Sedekah yang Dikehendaki dan Diutamakan oleh Allah dan Rasul-Nya
loading...
A
A
A
“Degup jantung seseorang berkata kepadanya. Sesungguhnya hidup ini hanya beberapa menit dan beberapa detik. Buatlah suatu kenangan yang namamu akan terus diingat setelah kematianmu. Karena kenangan bagi manusia adalah umur yang kedua.”
Begitulah pesan dari penggalan syair Ahmad Syauqi, si raja penyair yang lahir di perkampungan al-Hanafi, Kairo, Mesir, pada 12 Oktober 1868.
Syair itu bisa diterjemahkan secara bebas, seperti pepatah: Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama; seorang manusia terutama diingat jasa-jasanya atau kesalahan-kesalahannya. Perbuatannya ini, baik maupun buruk akan tetap dikenal meskipun seseorang sudah mati.
Umar bin Khattab RA berkata, "Suatu ketika, Rasulullah SAW menyuruh kami agar berinfak di jalan Allah. Kebetulan ketika itu ada sedikit harta pada saya, maka saya berkata di dalam hati, 'Saat ini aku memiliki harta. Jika suatu saat aku dapat melebih Abu Bakar , maka inilah saatnya.' Aku pun pulang ke rumah dengan gembira. Lalu saya membagi dua seluruh harta yang ada di rumah. Setengahnya untuk keluarga dan setengahnya lagi saya serahkan kepada Rasulullah SAW."
Rasulullah SAW berkata, "Wahai Umar, adakah yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?" Saya menjawab, "Ada ya Rasulullah."
Nabi bertanya lagi, "Apa yang kamu tinggalkan?" Saya menjawab, "Saya tinggalkan utnuk mereka setengah dari harta saya."
Kemudian, datanglah Abu Bakar RA, dengan membawa seluruh hartanya. Rasulullah SAW bertanya kepadanya, "Wahai Abu Bakar, apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?"
Abu Bakar menjawab, "Saya tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya."
Melihat hal ini, Umar berkata, "Saya tidak akan pernah dapat mengalahkan Abu Bakar."
Syekh Maulana Muhammad Zakariya Al Khandahlawi, dalam kitabnya yang berjudul Fadhilah Amal menerangkan, saling berlomba dalam amal saleh dan kebaikan sangat baik dan disukai.
Pada saat itu, Nabi memberi anjuran untuk bersedekah secara khusus. Dan, para sahabat dengan kemampuan masing-masing menginfakkan harta mereka fi sabilillah dengan penuh gairah dan semangat. Walaupun, melebihi kemampuan mereka. ( )
Sedekah yang Disukai Allah
Kisah di atas terjadi menjelang perang Tabuk. Lalu, di era kini, sedekah apakah yang paling disukai Allah dan Rasulnya? Cendekiawan Muslim asal Mesir, Dr Syaikh Yusuf Qardhawy, dalam bukunya "Fiqh Prioritas, Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah", berpendapat kalau manfaat suatu pekerjaan lebih luas jangkauannya, maka hal itu lebih dikehendaki dan diutamakan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. ( )
"Begitu pula halnya dengan pekerjaan yang lebih lama dan kekal pengaruhnya. Setiap kali suatu perbuatan itu lebih lama manfaatnya maka pekerjaan itu lebih utama dan lebih dicintai oleh Allah SWT," tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Syaikh Qardhawy, sedekah yang lama manfaatnya lebih diutamakan. Misalnya memberikan domba yang mengandung, unta yang mengandung, dan lain-lain, di mana orang yang menerima sedekah itu dan juga keluarganya dapat memanfaatkan susunya selama bertahun-tahun.
Dalam peribahasa China kita kenal: “Memberi jala untuk mencari ikan kepada orang miskin adalah lebih baik daripada memberikan ikan kepadanya.”
Disebutkan dalam sebuah hadits: “Sedekah yang paling utama ialah memberikan tenda, atau memberikan seorang pembantu, atau seekor unta untuk perjuangan di jalan Allah SWT.” (HR Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Umamah; dan juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dari ‘Adiy bin Hatim, dan dihasankan olehnya dalam Shahih al-Jami’ as-Shaghir (1109).
Hadis lainnya juga menyatakan: “Empat puluh sifat, yang paling tinggi tingkatannya ialah memberikan kambing. Tidak ada seorang hambapun yang melalaikannya, untuk mengharapkan pahala yang dijanjikan kepadanya kecuali dia akan dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam surga.” (HR Bukhari, dan Abu Dawud dari Abdullah bin ‘Amr, 791)
Di situlah letak kelebihan sedekah jariyah, yang manfaatnya terus dirasakan walaupun orang yang memberikannya sudah tiada. Seperti harta wakaf, yang telah dikenal oleh kaum Muslimin sejak zaman Nabi saw; di mana ketika itu peradaban Islam memiliki keunggulan karena kekayaannya yang melimpah dan sangat banyak, sehingga Islam menguasai seluruh bidang kebajikan dalam kehidupan manusia, yang memberikan perkhidmatan kepada seluruh umat manusia, bahkan terhadap binatang.
Dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Begitulah pesan dari penggalan syair Ahmad Syauqi, si raja penyair yang lahir di perkampungan al-Hanafi, Kairo, Mesir, pada 12 Oktober 1868.
Syair itu bisa diterjemahkan secara bebas, seperti pepatah: Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama; seorang manusia terutama diingat jasa-jasanya atau kesalahan-kesalahannya. Perbuatannya ini, baik maupun buruk akan tetap dikenal meskipun seseorang sudah mati.
Umar bin Khattab RA berkata, "Suatu ketika, Rasulullah SAW menyuruh kami agar berinfak di jalan Allah. Kebetulan ketika itu ada sedikit harta pada saya, maka saya berkata di dalam hati, 'Saat ini aku memiliki harta. Jika suatu saat aku dapat melebih Abu Bakar , maka inilah saatnya.' Aku pun pulang ke rumah dengan gembira. Lalu saya membagi dua seluruh harta yang ada di rumah. Setengahnya untuk keluarga dan setengahnya lagi saya serahkan kepada Rasulullah SAW."
Rasulullah SAW berkata, "Wahai Umar, adakah yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?" Saya menjawab, "Ada ya Rasulullah."
Nabi bertanya lagi, "Apa yang kamu tinggalkan?" Saya menjawab, "Saya tinggalkan utnuk mereka setengah dari harta saya."
Kemudian, datanglah Abu Bakar RA, dengan membawa seluruh hartanya. Rasulullah SAW bertanya kepadanya, "Wahai Abu Bakar, apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?"
Abu Bakar menjawab, "Saya tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya."
Melihat hal ini, Umar berkata, "Saya tidak akan pernah dapat mengalahkan Abu Bakar."
Syekh Maulana Muhammad Zakariya Al Khandahlawi, dalam kitabnya yang berjudul Fadhilah Amal menerangkan, saling berlomba dalam amal saleh dan kebaikan sangat baik dan disukai.
Pada saat itu, Nabi memberi anjuran untuk bersedekah secara khusus. Dan, para sahabat dengan kemampuan masing-masing menginfakkan harta mereka fi sabilillah dengan penuh gairah dan semangat. Walaupun, melebihi kemampuan mereka. ( )
Sedekah yang Disukai Allah
Kisah di atas terjadi menjelang perang Tabuk. Lalu, di era kini, sedekah apakah yang paling disukai Allah dan Rasulnya? Cendekiawan Muslim asal Mesir, Dr Syaikh Yusuf Qardhawy, dalam bukunya "Fiqh Prioritas, Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah", berpendapat kalau manfaat suatu pekerjaan lebih luas jangkauannya, maka hal itu lebih dikehendaki dan diutamakan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. ( )
"Begitu pula halnya dengan pekerjaan yang lebih lama dan kekal pengaruhnya. Setiap kali suatu perbuatan itu lebih lama manfaatnya maka pekerjaan itu lebih utama dan lebih dicintai oleh Allah SWT," tuturnya.
Oleh karena itu, menurut Syaikh Qardhawy, sedekah yang lama manfaatnya lebih diutamakan. Misalnya memberikan domba yang mengandung, unta yang mengandung, dan lain-lain, di mana orang yang menerima sedekah itu dan juga keluarganya dapat memanfaatkan susunya selama bertahun-tahun.
Dalam peribahasa China kita kenal: “Memberi jala untuk mencari ikan kepada orang miskin adalah lebih baik daripada memberikan ikan kepadanya.”
Disebutkan dalam sebuah hadits: “Sedekah yang paling utama ialah memberikan tenda, atau memberikan seorang pembantu, atau seekor unta untuk perjuangan di jalan Allah SWT.” (HR Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Umamah; dan juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dari ‘Adiy bin Hatim, dan dihasankan olehnya dalam Shahih al-Jami’ as-Shaghir (1109).
Hadis lainnya juga menyatakan: “Empat puluh sifat, yang paling tinggi tingkatannya ialah memberikan kambing. Tidak ada seorang hambapun yang melalaikannya, untuk mengharapkan pahala yang dijanjikan kepadanya kecuali dia akan dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam surga.” (HR Bukhari, dan Abu Dawud dari Abdullah bin ‘Amr, 791)
Di situlah letak kelebihan sedekah jariyah, yang manfaatnya terus dirasakan walaupun orang yang memberikannya sudah tiada. Seperti harta wakaf, yang telah dikenal oleh kaum Muslimin sejak zaman Nabi saw; di mana ketika itu peradaban Islam memiliki keunggulan karena kekayaannya yang melimpah dan sangat banyak, sehingga Islam menguasai seluruh bidang kebajikan dalam kehidupan manusia, yang memberikan perkhidmatan kepada seluruh umat manusia, bahkan terhadap binatang.
Dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ