Syariat Islam Telah Sempurna Mengatur Perihal Rujuk

Selasa, 17 November 2020 - 06:00 WIB
loading...
Syariat Islam Telah Sempurna Mengatur Perihal Rujuk
Islam tidak membiarkan pasangan suami istri tersebut bercerai selamanya sampai ada ketentuan yang memutuskan harus bercerai selamanya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Islam adalah agama fitrah yang mengagungkan perdamaian . Dalam kehidupan bermasyarakat, Islam melarang permusuhan, teruatama kepada sesama muslim. Agama Islam juga sangat menjaga agar sesama manusia tidak terjadi konflik. Namun, apabila permusuhan, konflik , dan perpecahan terjadi, Islam tetap memberi ruang untuk mendamaikan pihak yang berkonflik. Ini karena Islam memang menjaga agar kehidupan penuh damai dalam lindungan syariat Allah Ta'ala.

Bahkan, di dalam wilayah rumah tangga, pasangan suami istri yang sudah bercerai, Islam tidak membiarkan pasangan suami istri tersebut bercerai selamanya sampai ada ketentuan yang memutuskan harus bercerai selamanya. Terhadap pasangan cerai, Islam memberikan ruang rujuk (berkumpul kembali) hingga tiga kali. Ini menandakan Islam sangat benci perpecahan .

(Baca juga : Niatkan Aktivitas Sehari-hari Bernilai Pahala )

Rujuk menurut istilah syar’i adalah kembali pada pernikahan setelah terjadi talak tak ba`in dengan tatacara tertentu (Taqiyuddin Al-Husaini, dalam kitab Kifayatul Akhyar). Talak tak ba`in (thalaq ghair ba`in), atau talak raj’i, adalah talak yang masih dibolehkan rujuk, yaitu jatuhnya talak satu atau talak dua dan masih dalam masa iddah. Jika suami rujuk kepada istrinya dalam masa iddah, tak perlu akad ulang dan mahar baru. (Taqiyuddin An-Nabhani, dalam kitab An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam).

Hukum Islam memberikan kemudahan bagi suami-istri yang sudah bercerai untuk rujuk kembali dengan diaturnya masa iddah bagi istri. Setelah dilakukannya perceraian, istri harus melewati masa iddah-nya terlebih dahulu sebelum akhirnya dapat menikah kembali dengan laki-laki lain.

(Baca juga : Seuntai Kalung Cantik Rasulullah untuk Umamah binti Abu Al 'Ash )

Masa iddah diatur dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarah (2) ayat 228:

وَٱلْمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِىٓ أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِى ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوٓا۟ إِصْلَٰحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

"Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS Al-Baqarah : 228)

Adapun jika masa iddah sudah habis dan tak dilakukan rujuk, talaknya menjadi talak ba`in. Ada dua macam talak ba`in.
Pertama, talak ba`in sughra, yaitu jatuhnya talak satu atau talak dua dan tak dilakukan rujuk dalam masa iddah. Dalam kondisi ini, jika suami ingin kembali kepada istrinya, wajib akad ulang dengan mahar baru.

(Baca juga : Nasihat yang Paling Baik Adalah Kematian )

Kedua, talak ba`in kubra, yaitu jatuhnya talak tiga. Dalam kondisi ini, jika suami ingin kembali kepada istrinya, wajib terwujud lima perkara berikut pada wanita tersebut; (1) menjalani masa iddahnya, (2) menikah dengan laki-laki lain (suami kedua), (3) pernah digauli suami keduanya, (4) ditalak suami keduanya dengan talak ba`in, atau suami keduanya wafat, dan (5) telah habis masa iddahnya.

Jika lima perkara tersebut terwujud, suami pertama berhak kembali kepada bekas istrinya dengan akad ulang dan mahar baru. Pendapat ini antara lain dinukil oleh Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah Al-Fuqaha`, dan oleh Taqiyuddin Al-Husaini dan Taqiyuddin An-Nabhani, juga oleh M. Mutawalli al-Shabbagh dalam Al-Idhah fi Ahkam An-Nikah).

Masa iddah adalah masa menunggu bagi wanita yang ditalak atau yang suaminya wafat untuk mengetahui kebersihan rahimnya. (Rawwas Qal’ahjie). Masa iddah ada empat macam; Pertama, untuk wanita yang masih haid, lamanya adalah tiga quru` (QS Al-Baqarah: 228).

(Baca juga : Masih Ditutup, Reuni 212 Belum Dimungkinan Digelar di Monas )

Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani, tiga quru` artinya tiga kali haid (seperti pendapat ulama mazhab Hambali dan Hanafi), bukan tiga kali suci (hal ini adalah pendapat ulama mazhab Maliki, Syafi’i, dan Ja’fari). Kedua, perempuan yang sedang hamil, masa iddahnya sampai ia melahirkan. Seperti disebutkan dalam firman Allah Ta'ala :

وَٱلَّٰٓـِٔى يَئِسْنَ مِنَ ٱلْمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمْ إِنِ ٱرْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشْهُرٍ وَٱلَّٰٓـِٔى لَمْ يَحِضْنَ ۚ وَأُو۟لَٰتُ ٱلْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مِنْ أَمْرِهِۦ يُسْرًا

"Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (QS Ath-Thalaq : 4 ).

(Baca juga : Investasi Daerah Jadi Salah Satu Kunci Pemulihan Ekonomi Nasional )

Ketiga, wanita yang sudah tak haid lagi (menopause), atau anak perempuan yang belum haid, masa iddahnya tiga bulan (QS Ath-Thalaq : 4). Keempat, wanita yang ditinggal mati suaminya, masa iddahnya 4 bulan 10 hari. (QS Al-Baqarah : 234). (dalam kitab Tanbihat ‘Ala Ahkam Tukhtashshu bi Al-Mu`minat` oelh Shalih Fauzan Al-Fauzan).

Tata cara rujuk menurut pendapat yang rajih (kuat) menurut sebagian ulama, adalah hanya sah dengan ucapan (bil-kalam), tak sah dengan jima’ ( bil-fi’li ). Imam Syafi’i berkata, ”Adalah jelas bahwa rujuk hanya dengan ucapan, bukan dengan perbuatan seperti jima’ dan yang lainnya.” (Imam Syafi’i, dalam kitab Al-Umm).

Sedangkan menurut Taqiyuddin Al-Husaini, rujuk dengan ucapan, misalnya suami berkata kepada istrinya, ”Saya rujuk lagi kepadamu.”

(Baca juga : Kemendikbud Jaring Masukan terkait Peta Jalan Pendidikan Nasional )

Disyaratkan ada dua orang saksi laki-laki, sehingga tak sah rujuk tanpa dua saksi yang mempersaksikan rujuk. (Taqiyuddin An-Nabhani, ibid). Dalilnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya : ”Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.” (QS Ath-Thalaq: 2). Ayat ini menunjukkan wajibnya dua saksi dalam rujuk. Ini salah satu pendapat mazhab Syafi’i, yakni Imam Syairazi dalam Al-Muhadzdzab dan Ibnu Rusyd yang tercantum di kitab Bidayatul Mujtahid).

Kesimpulannya, selama masih dalam masa iddah, suami berhak merujuk istrinya tanpa akad nikah ulang dan mahar baru. Caranya hanya dengan ucapan dan wajib dipersaksikan dengan dua orang saksi laki-laki yang adil.

Sedangkan dalam aturan negara, apabila suami istri cerai ingin rujuk kembali, maka mantan suami-istri tersebut harus memiliki kutipan buku pendaftaran rujuk yang dikeluarkan oleh pegawai pencatat nikah, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KHI bahwa
rujuk hanya dapat dibuktikan dengan Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah.

(Baca juga : Tertinggi, Positif COVID-19 di Jember Tembus 60 Orang Per Hari )

Untuk mendapatkan buku pendaftaran rujuk, maka keduanya dapat datang bersama-sama ke pegawai pencatat nikah atau pembantu pegawai pencatat nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami-istri dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan.

Wallahu A’lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1672 seconds (0.1#10.140)