Begini Hukum Menggugurkan Janin Hasil Pemerkosaan
loading...
A
A
A
SYAIKH Yusuf Al-Qardhawi mendapat pertanyaan perihal menggugurkan kandungan bagi wanita korban pemerkosaan oleh lelaki kafir , seperti yang terjadi di Bosnia Herzegovina dan Eritra semasa konflik agama di negara tersebut. (
)
"Banyak gadis muslimah yang hamil akibat pemerkosaan sehingga menimbulkan perasaan sedih, takut, malu, serta merasa rendah dan hina. Apakah yang harus mereka lakukan terhadap tindak kriminalitas beserta akibatnya ini?" demikian pertanyaan tersebut. ( )
Dalam bukunya berjudul " Fatwa-Fatwa Kontemporer ", Syaikh Yusuf Al-Qardhawi menegaskan, saudara-saudara dan anak-anak perempuan kita, yang menjadi korban pemerkosaan, tidak menanggung dosa sama sekali terhadap apa yang terjadi pada diri mereka, selama mereka sudah berusaha menolak dan memeranginya, kemudian mereka dipaksa di bawah acungan senjata dan di bawah tekanan kekuatan yang besar.
Allah SWT sendiri telah menetralisasi dosa (yakni tidak menganggap berdosa) dari orang yang terpaksa dalam masalah yang lebih besar daripada zina , yaitu kekafiran dan mengucapkan kalimatul-kafri. Firman-Nya: "... kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)." (QS An-Nahl: 106)
Bahkan Al-Qur'an mengampuni dosa (tidak berdosa) orang yang dalam keadaan darurat, meskipun ia masih punya sisa kemampuan lahiriah untuk berusaha, hanya saja tekanan kedaruratannya lebih kuat. Allah berfirman setelah menyebutkan macam-macam makanan yang diharamkan:
"... Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS al-Baqarah: 173)
Dan Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah menggugurkan dosa dari umatku atas suatu perbuatan yang dilakukannya karena khilaf (tidak sengaja), karena lupa, dan karena dipaksa melakukannya." (HR Ibnu Majah dalam "ath-Thalaq," juz 1, him. 659, hadits nomor 2045; disahkan oleh Hakim dalam kitabnya, juz 2, hlm. 198; disetujui oleh adz-Dzahabi; dan diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Sunan-nya, juz 7, hlm. 356)
Bahkan anak-anak dan saudara-saudara perempuan kita mendapatkan pahala atas musibah yang menimpa mereka, apabila mereka tetap berpegang teguh pada Islam --yang karena keislamannyalah mereka ditimpa bala bencana dan cobaan-- dan mengharapkan ridha Allah Azza wa Jalla dalam menghadapi gangguan dan penderitaan tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
"Tiada seorang muslim yang menderita kelelahan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, atau kerisauan, bahkan gangguan yang berupa duri, melainkan Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan peristiwa-peristiwa itu." (HR Bukhari dalam "al-Mardha' (dari kitab Shahih-nya), juz 10, hlm. 103, hadits nomor 5641 dan 5642).
Apabila seorang muslim mendapat pahala hanya karena dia tertusuk duri, maka bagaimana lagi jika kehormatannya dirusak orang dan kemuliaannya dikotori? ( )
Menggugurkan Kandungan
Adapun menggugurkan kandungan, menurut Al-Qardhawi, pada dasarnya hal ini terlarang, semenjak bertemunya sel sperma laki-laki dan sel telur perempuan, yang dari keduanya muncul makhluk yang baru dan menetap di dalam tempat menetapnya yang kuat di dalam rahim.
Maka makhluk baru ini harus dihormati, meskipun ia hasil dari hubungan yang haram seperti zina. Dan Rasulullah SAW telah memerintahkan wanita Ghamidiyah yang mengaku telah berbuat zina dan akan dijatuhi hukuman rajam itu agar menunggu sampai melahirkan anaknya, kemudian setelah itu ia disuruh menunggu sampai anaknya sudah tidak menyusu lagi --baru setelah itu dijatuhi hukuman rajam. ( )
"Inilah fatwa yang saya pilih untuk keadaan normal, meskipun ada sebagian fuqaha yang memperbolehkan menggugurkan kandungan asalkan belum berumur empat puluh hari, berdasarkan sebagian riwayat yang mengatakan bahwa peniupan ruh terhadap janin itu terjadi pada waktu berusia empat puluh atau empat puluh dua hari," tuturnya.
Bahkan sebagian fuqaha ada yang memperbolehkan menggugurkan kandungan sebelum berusia seratus dua puluh hari, berdasarkan riwayat yang masyhur bahwa peniupan ruh terjadi pada waktu itu. ( )
"Tetapi pendapat yang saya pandang kuat ialah apa yang telah saya sebutkan sebagai pendapat pertama di atas, meskipun dalam keadaan udzur tidak ada halangan untuk mengambil salah satu di antara dua pendapat terakhir tersebut. Apabila udzurnya semakin kuat, maka rukhshahnya semakin jelas; dan bila hal itu terjadi sebelum berusia empat puluh hari maka yang demikian lebih dekat kepada rukhshah (kemurahan/kebolehan)," katanya.
Selain itu, tidak diragukan lagi bahwa pemerkosaan dari musuh yang kafir dan durhaka, yang melampaui batas dan pendosa, terhadap wanita muslimah yang suci dan bersih, merupakan udzur yang kuat bagi si muslimah dan keluarganya karena ia sangat benci terhadap janin hasil pemerkosaan tersebut serta ingin terbebas daripadanya. Maka ini merupakan rukhshah yang difatwakan karena darurat, dan darurat itu diukur dengan kadar ukurannya.
Meskipun begitu, Al-Qardhawi mengatakan, kita juga tahu bahwa ada fuqaha yang sangat ketat dalam masalah ini, sehingga mereka melarang menggugurkan kandungan meskipun baru berusia satu hari. Bahkan ada pula
yang mengharamkan usaha pencegahan kehamilan, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan, ataupun dari kedua-duanya, dengan beralasan beberapa hadits yang menamakan nazl sebagai pembunuhan tersembunyi (terselubung). Maka tidaklah mengherankan jika mereka mengharamkan pengguguran setelah terjadinya kehamilan.
Pendapat terkuat ialah pendapat yang tengah-tengah antara yang memberi kelonggaran dengan memperbolehkannya dan golongan yang ketat yang melarangnya.
Anak Muslim
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa sel telur wanita setelah dibuahi oleh sel sperma laki-laki telah menjadi manusia, maka yang demikian hanyalah semacam majas (kiasan) dalam ungkapan, karena kenyataannya ia adalah bakal manusia.
Memang benar bahwa wujud ini mengandung kehidupan, tetapi kehidupan itu sendiri bertingkat-tingkat dan bertahap, dan sel sperma serta sel telur itu sendiri sebelum bertemu sudah mengandung kehidupan, namun yang demikian bukanlah kehidupan manusia yang telah diterapkan hukum padanya.
Karena itu rukhshah terikat dengan kondisi udzur yang muktabar (dibenarkan), yang ditentukan oleh ahli syara', dokter, dan cendekiawan. Sedangkan yang kondisinya tidak demikian, maka tetaplah ia dalam hukum asal, yaitu terlarang.
Maka bagi wanita muslimah yang mendapatkan cobaan dengan musibah seperti ini hendaklah memelihara janin tersebut--sebab menurut syara' ia tidak menanggung dosa, sebagaimana saya sebutkan di muka-- dan ia tidak dipaksa untuk menggugurkannya. Dengan demikian, apabila janin tersebut tetap dalam kandungannya selama kehamilan hingga ia dilahirkan, maka dia adalah anak muslim, sebagaimana sabda Nabi saw.:
"Banyak gadis muslimah yang hamil akibat pemerkosaan sehingga menimbulkan perasaan sedih, takut, malu, serta merasa rendah dan hina. Apakah yang harus mereka lakukan terhadap tindak kriminalitas beserta akibatnya ini?" demikian pertanyaan tersebut. ( )
Dalam bukunya berjudul " Fatwa-Fatwa Kontemporer ", Syaikh Yusuf Al-Qardhawi menegaskan, saudara-saudara dan anak-anak perempuan kita, yang menjadi korban pemerkosaan, tidak menanggung dosa sama sekali terhadap apa yang terjadi pada diri mereka, selama mereka sudah berusaha menolak dan memeranginya, kemudian mereka dipaksa di bawah acungan senjata dan di bawah tekanan kekuatan yang besar.
Allah SWT sendiri telah menetralisasi dosa (yakni tidak menganggap berdosa) dari orang yang terpaksa dalam masalah yang lebih besar daripada zina , yaitu kekafiran dan mengucapkan kalimatul-kafri. Firman-Nya: "... kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)." (QS An-Nahl: 106)
Bahkan Al-Qur'an mengampuni dosa (tidak berdosa) orang yang dalam keadaan darurat, meskipun ia masih punya sisa kemampuan lahiriah untuk berusaha, hanya saja tekanan kedaruratannya lebih kuat. Allah berfirman setelah menyebutkan macam-macam makanan yang diharamkan:
"... Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS al-Baqarah: 173)
Dan Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah menggugurkan dosa dari umatku atas suatu perbuatan yang dilakukannya karena khilaf (tidak sengaja), karena lupa, dan karena dipaksa melakukannya." (HR Ibnu Majah dalam "ath-Thalaq," juz 1, him. 659, hadits nomor 2045; disahkan oleh Hakim dalam kitabnya, juz 2, hlm. 198; disetujui oleh adz-Dzahabi; dan diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Sunan-nya, juz 7, hlm. 356)
Bahkan anak-anak dan saudara-saudara perempuan kita mendapatkan pahala atas musibah yang menimpa mereka, apabila mereka tetap berpegang teguh pada Islam --yang karena keislamannyalah mereka ditimpa bala bencana dan cobaan-- dan mengharapkan ridha Allah Azza wa Jalla dalam menghadapi gangguan dan penderitaan tersebut. Rasulullah SAW bersabda:
"Tiada seorang muslim yang menderita kelelahan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, atau kerisauan, bahkan gangguan yang berupa duri, melainkan Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan peristiwa-peristiwa itu." (HR Bukhari dalam "al-Mardha' (dari kitab Shahih-nya), juz 10, hlm. 103, hadits nomor 5641 dan 5642).
Apabila seorang muslim mendapat pahala hanya karena dia tertusuk duri, maka bagaimana lagi jika kehormatannya dirusak orang dan kemuliaannya dikotori? ( )
Menggugurkan Kandungan
Adapun menggugurkan kandungan, menurut Al-Qardhawi, pada dasarnya hal ini terlarang, semenjak bertemunya sel sperma laki-laki dan sel telur perempuan, yang dari keduanya muncul makhluk yang baru dan menetap di dalam tempat menetapnya yang kuat di dalam rahim.
Maka makhluk baru ini harus dihormati, meskipun ia hasil dari hubungan yang haram seperti zina. Dan Rasulullah SAW telah memerintahkan wanita Ghamidiyah yang mengaku telah berbuat zina dan akan dijatuhi hukuman rajam itu agar menunggu sampai melahirkan anaknya, kemudian setelah itu ia disuruh menunggu sampai anaknya sudah tidak menyusu lagi --baru setelah itu dijatuhi hukuman rajam. ( )
"Inilah fatwa yang saya pilih untuk keadaan normal, meskipun ada sebagian fuqaha yang memperbolehkan menggugurkan kandungan asalkan belum berumur empat puluh hari, berdasarkan sebagian riwayat yang mengatakan bahwa peniupan ruh terhadap janin itu terjadi pada waktu berusia empat puluh atau empat puluh dua hari," tuturnya.
Bahkan sebagian fuqaha ada yang memperbolehkan menggugurkan kandungan sebelum berusia seratus dua puluh hari, berdasarkan riwayat yang masyhur bahwa peniupan ruh terjadi pada waktu itu. ( )
"Tetapi pendapat yang saya pandang kuat ialah apa yang telah saya sebutkan sebagai pendapat pertama di atas, meskipun dalam keadaan udzur tidak ada halangan untuk mengambil salah satu di antara dua pendapat terakhir tersebut. Apabila udzurnya semakin kuat, maka rukhshahnya semakin jelas; dan bila hal itu terjadi sebelum berusia empat puluh hari maka yang demikian lebih dekat kepada rukhshah (kemurahan/kebolehan)," katanya.
Selain itu, tidak diragukan lagi bahwa pemerkosaan dari musuh yang kafir dan durhaka, yang melampaui batas dan pendosa, terhadap wanita muslimah yang suci dan bersih, merupakan udzur yang kuat bagi si muslimah dan keluarganya karena ia sangat benci terhadap janin hasil pemerkosaan tersebut serta ingin terbebas daripadanya. Maka ini merupakan rukhshah yang difatwakan karena darurat, dan darurat itu diukur dengan kadar ukurannya.
Meskipun begitu, Al-Qardhawi mengatakan, kita juga tahu bahwa ada fuqaha yang sangat ketat dalam masalah ini, sehingga mereka melarang menggugurkan kandungan meskipun baru berusia satu hari. Bahkan ada pula
yang mengharamkan usaha pencegahan kehamilan, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan, ataupun dari kedua-duanya, dengan beralasan beberapa hadits yang menamakan nazl sebagai pembunuhan tersembunyi (terselubung). Maka tidaklah mengherankan jika mereka mengharamkan pengguguran setelah terjadinya kehamilan.
Pendapat terkuat ialah pendapat yang tengah-tengah antara yang memberi kelonggaran dengan memperbolehkannya dan golongan yang ketat yang melarangnya.
Anak Muslim
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa sel telur wanita setelah dibuahi oleh sel sperma laki-laki telah menjadi manusia, maka yang demikian hanyalah semacam majas (kiasan) dalam ungkapan, karena kenyataannya ia adalah bakal manusia.
Memang benar bahwa wujud ini mengandung kehidupan, tetapi kehidupan itu sendiri bertingkat-tingkat dan bertahap, dan sel sperma serta sel telur itu sendiri sebelum bertemu sudah mengandung kehidupan, namun yang demikian bukanlah kehidupan manusia yang telah diterapkan hukum padanya.
Karena itu rukhshah terikat dengan kondisi udzur yang muktabar (dibenarkan), yang ditentukan oleh ahli syara', dokter, dan cendekiawan. Sedangkan yang kondisinya tidak demikian, maka tetaplah ia dalam hukum asal, yaitu terlarang.
Maka bagi wanita muslimah yang mendapatkan cobaan dengan musibah seperti ini hendaklah memelihara janin tersebut--sebab menurut syara' ia tidak menanggung dosa, sebagaimana saya sebutkan di muka-- dan ia tidak dipaksa untuk menggugurkannya. Dengan demikian, apabila janin tersebut tetap dalam kandungannya selama kehamilan hingga ia dilahirkan, maka dia adalah anak muslim, sebagaimana sabda Nabi saw.: