Perpecahan di Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, Dipicu Soal Pembagian Ghanimah

Kamis, 21 Januari 2021 - 18:23 WIB
loading...
Perpecahan di Masa Khalifah...
Ilustrasi Ali Bin Abi Thalib/Ist/mhy
A A A
KOTA Madinah yang sejak masa hidupnya Rasulullah SAW menjadi pusat kepemimpinan agama dan pemerintahan, selama delapan hari sejak terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan berada dalam keadaan serba tak menentu. Tidak ada kemantapan dan tidak ada ketertiban hukum. Kaum pembangkang yang datang dari luar Madinah, banyak yang berusaha mengadakan kegiatan pengacauan di kota tersebut.

Beberapa kelompok kaum Muhajirin dan Anshar mengalami berbagai hambatan dalam menentukan sikap. Sedangkan pemuka-pemuka Bani Umayyah, secara diam-diam mulai "mengkambing-hitamkan" Ali bin Abi Thalib r.a. Mereka melancarkan tuduhan, bahwa Ali lah yang "membunuh Utsman" atau "melindungi kaum pemberontak".

Dengan tuduhan itu mereka mengharap Ali akan ditinggalkan oleh para pendukungnya dan dengan demikian ia bisa terguling dari kedudukannya sebagai Amirul Mukminin.

Tidak berapa lama sesudah Ali mengucapkan amanatnya yang pertama, muncullah persoalan baru. Waktu itu hanyak orang sedang berkerumun untuk menerima pembagian harta ghanimah dari Baitul Mal.

Kepada seorang jurutulis, Ubaidillah bin Abi Rafi', Amirul Mukminin memerintahkan supaya pembagian dimulai dari kaum Muhajirin, dengan masing-masing diberi 3 dinar. Kemudian menyusul kaum Anshar. Semuanya mendapat jumlah yang sama, yaitu 3 dinar.

Waktu itu, seorang bernama Sahl bin Hanif bertanya: apakah dua budaknya yang baru dimerdekakan hari itu, juga akan menerima jumlah yang sama? Dengan tegas Ali r.a. mengatakan, bahwa semua orang menerima hak yang sama yaitu 3 dinar.

Ketika pembagian ghanimah berlangsung, beberapa orang tokoh penting tidak hadir. Di antara yang tidak hadir itu ialah Thalhah bin Ubaidillah , Zubair bin Al-'Awwam , Abdullah bin Umar , Said bin Al-Ash.

Perubahan Drastis
Beberapa waktu setelah pembagian ghanimah dilaksanakan, timbullah ketegangan antara Khalifah Ali dengan sekelompok orang-orang Quraiys. Peristiwanya terjadi di Masjid Madinah , sehabis salat subuh .

Selesai mengimami salat, Amirul Mukminin duduk seorang diri. Kemudian ia didekati oleh Al-Walid bin Uqbah bin Abi Mu'aith. Atas nama teman-temannya (termasuk yang tidak hadir pada saat pembagian ghanimah) ia mengatakan kepada Khalifah Ali: "Ya Abal Hasan (nama panggilan Imam Ali ra.), hati kami semua sudah pernah anda sakiti. Tentang aku sendiri, ayahku telah anda tewaskan dalam perang Badr, tetapi aku tetap dapat bersabar. Lalu dalam peristiwa lain, anda tidak mau menolong saudaraku. Tentang Sa'id, dalam perang Badr juga ayahnya telah anda tewaskan. Sedang mengenai Marwan, anda juga pernah menghina ayahnya di depan Khalifah Utsman bin Affan, yaitu ketika Marwan diangkat sebagai pembantunya."

Setelah berhenti sejenak untuk mengubah gaya duduknya, Al-Walid melanjutkan: "Mereka itu semuanya adalah kaum kerabat anda sendiri dan di antara mereka itu bahkan terdapat beberapa orang terkemuka dari Bani Abdi Manaf. Sekarang kami telah membai'at anda, tetapi kami mengajukan syarat. Yaitu agar anda tetap memberikan kepada kami jumlah pembagian ghanimah yang selama ini sudah diberikan oleh Khalifah Utsman kepada kami."

Setelah berpikir sejenak, Al-Walid meneruskan: "Selain itu, anda harus dapat menjatuhkan hukuman mati kepada orang yang telah membunuh Utsman bin Affan. Ketahuilah, jika kami ini merasa takut kepada anda, tentu anda sudah kami tinggalkan dan kami bergabung dengan Muawiyah di Syam."

Kalimat yang terakhir ini jelas merupakan intimidasi politik yang dapat dikaitkan dengan rencana gelap Muawiyah bin Abi Sofyan di Syam.

Tanpa ragu-ragu Ali bin Abi Thalib r.a. secara terus terang menjawab intimidasi politik Al-Walid itu. Ia berkata: "Tentang tindakan-tindakan yang kalian sebut sebagai menyakiti hati kalian, sebenarnya kebenaran Allah-lah yang menyakiti hati kalian. Tentang jumlah pembagian harta yang selama ini kalian terima dari Khalifah Utsman, kutegaskan, bahwa aku tidak akan mengurangi atau menambah hak yang telah ditetapkan Allah bagi kalian dan bagi orang-orang
lain."

"Adapun mengenai keinginan kalian supaya aku menjatuhkan hukuman mati kepada orang yang membunuh Utsman, jika aku memang wajib membunuhnya, tentu sudah kubunuh sejak kemarin-kemarin."

Jika kalian takut kepadaku, akulah yang akan menjamin keselamatan kalian. Tetapi jika aku yang takut kepada kalian, kalian akan kusuruh pergi!"

Mendengar jawaban Ali bin Abi Thalib yang begitu tegas, Al-Walid beranjak meninggalkan tempat, kemudian mendekati teman-temannya yang sedang bergerombol di sudut lain dalam masjid.

Kepada mereka Al-Walid menyampaikan apa yang baru didengarnya sendiri dari Amirul Mukminin. Tampaknya mereka tidak mempunyai persamaan pendapat tentang bagaimana cara menunjukkan sikap menentang Ali bin Abi Thalib dan bagaimana cara menyebarkan rasa permusuhan terhadapnya.

Perbedaan pendapat di antara kelompok Al-Walid itu didengar oleh Ammar bin Yasir, yang kemudian segera menyampaikannya kepada teman-temannya. Ammar mengajak beberapa orang temannya untuk menentukan tindakan sendiri terhadap kelompok Al-Walid, guna membuktikan kesetiaannya kepada Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi setelah dipertimbangkan masak-masak, akhirnya mereka berpendapat lebih baik melaporkan kejadian itu kepada Amirul Mukminin.

Bersama-sama dengan Abul Haitsam, Abu Ayub bin Hanif dan beberapa orang lainnya lagi, Ammar bin Yasir mendatangi Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Setelah melaporkan apa yang didengarnya, ia mendorong agar Khalifah cepat bertindak untuk memperkokoh kepemimpinannya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2582 seconds (0.1#10.140)