Khattab segera mengambil bendera Persia yang besar — Daravasy-kabian — yang harganya ketika itu satu juta dua ratus ribu.
Begitu juga pasukan Kaisar Yazdigird telah pula mengalami kekalahan telak, dan sisa-sisa anak buahnya berbalik mundur ke belakang, berlarian tanpa menoleh lagi. ( )
Sungguhpun begitu, atas perintah Sa’ad, Qa'qa' dan Syurahbil berangkat mengikuti terus jejak mereka. Kemudian disusul pula oleh Zuhrah at-Tamimi disertai anak buahnya. Zuhrah yang sudah tahu Jalinus sedang mengumpulkan anggota-anggota pasukannya yang sudah tercerai berai, dibunuhnya. Anggota-anggota pasukan Persia yang berikutnya ada yang dibunuh, dan ada pula yang ditawan oleh pasukan Muslimin tanpa mengadakan perlawanan.
Malah ada beberapa sumber yang berpendapat bahwa pasukan Muslimin memerintahkan pasukan Persia yang sudah kalah itu saling berbunuh-bunuhan, dan itu mereka lakukan. Soalnya, semangat dan moral mereka sudah hancur, untuk mengadakan perlawanan sudah tak bernafsu lagi. ( )
Mereka melihat maut menjemput teman-teman yang gigih bertahan, dan melihat juga komandan-komandan mereka melarikan diri, lalu mereka menyerah. Anggota pasukan Muslimin yang masih muda menggiring puluhan orang dari mereka, berjalan menekur di depannya, tak ubahnya seperti sekawanan ternak, tanpa kemauan, tanpa harapan, kecuali ingin hidup dengan menyandang aib dan hina. Tetapi yang berhasil melarikan diri, mereka terpencar-pencar, masing-masing merasa bahwa dengan lari itu besar harapan masih akan dapat bertahan hidup. ( )
Kemenangan yang Menentukan
Itulah kemenangan meyakinkan yang telah diperoleh pasukan Muslimin, sebagai mahkota yang patut dibanggakan. Tatkala mendengar berita itu, perempuan dan anak-anak mereka berdatangan ingin ikut serta ke medan perang.
Istri Hammam bin al-Haris anNakha'i, menceritakan: "Kami ikut menyaksikan Pertempuran Kadisiah bersama suami-suami kami. Setelah tugas mereka selesai kami menyingsing lengan baju kami, kami bekerja keras, kami mengambil tongkat-tongkat besar lalu kami ke tempat korban-korban itu. Yang dari pasukan Muslimin kami beri minum dan kami angkat, yang dari pihak musyrik kami habisi sekalian. Anak-anak yang mengikuti kami serahi pekerjaan dan kami bimbing mereka." ( )
Dengan demikian semua kaum Muslimin, laki-laki, perempuan dan anak-anak, ikut serta dalam perjuangan yang sungguh berat ini. Perjuangan ini sangat menentukan, membuat mereka yang beriman sungguh terangkat martabatnya.
Sudahkah pasukan itu merasa letih setelah menghabiskan waktu selama dua puluh empat jam dalam pertempuran yang paling sengit mereka rasakan, dan sekarang sudah tiba saatnya mereka beristirahat dan tidur?
Tidak! Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " menceritakan Qa'qa' bahkan menemui pasukannya dan mengatakan: "Kemenangan dalam pertempuran sebentar lagi ini di tangan pihak yang mendahului. Sabarlah sebentar. Mari kita lakukan penyerangan lagi. Kemenangan di tangan orang yang sabar dan tabah." ( )
Para perwira itu bersama pasukannya berkumpul di sekitarnya. Setelah itu mereka menggempur Panglima Perang Persia, Rustum bin Farrakhzad dan menyusup masuk sampai kepada mereka yang berada di belakangnya.
Setelah kabilah-kabilah itu melihat kesigapan kaum Muhajirin dan Ansar , salah seorang pemimpin mereka menunjuk kepada pasukan Muslimin itu seraya berkata: Dalam soal agama Allah janganlah mereka lebih bersungguh-sungguh daripada kalian.
Kemudian mereka menunjuk kepada pasukan Persia dengan mengatakan: Juga mereka, jangan sampai lebih berani menghadapi maut daripada kalian. Kabilah-kabilah itu juga kemudian menyerbu musuh yang berada di hadapan mereka.
Mereka bertempur terus mati-matian sampai ada orang menyerukan azan salat zuhur. Ketika itu barisan pasukan Persia sudah mulai kacau-balau. ( )
Rustum Menemui Ajal
Fairuzan dan Hormuzan yang di sayap kanan dan kiri sudah mundur. Maka terbuka peluang ke baris tengah. Tetapi tiba-tiba datang angin barat bertiup kencang. Barang-barang Rustum yang ringan-ringan beterbangan dari peterananya ke dalam Sungai Atiq.
Qa'qa' dan pasukannya bergerak terus sampai mencapai peterananya. Tetapi Rustum sudah meninggalkan takhtanya itu dengan beberapa ekor bagal yang didatangkan untuk membawa hartanya. la berdiri-di sampingnya berlindung dengan barang-barang bawaannya itu. Anak buah Qa'qa' terus menerobos ke tepi sungai tanpa mengetahui adanya harta yang dibawa bagal-bagal itu atau Rustum yang sedang berlindung di bawahnya. ( )
Ketika Hilal bin Alqamah menghantam salah satu bagal itu dan memutuskan tali-tali pengikat barang-barang muatannya — tempat Rustum sedang berlindung di bawahnya — salah satu barang muatan itu jatuh menimpanya sehingga tulang belakangnya patah, tetapi Hilal sendiri tidak menyadari. Rustum merangkak-rangkak lalu menghempaskan diri ke sungai.
Begitu melihat, Hilal segera mengenalnya, ia pun terjun ke sungai mengejar di belakangnya. Orang itu diseretnya ke luar, dihantamnya mukanya dengan pedang dan di tempat itulah Rustum menemui ajalnya.
Selanjutnya Hilal naik ke atas peterananya sambil berteriak: "Rustum sudah kubunuh! He kemari! kemari!" Anggota-anggota pasukan datang mengerumuninya dengan bertakbir. ( )
Mengetahui apa yang telah menimpa panglima besarnya itu, pihak Persia terkejut sekali; mereka kebingungan. Kekuatan mereka jadi rapuh. Saat itu juga tampil Jalinus menyerukan pasukannya agar menyeberang sungai di bendungan besar itu seperti yang pernah dilakukan oleh Fairuzan dan Hormuzan. Tetapi bendungan sungai itu roboh dan menimpa mereka yang sedang di sungai dengan arus yang begitu bergolak deras.
Dengan robohnya bendungan itu ada 30.000 orang dari pasukan Persia yang saling terjalin dengan rantai tenggelam. Dirar bin ai-Khattab segera mengambil bendera Persia yang besar — Daravasy-kabian — yang harganya ketika itu satu juta dua ratus ribu.
Begitu juga pasukan Kaisar Yazdigird telah pula mengalami kekalahan telak, dan sisa-sisa anak buahnya berbalik mundur ke belakang, berlarian tanpa menoleh lagi. ( )
Sungguhpun begitu, atas perintah Sa’ad, Qa'qa' dan Syurahbil berangkat mengikuti terus jejak mereka. Kemudian disusul pula oleh Zuhrah at-Tamimi disertai anak buahnya. Zuhrah yang sudah tahu Jalinus sedang mengumpulkan anggota-anggota pasukannya yang sudah tercerai berai, dibunuhnya. Anggota-anggota pasukan Persia yang berikutnya ada yang dibunuh, dan ada pula yang ditawan oleh pasukan Muslimin tanpa mengadakan perlawanan.
Malah ada beberapa sumber yang berpendapat bahwa pasukan Muslimin memerintahkan pasukan Persia yang sudah kalah itu saling berbunuh-bunuhan, dan itu mereka lakukan. Soalnya, semangat dan moral mereka sudah hancur, untuk mengadakan perlawanan sudah tak bernafsu lagi. ( )
Mereka melihat maut menjemput teman-teman yang gigih bertahan, dan melihat juga komandan-komandan mereka melarikan diri, lalu mereka menyerah. Anggota pasukan Muslimin yang masih muda menggiring puluhan orang dari mereka, berjalan menekur di depannya, tak ubahnya seperti sekawanan ternak, tanpa kemauan, tanpa harapan, kecuali ingin hidup dengan menyandang aib dan hina. Tetapi yang berhasil melarikan diri, mereka terpencar-pencar, masing-masing merasa bahwa dengan lari itu besar harapan masih akan dapat bertahan hidup. ( )
Kemenangan yang Menentukan
Itulah kemenangan meyakinkan yang telah diperoleh pasukan Muslimin, sebagai mahkota yang patut dibanggakan. Tatkala mendengar berita itu, perempuan dan anak-anak mereka berdatangan ingin ikut serta ke medan perang.
Istri Hammam bin al-Haris anNakha'i, menceritakan: "Kami ikut menyaksikan Pertempuran Kadisiah bersama suami-suami kami. Setelah tugas mereka selesai kami menyingsing lengan baju kami, kami bekerja keras, kami mengambil tongkat-tongkat besar lalu kami ke tempat korban-korban itu. Yang dari pasukan Muslimin kami beri minum dan kami angkat, yang dari pihak musyrik kami habisi sekalian. Anak-anak yang mengikuti kami serahi pekerjaan dan kami bimbing mereka." ( )
Dengan demikian semua kaum Muslimin, laki-laki, perempuan dan anak-anak, ikut serta dalam perjuangan yang sungguh berat ini. Perjuangan ini sangat menentukan, membuat mereka yang beriman sungguh terangkat martabatnya.