Nasehat Menghadapi Ujian dan Fitnah Akhir Zaman

Rabu, 02 Desember 2020 - 06:13 WIB
loading...
Nasehat Menghadapi Ujian dan Fitnah Akhir Zaman
Fitnah terbesar pada hari ini adalah melihat berbagai kedzaliman. Mungkin di berbagai negara rakyat mencium bau kedzaliman dari para pemimpinnya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Hidup manusia saat ini telah berada di akhir zaman , dan sudah dekat dengan waktu hari kiamat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam sejumlah hadisnya tentang dekatnya dengan hari kiamat ini. Walaupun, kapan akan hari kiamat, seberapa lama lagi hari kiamat, itu adalah ilmu yang dirahasiakan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tetapi Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengisyaratkan tentang dekatnya hari kiamat. Sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis:

بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ، وَيُشِيرُ بِإِصْبَعَيْهِ فَيَمُدُّ هُمَا.

“Jarak diutusnya aku dan hari kiamat seperti dua (jari) ini.” Beliau memberikan isyarat dengan kedua jarinya (jari telunjuk dan jari tengah), lalu merenggangkannya. (HR. Bukhari)

(Baca juga : Pertemuan Mengharukan Dua Saudara Sepersusuan )

Rasulullah pun telah mengisyaratkan tentang keadaan di akhir zaman dalam sabdanya, “Bagaimana sikap kalian apabila fitnah telah mengelilingi kalian?”

Tentang hadis ini, Ustaz Abu Qotadah dalam kajian dan tausiyah di kanal RodjaTV menjelaskan, fitnah telah berada di sekitar kita dan kita telah diliputi oleh fitnah, kita telah dihadapkan kepada fitnah dari depan, dari belakang, dari kanan, dari kiri, dari berbagai unsur kehidupan, fitnah berada di tengah-tengah. Dan fitnah itupun berkepanjangan, lama, berkesinambungan dan semakin dahsyat dari satu waktu ke waktu yang lainnya. Sampai disebutkan di dalam hadis:

يَرْبُو فِيهَا الصَّغِيرُ وَ يَهْرَمُ فِيهَا الْكَبِيرُ

“Anak-anak kecil menjadi dewasa dan orang yang tua menjadi pikun.”

“Yaitu apabila kebanyakan dari umat ini telah meninggalkan sunnah.”

Lalu para sahabat bertanya: “Kapan akan terjadi hal itu Wahai Abu Abdurrahman?” Maka beliau menjawab: “Apabila telah pergi para ulamanya.” Artinya banyak yang meninggal dunia dari kalangan ulama, banyak orang-orang yang wafat dari kalangan para ulama.

(Baca juga : Perawatan Islami agar Tetap Terlihat Awet Muda )

“Dan semakin banyak orang-orang yang bodohnya. Semakin banyak ahli qira’ah, tapi semakin sedikit yang faqih kepada makna-makna ayat Al-Qur’an.” Semakin sedikit orang yang faham kepada isi dari Al-Qur’an.

Kemudian beliau mengatakan: “Apabila semakin banyak pemimpin kalian tetapi semakin sedikit orang yang amanah,” orang yang adil, orang yang menegakkan hukum Allah. Berkuasa, memiliki jabatan, memiliki tahta, tetapi berada dalam kondisi dzalim, tidak menegakkan syariat Allah. Semakin sedikit yang amanah.

Kemudian beliau mengatakan: “Dan apabila telah dicari dunia dengan ibadah (amal shalih),” artinya orang-orang beramal shalih tapi tujuannya dunia, tidak berkaitan dengan surga, tidak berkaitan dengan kehidupan setelah kematian. Yang diharapkan ketika melakukan amal saleh adalah untuk kehidupan dunia.

“Dan apabila semakin banyak orang-orang yang tafaqquh tentang urusan dunia (tapi tidak tafaqquh tentang urusan agama),” artinya semakin sedikit orang yang belajar tentang agama Allah, belajar tentang tauhid, belajar tentang aqidah, belajar tentang iman, belajar tentang Islam, belajar tentang halal dan haram semakin sedikit. Dan sibuknya sebagian besar di antara kita adalah dengan dunia ini.

(Baca juga : Istri yang Tak Menikah Lagi untuk Merawat Anak, Mendapat Keutamaan di Akhirat )

Lantas bagaimana kita harus menghadapi ujian dan fitnah akhir zaman ini? Dai yang juga pendiri Pondok Pesantren Ma’had Ihya As Sunnah, menjelaskan sebagai berikut:

1. Semua problem berkaitan dengan fitnah, jalannya ilmu

Hiruk-pikuk fitnah dunia hari ini, maka mesti setiap mukmin menjadikan bagian dari hidupnya adalah untuk mencari ilmu. Karena ilmu adalah bagian terpenting dalam hidup kita.

2. Kehiudpan setelah kematian kita dalah masa depan yang paling depan

Jika para ibu dan para bapak berbicara tentang masa depan, maka inilah masa depan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu Al-Qur’an mengajarkan kisah seorang Nabi yang mengajarkan masa depan kepada anaknya, yaitu Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam. Ketika beliau sedang dalam keadaan dekat kepada kematian, sedang sakaratul mau, maka mengumpulkan semua anaknya. Allah berfirman:

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَـٰهَكَ وَإِلَـٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَـٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ ﴿١٣٣﴾

“Tidaklah kalian memperhatikan tentang Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam ketika datang sakaratul maut menjemputnya? Maka beliau berkata: ‘Wahai anak-anakku, apa yang kalian akan sembah setelah aku meninggal dunia?’ Maka serempak anaknya mengatakan: ‘Kami akan menyembah Ilahmu dan Ilah nenek moyangmu (yaitu Allah, Ilah yang satu), dan kami tunduk kepadaNya.’” (QS. Al-Baqarah[2]: 133)

(Baca juga : Arab Saudi Bantah Terlibat dalam Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Iran )

Jadi ketika kita berbicara tentang masa depan, maka ingatkanlah masa depan itu adalah masa depan setelah kematian. Maka oleh sebab itu -sebagai catatan tinta emas bagi kita- semua apa yang kita cari dalam interaksi dunia, maka jadikanlah semuanya adalah jembatan dan jadikanlah kendaraan untuk kita ke surga. Jadikanlah semua nikmat yang Allah berikan kepada kita sebagai kendaraan yang menghantarkan kita ke surga, sebagai masa depan kita. Jangan Anda berpikir masa depan adalah masa depan karir kita di dunia ini.

3. Menjaga amal

Ketika kita bertanya tentang amal dan ketika kita meminta ditunjukkan kepada seorang alim tentang amal dimasa hari ini, maka ada jawaban yang sederhana dari sekian penjelasan. Lakukanlah amal yang mampu kita mendawamkannya setelah kita menunaikan perkara-perkara yang fardhu (wajib). Menjaga shalat lima waktu, menjaga puasa dan menjaga setiap perkara yang Allah Ta’ala fardhu-kan.

Oleh sebab itu Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya oleh istrinya sendiri, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha: “Ya Rasulullah, amal yang mana yang paling dicintai Allah? Yang paling mulia di sisi Allah?” Maka Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang mampu kita mendawamkannya walaupun amalan itu sederhana.” (HR. Muslim)

(Baca juga : Kurva Corona Terus Naik, Anggota DPR: Pemerintah Sepatutnya Evaluasi )

Sering kita bertanya tentang mungkin yang sulit bagi kita untuk melakukan hari ini. Beramal tapi banyak yang kita lalaikan. Contohnya adalah sudahkah Anda meng-kontinu-kan untuk diam ketika mendengar suara adzan kemudian menjawabnya kemudian kita membaca shalawat setelahnya?

Maka jangan kita lewatkan amalan yang sederhana untuk mendapatkan pahala besar. Terutama diwaktu yang sangat sulit bagi kita untuk melakukan kebaikan. Dan ini adalah solusinya.

4.Kewajiban mukmin adalah benar dalam berkata, benar dalam bercakap, benar dalam berucap dan benar dalam beramal

Fitnah terbesar pada hari ini adalah melihat berbagai kedzaliman. Mungkin di berbagai negara rakyat mencium bau kedzaliman dari para pemimpinnya. Di sisi lain, kita pun melihat begitu dahsyatnya rekayasa musuh kepada kaum muslimin dan rekayasa musuh terhadap Islam. Dan kita seorang muslim yang punya ghiroh iman pasti ingin melakukan sesuatu, melawan terhadap semua kedzaliman ini, melawan setiap keburukan ini. Dan tentunya itu adalah alamat dalam diri kita ada iman

Karena ghirah itu sebagaimana dinyatakan di dalam hadis, ghirah itu berupa energi yang ada dalam diri seorang mukmin yang disebutkan di dalam hadis:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَان

“Apabila kamu melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu (kekuasaanmu), kalau tidak mampu maka dengan lisanmu, kalau tidak mampu maka dengan cara engkau tidak menyetujuinya (benci dalam hatimu), dan itu adalah bagian yang lemah dari iman kita.” (HR. Muslim)

Ustadz Abu Qatadah memberikan dua poin tentang nasihat yang harus kita lakukan, yakni:

Poin pertama, masalah bagi kita adalah bukan semata-mata kita mengatakan “Menolong agama Allah”, bukan semata-mata kita mengatakan bahwa kita akan menjaga agama Allah. Kenapa? Karena sesungguhnya Allah benar-benar akan menjaga agamaNya dan benar-benar Allah akan memenangkan agamaNya. Seandainya kita tidak menjadi penolongNya, maka Allah akan mencari dan memunculkan generasi lainnya yang akan menjaga agama ini. Jadi Allah telah memberikan jaminan agama ini akan dijaga.

Poin kedua, bahwa kewajiban bagi seorang mukmin adalah dituntut untuk benar dalam berkata, benar dalam berucap, benar dalam beramal. Yaitu seorang muslim diperintahkan untuk sejalan dengan perintah Allah dan RasulNya dalam setiap perkara. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengatakan tentang apa yang harus kita lakukan hari ini.

Apa yang didapatkan oleh para sahabat dan para tabi’in di masa Hajjaj bin Yusuf, itu melebihi kedzaliman yang kita lihat hari ini, artinya keburukan individunya, bukan keburukan keadaannya. Karena kalau keadaan tetap dimasa Hajjaj lebih baik dari masa ‘Umar bin Abdul ‘Aziz. Walaupun tidak diragukan bahwa pada masa ‘Umar bin Abdul ‘Aziz itu lebih mulia daripada Hajjaj. Tapi massanya, tetap. Hal ini karena dimasa Hajjaj itu ada Anas bin Malik dan para sahabat yang lainnya.

(Baca juga : Pengamat: Pariwisata Pulih pada Kuartal IV Tahun Depan )

Maka kaum muslimin mengadu kepada Anas bin Malik tentang kedzaliman tentang yang mereka rasakan. Apa nasihat Anas bin Malik Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu?

اصْبِرُوا ، فَإِنَّهُ لاَ يَأْتِى عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلاَّ الَّذِى بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ

“Sabarlah. Karena tidak datang tahun kecuali akan lebih buruk dari yang sebelumnya.”

Lalu disebutkan yang dimaksud dengan “lebih buruk dari yang sebelumnya” bukan berkaitan dengan masalah ekonomi, sulitnya mencari harta dan sebagainya, bukan berkaitan dengan itu. Dalam riwayat yang lain disebutkan:

إِذَا ذَهَبَتْ عُلَمَاؤُكُمْ

“Apabila telah pergi orang-orang alimnya.”

Apabila semua umat Islam dalam semua individunya mereka komitmen kepada apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka pertolongan itu akan dekat. Karena semua keburukan yang kita dapatkan hari ini dari keburukan para pemimpin kita, maka itu sesuai dengan kata:

كَـمَـا تَـكُـونُـوا يُـولَّـى عَـلَـيْـكُـم

“Bagaimana kalian, maka demikianlah pemimpin kalian.”

Apabila ketika melihat sesuatu kedzaliman, maka problem solvingnya adalah setiap mukmin melakukan perombakan jiwa, setiap mukmin melakukan perombakan individu yang dinamakan dengan istilah revolusi mental dalam arti revolusi karakter, yaitu berkaitan dengan akhlak kita sebagai seorang muslim, yaitu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka kewajiban kita adalah beribadah kepada Allah. Kemudian kita membereskan diri. Kemudian jadikanlah bagian-bagian dari shalat kita dalah berdoa untuk kebaikan pemimpin kita. Sehingga para ulama kita mengatakan: “Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, maka aku akan khususkan doa ini adalah untuk pemimpinku.” Doakan agar pemimpin kita mendapat hidayah, agar pemimpin kita menjadi pemimpin yang adil.

5. Solusi ketika iman sedang turun

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan bahwa di antara hiruk-pikuk kehidupan dalam fitnah, maka kita akan sering mendapatkan ujian yang menyebabkan kita lemah. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun telah mengisyaratkan:

إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ شِرَّتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

“Dalam setiap kondisi semangat, akan datang masa yang lemah. Maka barangsiapa yang melemahnya kepada sunnahku, maka ia akan selamat. Dan barangsiapa yang dalam kondisi lemahnya kepada selain sunnah, maka dia akan celaka.” (HR. Ibnu Hibban)

Dahsyatnya fitnah hari ini terkadang akan mengurangi dan menguras kondisi iman kita. Semangat beramal berkurang, semangat mencari ilmu adalah berkurang. Solusinya adalah ‘Umar bin Khattab menjelaskan hadis yang tadi, beliau mengatakan:

إن لهذه القلوب إقبالا وإدبارا ، فإذا أقبلت فخذوها بالنوافل ، وإن أدبرت فألزموها الفرائض

“Hati itu ada bolak-balinya, turun naiknya. Apabila sedang semangat, sedang kuat, maka tunaikanlah perkara-perkara yang wajib dan ikutilah dengan perkara-perkara yang sunnah. Jika dalam keadaan lemah, maka komitmenlah kepada perkara yang wajib.”

(Baca juga : Hari Ini, BMKG Prediksi Sejumlah Wilayah di Jakarta Diguyur Hujan )

Hadis dan makna dari ‘Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu memberikan satu wawasan bahwa tidak ada di antara kita yang tidak pernah melemah iman. Tidak ada di antara kita yang tidak pernah salah atau terjerumus ke dalam maksiat. Tetapi semampu mungkin orang mukmin diperintahkan untuk istiqamah. Jika melemah, maka jangan sampai meninggalkan yang wajib dan melakukan yang haram. Komitmenlah di situ.

Dikala ini, kita perlu kepada teman yang saleh, perlu kepada seorang ulama, kepada orang alim yang membimbing kita semua.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1438 seconds (0.1#10.140)