Gara-gara Harta Kekayaan, Khalifah Umar bin Khattab Menangis

Selasa, 03 November 2020 - 13:58 WIB
loading...
Gara-gara Harta Kekayaan, Khalifah Umar bin Khattab Menangis
Ilustrasi/Ist
A A A
Sa’ad bin Abi Waqqash menulis laporan kepada Khalifah Umar bin Khattab mengenai jatuhnya Jalula serta rampasan perang dalam jumlah besar yang diperoleh pasukan Muslimin, serta tentang masuknya Qa'qa' ke Hulwan. Ia meminta izin akan mengejar pasukan Persia sampai ke dalam negeri mereka sendiri. Tetapi dalam hal ini Umar lebih berhati-hati. ( )

Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Umar bin Khattab " memaparkan Umar tidak sependapat dengan pahlawan Kadisiah dan penakluk Mada'in itu, dengan menyebutkan dalam suratnya: "Ingin sekali saya sekiranya di antara Sawad dengan gunung itu ada penyekat, mereka tidak dapat mencapai kita dan kita pun tidak dapat mencapai mereka. Buat kita cukup daerah pedesaan Sawad itu. Saya lebih mengutamakan keselamatan pasukan Muslimin daripada rampasan perang." ( )

Semua yang dikatakan Umar itu tepat sekali. Ketepatan pilihannya bukan karena mengutamakan keselamatan kaum Muslimin saja, tetapi lebih dari itu, pasukan Muslimin belum lagi dapat mengamankan seluruh Irak dan memberikan kehidupan yang lebih tenteram dan stabil.

Di bagian utaranya masih dikhawatirkan timbul pemberontakan, sekalipun pasukan Muslimin sudah mendapat kemenangan di Tikrit, Mosul, Hit dan Qarqisia (Karkisia), begitu juga sesudah pembebasan Mada'in.

Di bagian selatannya juga keadaannya sama, sekalipun sudah dikuasai sebelum dan sesudah Mada'in. Sama sekali bukan suatu pandangan yang jauh ke depan jika pasukan Muslimin menerjang jauh sampai ke pegunungan Iran dan ke dataran yang begitu luas di balik pegunungan itu. ( )

Kalau kemudian Irak memberontak, seperti yang pernah terjadi sebelum Sa’ad bin Abi Waqqas memasuki daerah itu dengan kemenangannya yang gemilang, untuk dapat menguasainya kembali bukanlah soal yang mudah. Memang lebih baik pasukan Muslimin menjadikan pegunungan Iran itu sebagai batas penyekat dengan pihak Persia, dan memusatkan perhatian untuk menumpas segala macam pengaruh pemberontakan di Irak, kemudian memusatkan perhatian untuk mengatur tertib hukum di daerah itu.

Politik Umar di Irak
Di samping itu pula, politik Umar sampai pada, saat itu adalah politik Arab dengan tujuan memasukkan semua ras Arab yang terbentang dari Samudera Indonesia sampai ke utara Irak dan Syam dalam satu kesatuan di bawah kekuasaan Semenanjung Arab, bahkan di bawah kekuasaan Madinah.

Kesatuan semua kawasan tersebut akan cukup tenteram di bawah kekuasaan ini, kebebasan berdakwah dengan mengajak orang kepada agama Allah dengan argumen dan keterangan yang baik akan terjamin. Dengan politik bertetangga baik dengan Persia dan Romawi , rasa takut dari pasukan Arab dan Muslimin akan dapat dihilangkan. Sesudah itu Allah akan memberikan kemenangan kepada agama-Nya atas semua agama kendati orang-orang kafir tidak suka. ( )

Tak ada jalan lain buat Sa’ad kecuali tunduk pada pendapat dan perintah Amirulmukminin. Para perwira dan prajurit sangat menyetujui pendapat itu, setelah melihat angkatan bersenjatanya dari waktu ke waktu pergi hendak menumpas setiap pemberontakan yang terjadi di kawasan Sawad.

Apalagi setelah mereka memperoleh rampasan perang di Kadisiah, Mada'in dan Jalula berlipat ganda banyaknya dari yang mereka harapkan. Juga bagian setiap prajurit dari rampasan perang Jalula tidak kurang dari yang diperolehnya dari rampasan Mada'in.

Harta yang mereka peroleh dari tiga puluh juta, terdiri atas barang-barang berharga yang dibawa oleh mereka yang lari dari Mada'in. Di samping itu mereka juga mendapat kuda dan alat-alat perang, yang oleh pihak Persia dulu tak ada yang ditinggalkan di ibu kotanya. Juga mereka beroleh tawanan perang yang dulu tidak mereka peroleh di Mada'in.

Sesudah Sa’ad membagi-bagikan rampasan perang yang besar itu, setiap orang mendapat sembilan ribu dan sembilan ekor kuda selain yang mendapat tawanan perempuan, di antaranya ada yang biasa dibesarkan dalam hidup berkecukupan dan biasa dimanja. Cara hidup ini membuat mereka tidak mampu lari ke gunung-gunung dan dataran-dataran luas berpasir. ( )

Umar menghadapi kekayaan
Seperlima hasil rampasan perang itu oleh Sa’ad dikirimkan ke Madinah bersama sebuah rombongan, di antaranya Ziyad bin Abi Sufyan. Setelah sampai ke hadapan Umar Ziyad melaporkan begitu lancar dan menarik mengenai pembebasan Jalula dan Hulwan, sehingga kata Umar kepadanya: "Dapatkah Anda menyampaikan ini kepada masyarakat seperti yang Anda katakan kepada saya ini sekarang?"

"Ya, dapat Amirulmukminin," kata Ziyad. "Di muka bumi ini tak ada orang yang lebih saya segani dari Anda, apalagi yang lain, mengapa tidak!"

Kemudian ia pergi menceritakan peristiwa itu kepada orang banyak, bagaimana peranan pahlawan-pahlawan Muslimin dalam peristiwa itu dan berapa banyak pasukan Persia yang terbunuh dan yang diperoleh dari mereka — dengan gaya bahasa yang begitu kuat dan amat menarik.

Karena kagum, Umar berkata: "Inilah orator dengan suaranya yang benar-benar nyaring dan lancar.

Tersentuh oleh pujian ini Ziyad berkata: "Pasukan kitalah yang membuat lidah ini lancar."

Setelah beberapa pemuka memberi isyarat kepada Amirulmukminin supaya hasil rampasan perang itu disimpan dalam baitulmal, maka katanya: "Sebelum malam tiba barang-barang ini sudah akan saya bagikan." ( )

Barang-barang rampasan perang itu diletakkan di ruangan Masjid dengan dijaga oleh Abdur-Rahman bin Auf dan Abdullah bin Arqam. Keesokan harinya selesai Umar mengimami salat subuh dan matahari sudah mulai terbit ia meminta barang-barang rampasan perang itu diperlihatkan. Tetapi setelah melihat segala macam permata yakut, zamrud, berlian, emas dan perak, ia menangis: "Apa yang membuat Anda menangis, Amirulmukminin?" tanya Abdur-Rahman bin Auf. "Sungguh semua ini harus kita syukuri."

"Bukan ini yang membuat saya menangis," jawab Umar. "Demi Allah, jika Allah memberikan yang semacam ini kepada suatu bangsa, pasti mereka akan saling mendengki, saling membenci. Dan bila suatu bangsa sudah saling mendengki, permusuhan antara mereka akan berlarut-larut."

Di sini kita berhenti sejenak merenungkan kata-kata mutiara ini:

Orang-orang Arab itu tak pernah mengenal suatu hasil usaha yang mudah sebelum memperoleh rampasan perang yang sangat besar itu dari berbagai penjuru. Dalam mencari sesuap nasi, biasanya mereka berusaha menjelajahi bumi ini, dan yang mereka peroleh sesuai dengan kadar usaha masing-masing. ( )

Mereka pergi dalam musim panas dan musim dingin membawa perdagangan ke Yaman dan ke Syam dengan menghadapi berbagai macam kesulitan dan gangguan keamanan selama dalam perjalanan. Mereka mengawal kafilah-kafilah yang berangkat dari barat ke timur membawa segala macam harta kekayaan sekadar menerima upah dengan mempertaruhkan diri untuk menghadapi bahaya perampokan atas kafilah-kafilah itu. Untuk mendapatkan segala keperluan makan minum dan keperluan hidup, mereka harus bekerja keras. Tetapi sekarang rampasan perang yang mereka peroleh sudah begitu melimpah. Kiranya apa jadinya mereka dengan perubahan hidup makmur dari segi perekonomian mereka itu?

Tidak heran jika mereka kelak berakhir dengan mau hidup nyaman dan senang dengan segala kemewahan. Kenyamanan akan menimbulkan kedengkian dan permusuhan karena masing-masing ingin mendapat rezeki yang lebih banyak yang akan dapat menambah kemewahan dan kesenangan hidupnya.

Manusia jika sudah dininabobokkan oleh kenyamanan ia akan menjadi lunak, kalau sudah saling bermusuhan kekuatannya akan hilang. Lalu di mana letak seruan Allah untuk hidup dalam persaudaraan, tolong-menolong dan saling membantu agar menjadi anggota umat yang memberi kekuatan kepada umatnya, menjadi mendukung kebenaran seperti diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya, membela dan memperkuatnya.

Karena khawatir akan kenyamanan yang akan membawa umat hidup santai dan saling bermusuhan itulah, maka Umar menangis. Seolah-olah ia sudah melihat dari celah-celah alam gaib apa yang sudah digariskan oleh takdir dalam suratannya bagi umat yang telah membaiatnya dan saling memperkuat itu. Jadi karena jerih payah umat, maka mengalirlah bongkahan-bongkahan emas ke Sahara Semenanjung Arab yang tandus dan gersang itu.

Umar membagi-bagikan rampasan perang yang telah membuatnya menangis itu kepada umat secara terbuka dan atas musyawarah dengan konsensus dari Muslimin. Sebagian penduduk Meainah ada yang mendapat tambahan. Pembagian ini dilakukan seperti ketika membagikan rampasan perang yang pernah dikirimkan Sa’ad selepas Perang Kadisiah.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2279 seconds (0.1#10.140)