Haul Rumi, Kyai Budi: Tak Boleh Batal, Meski Beda Ruang dan Waktu

Jum'at, 17 April 2020 - 12:27 WIB
loading...
Haul Rumi, Kyai Budi:...
Cinta bisa mengubah segalanya dan kita bisa melakukan hal yang terbaik bagi sesama. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Tanpa cinta, semua ibadah hanyalah beban,
Semua tarian hanyalah rutinitas,
Semua musik hanyalah bunyian semata.
Seluruh tetes hujan dari surga hanya sekedar jatuh ke samudera.
Tanpa cinta, tak satu tetespun dapat menjadi mutiara.

Itu adalah satu bait goresan Maulana Jalaluddin Rumi. Pada tahun ini mestinya sudah memasuki tahun ke-746 wafatnya sufi legendaris ini. Di Indonesia, haul atau upacara peringatan ulang tahun wafatnya Rumi sedianya direncanakan digelar di Masjid Agung Semarang, Jawa Tengah pada 18 -19 April 2020. Sayang, karena wabah virus corona, haul ini dilakukan secara online.

Tokoh penggerak dan penggiat tari Sufi Semarang, KH Amin Maulana Budi Harjono, mengatakan haul tetap akan digelar secara nasional melalui media sosial atau medsos. "Agenda acara yang akan berlangsung pada tanggal 18 April 2020, mulai dari pagi hingga malam hari ini akan disiarkan melalui live streaming," katanya.

Dia berharap setiap wilayah bisa menyelenggarakan kegiatan sederhana yang terpenting tidak di ruang publik tanpa mengurangi maknanya.

Berdasarkan rundown acara pagi hingga sore hari akan disiarkan langsung liputan para pelukis dari berbagai daerah di nusantara. Dan pada malam hari mulai pukul 20.00 WIB hingga selesai ini akan disiarkan langsung pementasan tari sufi dari masing-masing daerah.

KH Amin Maulana mengakui hal ini sangat berat, tetapi semuanya demi cinta dan kemanusiaan. "Kita jangan sampai menyerah, karena keadaan. Cinta bisa mengubah segalanya dan kita bisa melakukan hal yang terbaik bagi sesama," ujarnya.

Kepekatan rindu dan cinta yang kita miliki, menurut dia, bisa terobati tanpa memukul diri dan dan merugikan sesama. "Ada saatnya nanti kita bersua bersama Tari Sufi Nuswantara atas momentum cinta yang kita miliki, ” ujar kyai yang juga sering dipanggil Abah ini.

Menurut Abah, haul nasional Rumi ke -746 tak boleh batal, meskipun beda ruang dan waktu, namun jiwa-jiwa tetap menyatu di langit cakrawala nusantara menjadi doa. “Hanya melalui acara seperti ini kita bisa berdamai dengan situasi dan kondisi,” ujarnya.

Lalu siapa tokoh sufi yang melegenda ini?
Maulana Jalaluddin Rumi adalah seorang pujangga atau penyair muslim dari Persia abad ke -13. Ia lebih dikenal sebagai seorang sufi mistik. Rumi telah diakui sebagai seorang ahli spiritual terbesar dan penyair intelek yang hebat sepanjang sejarah.

Hasil karya besarnya berupa syair telah dikenal sangat baik oleh seluruh dunia, khususnya di kalangan pujangga Persia, Afghanistan, Iran dan Tajikistan. Beberapa syair Rumi juga sangat populer di seluruh dunia dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Latar belakang keluarganya memang sangat dekat dengan ilmu agama. Karenanya, Rumi juga mengisi hari-harinya semenjak kecil dengan berbagai ilmu agama dan ilmu kebatinan.

Di bawah bimbingan dari Sayyed Termazi, Rumi belajar tentang ilmu Sufi. Ia mempelajari mengenai ilmu spiritual dan rahasia tentang jiwa dan dunia ini. Setelah ayahnya, Bahaduddin, meninggal di tahun 1231 Masehi, Rumi pun melanjutkan posisinya sebagai seorang guru agama terkemuka di sana.

Rumi juga menjadi seorang Imam dan penceramah di Konya untuk meneruskan tugas sang ayah. Ketika itu, usia Rumi masih 24 tahun. Meski masih muda, ia berhasil membuktikan bahwa dirinya adalah seorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam terutama mengenai ilmu agama.

Di tahun 1244 Masehi, Rumi sudah menjadi seorang guru dan seorang ahli agama. Pada tahun tersebutlah, ia berjumpa dengan seorang musafir atau pengembara yang bernama Shamsuddin of Tabriz.

Pertemuannya dengan Shamsuddin atau yang akrab disapa Shams inilah yang kemudian menjadi momentum atau titik perubahan dari hidup Rumi. Mereka pun menjadi sahabat yang sangat dekat satu sama lain.

Sayangnya, ketika Shams berkunjung ke Damascus, ia terbunuh. Desas desus mengatakan bahwa Shams dibunuh oleh salah seorang murid Rumi yang tidak senang melihat kedekatan Sham dengan gurunya tersebut.

Tentu saja Rumi sangat sedih dan terpukul atas kematian Shams. Lalu, ia pun mengungkapkan rasa kasih sayangnya terhadap Shams dan penyesalan atas kematiannya dalam bentuk musik, tarian, dan syair.

Selama hampir 10 tahun setelah pertemuannya dengan Shamsuddin, Rumi pun terus mengabdikan dirinya untuk menulis ghazal atau sastra puisi yang merujuk pada sebuah tangisan kematian.

Ghazal yang ditulisnya ini diberinya nama Diwan-e-Kabir or Diwan-e Shams-e Tabrizi. Ketika menulis ghazal ini, ia bertemu dengan seorang tukang emas bernama “Salaud-Din-e Zarkub”. Salaud-Din-e Zarkub lah yang kemudian selalu menemani Rumi dalam berkarya.

Di Anatolia Rumi menyelesaikan enam volume dari karya besarnya yang dikenal sebagai Masnawi atau dalam bahasa Inggris disebut “The Masnavi”.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2563 seconds (0.1#10.140)