Istikharah dan Keterbatasan Ilmu Manusia

Rabu, 09 Desember 2020 - 06:14 WIB
loading...
Istikharah dan Keterbatasan Ilmu Manusia
Ada banyak hal yang dikerjakan oleh manusia karena faktor ketidaktahuan dia dengan yang ghaib, dengan apa yang akan terjadi, mana yang baik dan mana yang buruk, dia tidak tahu. Maka di sinilah pentingnya istikharah. Foto ilustrasi/ist
A A A
Manusia adalah makhluk yang lemah, yang penuh dengan keterbatasan . Terkadang banyak perkara-perkara dalam kehidupan ini yang dia bingung untuk memutuskan. Hal ini karena dia takut dengan resiko-resiko yang akan terjadi di kemudian hari, yang kadangkala dia tidak tahu.

Contoh misalnya, ketika seorang perempuan muslimah hendak menikah. Datang laki-laki yang melamar dia. Setelah dia mencari tahu, laki-laki ini insyaAllah baik. Tapi dia juga tidak tahu apakah informasi yang didapat oleh dia itu sudah cukup? Atau mungkin ada hal-hal yang tersembunyi?

(Baca juga : Inilah Musibah Terbesar yang Menimpa Orang Beriman )

Contoh lain ketika seorang melamar kerja. Ada banyak lembaga yang menawarkan lowongan kerja dan sepertinya dia diterima di semua. Dia harus memutuskan. Tapi dia juga bingung, dia tidak tahu apakah di pekerjaan fulan itu bagus buat dia? Mungkin buat sekarang iya bagus. Tapi sebulan kedepan, dua bulan kedepan, bisa jadi perusahaan itu tutup, sehingga dia harus berhenti dan tidak bekerja.

Contoh lain ketika hendak melakukan perjalanan. Kadangkala ketika kita mau safar di masa pandemi seperti ini. Melihat peta virus covid-19 dia jadi ketakutan. Padahal keberangkatan dia termasuk penting.

(Baca juga : Menikahlah, Katakan Tidak untuk Pacaran )

Apa yang harus dia lakukan tatkala itu? Maka istikharah. Kenapa harus istikharah? Ustadz Syafik Riza Basalamah, MA mengatakan, karena ilmu manusia itu sangat terbatas. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ

“Dan bagi Allah perbendaharaan-perbendaharaan yang ghaib yang tidak mengetahuinya kecuali Dia saja.”

وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ

“Dan Allah tahu semua yang ada di daratan dan yang ada di lautan.”

(Baca juga : Kunci Kebahagiaan Cuma Satu, Dekati Allah! )

Ada berapa pohon? Ada berapa padi yang tumbuh? Ada berapa jagung? Ada berapa durian yang sedang berbuah? Ada berapa pohon mangga yang sedang berbuah? Berapa jumlah buahnya? Bagaimana akhir dari buah tersebut? Apakah akan dipetik kemudian dimakan oleh sang empunya? Atau akan dimakan oleh kalelawar dan sang pemilik tidak pernah menikmatinya? Allah tahu.

Yang di lautan pun Allah tahu. Nelayan itu berangkat ke lautan tidak tahu dia mau dapat apa. Dia berusaha dan terkadang ketika pulang tidak mendapatkan ikan kecuali satu ikan tongkol. Kadangkala dia mendapatkan ikan layur yang banyak. Kadangkala kapalnya terbali. Siapa yang tahu dengan kejadian-kejadian dan apa yang ada di lautan? Allah tahu!

وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا

“Dan tidak ada satu pun daun yang jatuh kecuali Allah tahu.”

(Baca juga : Romo Sebut Tindakan Aparat Kepolisian Terhadap 6 Anggota FPI Melanggar Hukum )

Allah tahu daun itu akan jatuh jam berapa. Di pohon ini akan jatuh sehari umpamanya 15 daun. Yang mana yang lebih dahulu? Dan ketika daun itu jatuh, kemana dia akan jatuh? Kemudian masa depan daun ini. Mungkin akan dimakan oleh kambing atau tidak. Berapa jumlah daun-daunan, jama’ah? Allah tahu.

وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

“Biji-bijian yang ada di kedalaman bumi...”

Subhanallah.. Biji yang kering atau basah, yang tumbuh dan ketika tumbuh dia akan tumbuh berapa meter nantinya, kemudian setelah itu dia ditebang, mungkin dia dijual, siapa yang tahu? Jawabnya adalah Allah

(Baca juga : Ombudsman Sebut Ada Praktik Korupsi dengan Modus yang Lebih Canggih )

Menurut dai yang rutin mengisi kajian di berbagai tempat ini, ada banyak hal yang dikerjakan oleh manusia karena faktor ketidaktahuan dia dengan yang ghaib, dengan apa yang akan terjadi, mana yang baik dan mana yang buruk, dia tidak tahu. Maka di sini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan sebuah doa, yaitu ketika engkau mempunyai pilihan, engkau hendak mengambil sebuah keputusan yang memang tidak tahu baik dan buruknya.

Kalau kita tahu baiknya, ini sudah selesai. Tidak ada orang istikharah memilih antara puasa sunnah atau tidak. Karena pilihan terbaiknya adalah puasa, tidak perlu istikharah dalam masalah ini. Tapi ada perkara-perkara yang memang ghaib masa depannya, kita tidak tahu.

(Baca juga : Manusia Tengah Berada di Zaman Keemasan Misi Ruang Angkasa )

Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu ‘Anhuma, dia berkata:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يعلمنا الاستخارة في الأمور كالسورة من القرآن إذا هم بالأمر فليركع ركعتين

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau mengajarkan kepada kami untuk istikharah…”

Apa makna istikharah? Yaitu sebuah permohonan, meminta pilihan dari Allah ‘Azza wa Jalla. Jadi istikharah ini bukan jalan untuk mengetahui yang ghaib. Kita sedang meminta pilihan kepada Allah ‘Azza wa Jalla untuk mendapatkan kebaikan dan agar terhindar dari keburukan. Hal ini karena manusia tidak tahu dengan yang baik. Maka di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam mengajarkan kepada para sahabat istikharah dalam perkara-perkara yang memang diperlukan untuk istikharah. Yaitu perkara yang kita tidak tahu dengan hasilnya nanti bagaimana.

(Baca juga : Pengamat Sebut 6 Anggota FPI Tak Ada Hubungannya dengan Teroris )

Di sini disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan istikharah ini dalam perkara-perkara seperti beliau mengajarkan surat dari Al-Qur’anul Karim. Hal ini menunjukkan pentingnya perkara ini. Karena tadi kita singgung bahwa ada orang-orang yang dia tidak tahu untuk menentukan lalu dia cari orang pintar. Padahal “orang pintar” itu juga sama, mereka tidak tahu dengan yang ghaib.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam benar-benar memperhatikan masalah istikharah. Beliau mengatakan:

إذا هم بالأمر فليركع ركعتين

“Kalau seseorang berkeinginan untuk melakukan sebuah tindakan, hendaklah dia shalat sunnah dua rakaat.

(Baca juga : Orang Tua Laskar FPI: Ini Extra Judicial Killing, Sudahlah Jangan Diputar Kemana-mana )

Dan pelaksanaan salat dua rakaat ini menurut jumhur ulama tidak boleh dilakukan di waktu larangan. Yaitu setelah subuh, dimana kita tahu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang salat sunnah setelah salat subuh. Beliau mengatakan:

لا صلاة بعد الفجر حتى تطلع الشمس

“Tidak ada salat sunnah setelah salat subuh sampai matahari terbit.” (HR. Muslim)

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3355 seconds (0.1#10.140)