Nasehat Imam Al-Ghazali dalam Mengendalikan Amarah
loading...
A
A
A
Setiap manusia pasti memiliki rasa marah . Secara istilah marah adalah perubahan dalam diri atau emosi yang dibawa oleh kekuatan dan rasa dendam demi menghilangkan gemuruh di dalam dada.
Marah memiliki tanda-tanda zhahir yang menunjukkannya, dan tanda-tanda yang dapat diketahui dengannya di antaranya: 1. Mengejangnya urat dan otot disertai memerahnya wajah dan kedua mata. 2. Wajah yang cemberut (muram) dan dahi yang mengerut. 3. Permusuhan dengan orang lain melalui lisan, tangan, kaki, atau yang semisalnya. 4. Membalas musuh dengan balasan yang setimpal dengannya atau lebih parah darinya, tanpa memikirkan akibat-akibatnya yang fatal dan seterusnya.
Dalam Islam marah terbagi dua, marah yang terpuji dan marah yang tercela. Marah yang terpuji, yaitu bila dilakukan dalam rangka membela diri, kehormatan, harta, agama, hak-hak umum atau menolong orang yang dizhalimi . Marah yang tercela adalah marah sebagai tindakan balas dendam demi dirinya sendiri.
Rasa-rasanya tak ada manusia yang tidak pernah marah. Baik Nabi, Rasul, hingga ulama pasti pernah marah. Wajar saja karena marah merupakan reaksi alami manusia akan sebuah kejadian.
Walaupun wajar dialami, amarah dapat membutakan mata, menulikan telinga, dan mematikan hati. Berawal dari amarahlah, seseorang dapat dengan mudah berkata kasar dan melakukan kekerasan hingga menimbulkan perpecahan.
Cicit Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, Ja’far bin Muhammad Rahimahullah pernah berkata, “Marah adalah kunci dari setiap keburukan.”
Oleh sebab itu hendaknya kita sebagai muslim dapat mengendalikan amarah kita. Hal ini juga sebagaimana anjuran Rasulullah kepada salah seorang sahabat.
Dalam sebuah hadis disebutkan,
“Seorang laki-laki pernah meminta nasihat, ‘Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku dengan sebuah perbuatan dan sedikitkanlah (jangan banyak-banyak).’ Nabi menjawab, ‘Janganlah kamu marah.’ Laki-laki tersebut mengulangi permintaannya, lalu Nabi tetap menjawab, ‘Janganlah kamu marah.’” (HR. Bukhari).
Walau demikian, menahan amarah bukanlah hal mudah, Rasulullah menyebutkan bahwasanya mereka yang mampu menahan amarah adalah orang yang amat perkasa. Rasulullah bersabda, “Orang perkasa itu bukanlah orang yang mampu membanting lawannya. Tetapi, siapa yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah, itulah orang yang perkasa.” (HR. Muslim).
Lantas bagaimana cara mengendalikan amarah? Melansir dari laman NU Online, berikut tips mengendalikan amarah dari Imam Al Ghazali Rahimahullah.
1. Menyadari pahala yang besar saat menahan amarah
Langkah pertama adalah mengingat pahala yang Allah janjikan untuk mereka yang mampu menahan amarah.
“Pertama, berpikir tentang ayat atau hadits Nabi tentang keutamaan menahan amarah, memaafkan, bersikap ramah dan menahan diri, sehingga dirinya terdorong untuk menggapai pahalnya dan mencegah dirinya untuk membalas, serta dapat memadamkan amarahnya.”
2. Teringat dosa yang dapat timbul jika marah
Jika pahal belum mampu menahan kita dari amarah, cobalah pertimbangkan dosa yang mungkin timbul jika kita marah.
Marah memiliki tanda-tanda zhahir yang menunjukkannya, dan tanda-tanda yang dapat diketahui dengannya di antaranya: 1. Mengejangnya urat dan otot disertai memerahnya wajah dan kedua mata. 2. Wajah yang cemberut (muram) dan dahi yang mengerut. 3. Permusuhan dengan orang lain melalui lisan, tangan, kaki, atau yang semisalnya. 4. Membalas musuh dengan balasan yang setimpal dengannya atau lebih parah darinya, tanpa memikirkan akibat-akibatnya yang fatal dan seterusnya.
Dalam Islam marah terbagi dua, marah yang terpuji dan marah yang tercela. Marah yang terpuji, yaitu bila dilakukan dalam rangka membela diri, kehormatan, harta, agama, hak-hak umum atau menolong orang yang dizhalimi . Marah yang tercela adalah marah sebagai tindakan balas dendam demi dirinya sendiri.
Rasa-rasanya tak ada manusia yang tidak pernah marah. Baik Nabi, Rasul, hingga ulama pasti pernah marah. Wajar saja karena marah merupakan reaksi alami manusia akan sebuah kejadian.
Walaupun wajar dialami, amarah dapat membutakan mata, menulikan telinga, dan mematikan hati. Berawal dari amarahlah, seseorang dapat dengan mudah berkata kasar dan melakukan kekerasan hingga menimbulkan perpecahan.
Cicit Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, Ja’far bin Muhammad Rahimahullah pernah berkata, “Marah adalah kunci dari setiap keburukan.”
Oleh sebab itu hendaknya kita sebagai muslim dapat mengendalikan amarah kita. Hal ini juga sebagaimana anjuran Rasulullah kepada salah seorang sahabat.
Baca Juga
Dalam sebuah hadis disebutkan,
“Seorang laki-laki pernah meminta nasihat, ‘Wahai Rasulullah, perintahkanlah aku dengan sebuah perbuatan dan sedikitkanlah (jangan banyak-banyak).’ Nabi menjawab, ‘Janganlah kamu marah.’ Laki-laki tersebut mengulangi permintaannya, lalu Nabi tetap menjawab, ‘Janganlah kamu marah.’” (HR. Bukhari).
Walau demikian, menahan amarah bukanlah hal mudah, Rasulullah menyebutkan bahwasanya mereka yang mampu menahan amarah adalah orang yang amat perkasa. Rasulullah bersabda, “Orang perkasa itu bukanlah orang yang mampu membanting lawannya. Tetapi, siapa yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah, itulah orang yang perkasa.” (HR. Muslim).
Lantas bagaimana cara mengendalikan amarah? Melansir dari laman NU Online, berikut tips mengendalikan amarah dari Imam Al Ghazali Rahimahullah.
1. Menyadari pahala yang besar saat menahan amarah
Langkah pertama adalah mengingat pahala yang Allah janjikan untuk mereka yang mampu menahan amarah.
“Pertama, berpikir tentang ayat atau hadits Nabi tentang keutamaan menahan amarah, memaafkan, bersikap ramah dan menahan diri, sehingga dirinya terdorong untuk menggapai pahalnya dan mencegah dirinya untuk membalas, serta dapat memadamkan amarahnya.”
2. Teringat dosa yang dapat timbul jika marah
Jika pahal belum mampu menahan kita dari amarah, cobalah pertimbangkan dosa yang mungkin timbul jika kita marah.