Kisah Mengharukan, Begini Ucapan Para Khalifah dan Orang Saleh Jelang Ajalnya (3)
loading...
A
A
A
Menjelang kematiannya, Khalifah Harun Al-Rasyid (Bani Abbasiyyah) tampak sedang memilih kain kafannya sendiri. Dan setelah mengamat-amatinya ia lalu membaca ayat: "Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku daripadaku."
Pada suatu hari Khalifah Al-Makmun menaburkan abu ke tanah lalu ia berbaring di atasnya seraya berkata, "Wahai Pemilik kerajaan yang abadi, tolong kasihanilah pemilik kerajaan yang sementara ini."
Menjelang ajalnya, Khalifah Al-Mu'tashim berkata, "Seandainya aku tahu kalau usiaku sesingkat ini, tentu aku tidak mau menjadi seorang khalifah."
[Baca Juga: Ucapan Para Khalifah dan Orang-orang Saleh Menjelang Ajalnya (Bagian 1)]
Khalifah Al-Muntashir merasa gelisah ketika ajalnya sudah kian dekat. Seseorang berusaha menghiburnya, "Jangan khawatir, wahai Amirul Mukminin." Tapi sang khalifah menjawab, "Masalahnya adalah, dunia akan segera berlalu dan akhirat akan tiba."
Menjelang ajalnya, Gubernur Amr ibnul-'Ash memandang beberapa buah peti, lalu berkata kepada putra-putranya, "Siapa di antara kalian yang mau membawa pergi peti-peti ini berikut isinya? Aduh, seandainya peti-peti ini berisi kotoran sapi."
Ketika akan meninggal dunia, Al-Hajjaj berdoa: "Ya Allah, ampunilah aku. Sesungguhnya semua orang berkata bahwa Engkau tidak akan mengampuniku." Umar bin Abdul Aziz merasa kagum dan tertarik mendengar kata-kata itu. Ketika hal itu ia ceritakan kepada Hasan Al-Bashri, ia bertanya, "Benarkah ia mengucapkan kata-kata itu?" Umar menjawab, "Benar!" Al-Hasan berkata, "Mudah-mudahan Allah mengampuninya."
Saat menjelang ajalnya, Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu berkata, "Ya Allah, dahulu aku takut kepada-Mu, tetapi sekarang aku hanya berharap kepada-Mu. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku belum pernah jatuh cinta kepada dunia ini atau ingin hidup kekal di dalamnya hanya karena mengalirnya sungai-sungai, atau indahnya pepohonan. Tetapi aku masih ingin menahan haus di tengah hari yang terik, bergelut dengan waktu, dan berkumpul dengan para ulama seraya duduk bersila di dalam majelis zikir."
Ketika sakaratul maut memuncak, ia membuka kelopak matanya setiap kali siuman dari pingsannya dan berkata, "Ya Allah, cabutlah nyawaku dengan cara apa pun yang Engkau kehendaki. Dan demi segenap kemuliaan-Mu, Engkau tahu bahwa hatiku mencintai-Mu."
(Baca Juga: Mengapa Takut Mati? Quraish Shihab Bilang Mati Itu Lezat dan Nikmat)
Pada saat-saat kematian menghampiri Salman Al-Farisi , beliau menangis. Seseorang bertanya, "Kenapa engkau menangis?" Salman menjawab, "Aku menangis bukan karena rasa berat hati meninggalkan dunia ini. Sebab, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa Aalihi wa shahbihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita bahwa bekal kita dari dunia ini harus cuma sekadar bekal seorang pengembara." Sepeninggal Salman, harta yang ditinggalkannya dihitung, dan ternyata jumlahnya hanya sepuluh dirham lebih sedikit saja.
Ketika ajal Bilal bin Rabah telah dekat, istrinya menangis, "Aduh, malang nian!" Bilal menyanggah, "Jangan mengeluh seperti itu. Tetapi katakanlah: "Aduh, bahagianya." Sebab, besok aku akan segera bertemu dengan orang-orang yang aku cintai, yakni Muhammad dan para sahabatnya."
Diriwayatkan bahwa menjelang ajalnya, Abdullah bin Mubarak membuka matanya. Ia tersenyum, lalu membaca ayat: "Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja."
Saat merasa ajal kematiannya hampir tiba, Ibrahim an-Nakh'i menangis. Seorang temannya bertanya, "Kenapa engkau menangis?" Ia menjawab, "Aku sedang menunggu utusan dari Allah yang akan mengabariku, apakah aku akan masuk surga atau neraka."
[Baca Juga: Ucapan Para Khalifah dan Orang Saleh Menjelang Ajalnya (Bagian 2)]
(Bersambung)!
Sumber:
Dibalik Tabir Kematian karya Imam Al-Ghazali
Pada suatu hari Khalifah Al-Makmun menaburkan abu ke tanah lalu ia berbaring di atasnya seraya berkata, "Wahai Pemilik kerajaan yang abadi, tolong kasihanilah pemilik kerajaan yang sementara ini."
Menjelang ajalnya, Khalifah Al-Mu'tashim berkata, "Seandainya aku tahu kalau usiaku sesingkat ini, tentu aku tidak mau menjadi seorang khalifah."
[Baca Juga: Ucapan Para Khalifah dan Orang-orang Saleh Menjelang Ajalnya (Bagian 1)]
Khalifah Al-Muntashir merasa gelisah ketika ajalnya sudah kian dekat. Seseorang berusaha menghiburnya, "Jangan khawatir, wahai Amirul Mukminin." Tapi sang khalifah menjawab, "Masalahnya adalah, dunia akan segera berlalu dan akhirat akan tiba."
Menjelang ajalnya, Gubernur Amr ibnul-'Ash memandang beberapa buah peti, lalu berkata kepada putra-putranya, "Siapa di antara kalian yang mau membawa pergi peti-peti ini berikut isinya? Aduh, seandainya peti-peti ini berisi kotoran sapi."
Ketika akan meninggal dunia, Al-Hajjaj berdoa: "Ya Allah, ampunilah aku. Sesungguhnya semua orang berkata bahwa Engkau tidak akan mengampuniku." Umar bin Abdul Aziz merasa kagum dan tertarik mendengar kata-kata itu. Ketika hal itu ia ceritakan kepada Hasan Al-Bashri, ia bertanya, "Benarkah ia mengucapkan kata-kata itu?" Umar menjawab, "Benar!" Al-Hasan berkata, "Mudah-mudahan Allah mengampuninya."
Saat menjelang ajalnya, Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu berkata, "Ya Allah, dahulu aku takut kepada-Mu, tetapi sekarang aku hanya berharap kepada-Mu. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku belum pernah jatuh cinta kepada dunia ini atau ingin hidup kekal di dalamnya hanya karena mengalirnya sungai-sungai, atau indahnya pepohonan. Tetapi aku masih ingin menahan haus di tengah hari yang terik, bergelut dengan waktu, dan berkumpul dengan para ulama seraya duduk bersila di dalam majelis zikir."
Ketika sakaratul maut memuncak, ia membuka kelopak matanya setiap kali siuman dari pingsannya dan berkata, "Ya Allah, cabutlah nyawaku dengan cara apa pun yang Engkau kehendaki. Dan demi segenap kemuliaan-Mu, Engkau tahu bahwa hatiku mencintai-Mu."
(Baca Juga: Mengapa Takut Mati? Quraish Shihab Bilang Mati Itu Lezat dan Nikmat)
Pada saat-saat kematian menghampiri Salman Al-Farisi , beliau menangis. Seseorang bertanya, "Kenapa engkau menangis?" Salman menjawab, "Aku menangis bukan karena rasa berat hati meninggalkan dunia ini. Sebab, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa Aalihi wa shahbihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita bahwa bekal kita dari dunia ini harus cuma sekadar bekal seorang pengembara." Sepeninggal Salman, harta yang ditinggalkannya dihitung, dan ternyata jumlahnya hanya sepuluh dirham lebih sedikit saja.
Ketika ajal Bilal bin Rabah telah dekat, istrinya menangis, "Aduh, malang nian!" Bilal menyanggah, "Jangan mengeluh seperti itu. Tetapi katakanlah: "Aduh, bahagianya." Sebab, besok aku akan segera bertemu dengan orang-orang yang aku cintai, yakni Muhammad dan para sahabatnya."
Diriwayatkan bahwa menjelang ajalnya, Abdullah bin Mubarak membuka matanya. Ia tersenyum, lalu membaca ayat: "Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja."
Saat merasa ajal kematiannya hampir tiba, Ibrahim an-Nakh'i menangis. Seorang temannya bertanya, "Kenapa engkau menangis?" Ia menjawab, "Aku sedang menunggu utusan dari Allah yang akan mengabariku, apakah aku akan masuk surga atau neraka."
[Baca Juga: Ucapan Para Khalifah dan Orang Saleh Menjelang Ajalnya (Bagian 2)]
(Bersambung)!
Sumber:
Dibalik Tabir Kematian karya Imam Al-Ghazali
(rhs)