Kisah Rebutan Anak di Era Nabi Dawud, Hadis Nabi Mengoreksi Taurat

Jum'at, 13 November 2020 - 15:05 WIB
loading...
Kisah Rebutan Anak di Era Nabi Dawud, Hadis Nabi Mengoreksi Taurat
Ilustrasi/Ist
A A A
KISAH ini memaparkan kepintaran Nabiyullah Sulaiman yang luar biasa dalam mengungkapkan kebenaran dalam sebuah persengketaan tanpa bukti-bukti yang membimbing kepada pemilik hak. Sulaiman menampakkan bahwa dirinya hendak membunuh bayi yang diperebutkan oleh dua orang wanita yang masing-masing mengklaim sebagai ibunya. Maka terbuktilah siapa ibu yang sebenarnya, yang merelakan anaknya untuk lawannya agar bayi itu tidak dibunuh demi menjaga hidupnya padahal lawannya itu bersedia menerima bayi yang akan dibelah dua oleh Sulaiman. ( )

Kisah ini juga ada dalam Taurat . Hanya saja, menurut Syaikh Umar Al-Asygor dalam bukunya yang berjudul Kisah-Kisah Sahih Seputar para Nabi dan Rasul, ada beberapa penyelewengan dalam Taurat tentang kisah ini. " Hadis Nabi mengoreksi atas penyelewengan itu," tulisnya.

Kisah ini ada di dalam poin (16-28) dalam Ishah ketiga dalam Safar Muluk, yang pertama. Nashnya: "Pada saat itu datanglah dua orang wanita pezina kepada raja. Keduanya berdiri di hadapannya. Salah seorang wanita berkata, 'Wahai paduka, dengarkanlah. Aku dan wanita ini tinggal dalam satu rumah. Di rumah itu aku melahirkan anakku. Tiga hari setelah itu wanita ini juga melahirkan. Kami bersama. (Baca Juga: Kisah Nabi Shaleh dan Hancurnya Kaum Tsamud
Di rumah kami tidak ada orang asing selain kami berdua. Kami berdua di rumah. Lalu anak wanita ini mati di waktu malam karena dia tidur di atasnya. Di tengah malam dia bangkit dan mengambil anakku dari sisiku, sementara pada saat itu hambamu ini sedang tidur. Lalu dia menaruh anaknya yang telah mati di sisiku dan menaruh anakku di sisinya.

Ketika aku bangun di pagi hari untuk menyusui anakku, ternyata dia telah mati. Aku memperhatikannya di pagi itu, ternyata dia bukanlah anak yang aku lahirkan.’

Wanita yang lain menyahut, ’Tidak mungkin. Anakkulah yang hidup dan anakmulah yang mati.’

Wanita pertama membantah, ’Tidak. Anakmu mati dan anakku hidup.’

Keduanya berbantah-bantahan di depan raja. Raja berkata, ’Wanita ini mengatakan anaknya yang hidup dan anakmu yang mati. Wanita itu mengatakan bukan, tetapi anakmu yang mati dan anaknya yang hidup."

Raja meneruskan, ’Bawakan pedang untukku.’

Lalu mereka menghadirkan pedang di hadapan raja. Raja berkata, ’Belahlah anak yang hidup ini menjadi dua. Separuh untuk wanita ini dan separuh untuk wanita itu.’

Maka wanita yang anaknya hidup berbicara kepada raja karena dadanya bergolak terhadap anaknya. Dia berkata, ’Dengarkanlah, wahai paduka raja, serahkanlah anak ini kepadanya. Janganlah dia dibunuh.’

Wanita yang lain berkata, ’Dia bukan untukmu dan bukan untukku, belahlah dia.’ ( )

Raja berkata, ’Berikanlah anak yang hidup ini kepadanya. Jangan bunuh ia karena dia adalah ibunya.’

Ketika seluruh Bani Israil mengetahui keputusan yang dikeluarkan oleh raja, mereka takut kepadanya karena mereka melihat hikmah Allah padanya dalam mengambil keputusan."

Syaikh Umar Al-Asygor mengatakan terdapat kemiripan yang jelas antara kisah versi Taurat dengan kisah di dalam hadis. Hanya saja kisah dalam Taurat telah tersentuh oleh penyelewengan. ( )

"Anak itu tidak mati karena ibunya menindihnya di waktu malam, akan tetapi dia mati karena dibawa kabur oleh serigala, dan kelihatannya kedua wanita ini berada di luar desa yang jauh dari penduduk, karena serigala tidak mencuri anak-anak dari rumah-rumah," ujar Syaikh Umar.

Perkara kedua yang diselewengkan adalah klaim Taurat bahwa kisah ini terjadi pada masa raja Sulaiman, setelah wafatnya Dawud . Yang benar adalah bahwa kisah ini terjadi pada zaman Dawud . Dawud telah memberikan keputusannya terlebih dahulu, lalu Sulaiman menyelisihi hukumnya.

Yang benar adalah bahwa Sulaiman meminta pisau, bukan pedang sebagaimana yang disebutkan oleh Taurat. Dan pisau adalah alat yang cocok untuk membelah anak kecil menjadi dua, bukan pedang. ( )

Di antara koreksi hadis terhadap Taurat adalah bahwa Sulaiman meminta pisau untuk membelah anak itu sendiri, karena dia belum menjadi raja pada waktu itu. Padahal, Taurat menyatakan bahwa dia memerintahkan prajuritnya agar membelahnya dengan pedang, karena pada waktu dia memutuskan perkara ini dia adalah seorang raja.

Tertulis dalam Taurat bahwa kedua wanita itu adalah wanita pezina. Ini tidaklah mungkin. Menurut Syaikh Umar, buktinya adalah ungkapan ibu anak itu yang menunjukkan kebaikan dan ketakwaan. Dia berkata kepada Nabiyullah Sulaiman ketika dia hendak membelahnya, "Jangan lakukan itu, semoga Allah merahmatimu. Dia anaknya."

Jika keduanya adalah wanita pezina, apakah Nabiyullah Dawud dan Sulaiman membiarkan keduanya bebas atas perbuatan keduanya? Apakah dia tidak memerintahkan agar keduanya dirajam sebagaimana dia memerintahkan merajam seorang wanita ketika terjadi persekongkolan kesaksian palsu terhadapnya bahwa dia telah berzina? .(Baca Juga: 5 Pelajaran Berharga dari Kisah Nabi Ayyub untuk Korban Covid-19

Lihat Juga: Kisah Nabi Isa dan Pencuri yang Bersumpah Atas Nama Allah
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2208 seconds (0.1#10.140)