Kisah Imam Syaqiq dan Seorang Sufi Muda
loading...
A
A
A
Pemuda itu menjawab:
يا شقيق تزل نعمة الله علينا ظاهرة وباطنة فأحسن ظنك برك
"Wahai Syaqiq, tidak terhitung nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kita, ada nikmat zahir dan juga nikmat batin. Oleh karenanya, berprasangka baiklah kepada Tuhanmu."
Pemuda itu memberikan tekonya dan saya pun meminumnya. Rasanya seperti bubur yang manis. Demi Allah, belum pernah aku merasakan yang lebih lezat dan lebih harum daripada itu.
Saya mencicipinya hingga kenyang. Bahkan setelah mencicipi itu, saya merasa tidak ingin makan dan minum hingga beberapa hari.
Kemudian saya tidak melihatnya lagi hingga kami berada di Makkah. Pada suatu malam di Makkah, saya melihatnya di dekat kubah air. Ia sedang melaksanakan shalat saat pertengahan malam dengan khusyuk seraya menangis. Ia tidak beranjak hingga malam berlalu.
Ketika fajar terlihat, ia pun duduk di mushalla dan bertasbih kepada Allah. Kemudian setelah melaksanakan shalat Subuh, ia bertawaf mengelilingi Kakbah tujuh kali. Setelah itu ia pergi, lalu saya mengikutinya. Di tengah jalan, saya melihat orang-orang mengelilingi pemuda itu dan menyampaikan salam kepadanya.
Saya pun bertanya kepada sebagian orang yang kulihat berada di dekatnya,"Siapakah pemuda itu?"
Mereka menjawab: "Ia adalah Musa bin Ja'far bin Muhammad bin 'Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu.
Saya berkata, "Saya dibuat terheran, keajaiban itu hanya untuk yang serupa pemuda sayyid ini."
Demikian kisah pertemuan Imam Syaqiq dan Musa bin Ja'far Al-Husain. Allah mengajarkan ilmu hikmah kepada Imam Syaqiq lewat wasilah para wali-Nya . Semoga kita dapat mengambil iktibar untuk terus beramal saleh dan berprasangka baik kepada Allah Ta'ala.
[Baca Juga: Inilah Karamah Paling Agung yang Dimiliki Para Wali (Bagian 5/Habis)]
Sumber:
Al-Imam Al-Alim Jamal al-Din Abi al-Faraj Ibnu al-Jauzi, Shifat al-Shafwah Jilid 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1409 H/1989 M)
يا شقيق تزل نعمة الله علينا ظاهرة وباطنة فأحسن ظنك برك
"Wahai Syaqiq, tidak terhitung nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kita, ada nikmat zahir dan juga nikmat batin. Oleh karenanya, berprasangka baiklah kepada Tuhanmu."
Pemuda itu memberikan tekonya dan saya pun meminumnya. Rasanya seperti bubur yang manis. Demi Allah, belum pernah aku merasakan yang lebih lezat dan lebih harum daripada itu.
Saya mencicipinya hingga kenyang. Bahkan setelah mencicipi itu, saya merasa tidak ingin makan dan minum hingga beberapa hari.
Kemudian saya tidak melihatnya lagi hingga kami berada di Makkah. Pada suatu malam di Makkah, saya melihatnya di dekat kubah air. Ia sedang melaksanakan shalat saat pertengahan malam dengan khusyuk seraya menangis. Ia tidak beranjak hingga malam berlalu.
Ketika fajar terlihat, ia pun duduk di mushalla dan bertasbih kepada Allah. Kemudian setelah melaksanakan shalat Subuh, ia bertawaf mengelilingi Kakbah tujuh kali. Setelah itu ia pergi, lalu saya mengikutinya. Di tengah jalan, saya melihat orang-orang mengelilingi pemuda itu dan menyampaikan salam kepadanya.
Saya pun bertanya kepada sebagian orang yang kulihat berada di dekatnya,"Siapakah pemuda itu?"
Mereka menjawab: "Ia adalah Musa bin Ja'far bin Muhammad bin 'Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu.
Saya berkata, "Saya dibuat terheran, keajaiban itu hanya untuk yang serupa pemuda sayyid ini."
Demikian kisah pertemuan Imam Syaqiq dan Musa bin Ja'far Al-Husain. Allah mengajarkan ilmu hikmah kepada Imam Syaqiq lewat wasilah para wali-Nya . Semoga kita dapat mengambil iktibar untuk terus beramal saleh dan berprasangka baik kepada Allah Ta'ala.
[Baca Juga: Inilah Karamah Paling Agung yang Dimiliki Para Wali (Bagian 5/Habis)]
Sumber:
Al-Imam Al-Alim Jamal al-Din Abi al-Faraj Ibnu al-Jauzi, Shifat al-Shafwah Jilid 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1409 H/1989 M)
(rhs)