Siasat Licik Amr bin Al-Ash Membuat Terjadinya Pembelotan Pasukan Ali bin Abu Thalib

Jum'at, 05 Februari 2021 - 16:52 WIB
loading...
Siasat Licik Amr bin Al-Ash Membuat Terjadinya Pembelotan Pasukan Ali bin Abu Thalib
Ilustrasi/Ist
A A A
Pertengahan bulan Syafar tahun 37 Hijriyah ditandai oleh suatu pertempuran dahsyat antara dua pasukan yang berlangsung penuh sepanjang hari. Pada hari kedua, terjadi pertempuran yang paling hebat, yang sebelumnya tak pernah dikenal dalam sejarah Islam .



Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini memaparkan, menurut kebiasaan bila senja tiba, pertempuran dihentikan, tetapi kali ini pertempuran diteruskan di kegelapan malam. Darah membasahi bumi Shiffin . Prajurit dan komandan berguguran. Bapak melawan anak, saudara bertempur melawan saudara, muslim membunuh muslim.

Malam dilewatkan dengan pertumpahan darah yang tiada hentinya hingga fajar menyingsing.

Setelah beberapa hari bertempur dan Muawiyah melihat pasukannya mulai kewalahan, ia berpaling kepada Amr bin Al Ash selaku penasehatnya agar dapat memberikan saran-saran.

Amr bin Al Ash muncul dengan tipu muslihatnya. Ia perintahkan kepada semua anggota pasukan supaya menancapkan lembaran-lembaran Al Qur'an di ujung senjata masing-masing dan mengangkatnya setinggi mungkin agar mudah diketahui oleh pasukan Kufah.

Sejalan dengan itu terdengarlah mereka berseru: "Inilah Kitab Allah. Inilah Al Qur'an yang dari awal hingga akhir tetap berada di antara kita. Allah, Allah, jaga dan lindungilah bangsa Arab. Allah, Allah, jaga dan lindungilah agama Islam. Allah, Allah, lindungilah negeri kami. Siapakah yang akan menjaga Syam dari serangan musuh (Romawi) apabila tentara Syam binasa? Dan siapa pulakah yang akan melindungi Iraq apabila tentaranya musnah?"

Tujuan dari gerak-tipu itu ialah agar pasukan Kufah mengira, bahwa pasukan Syam sekarang telah bersedia menerima penyelesaian secara damai berdasarkan hukum Allah.

Terpecah
Melihat pasukan Syam mengacung-acungkan lembaran Al Qur'an, pikiran pasukan Khalifah Ali bin Abu Thalib terpecah dalam berbagai pendapat. Yang tinggi kewaspadaan politiknya memperkirakan bahwa itu hanya tipu-muslihat belaka, guna mengelabui pasukan Ali bin Abu Thalib r.a. sehingga situasi buruk yang mereka alami dapat diubah menjadi baik.

Sedang yang dangkal pengertian politiknya menganggap, bahwa perbuatan pasukan Syam itu bukan tipu muslihat, melainkan benar-benar bermaksud jujur, mengajak kembali kepada ajaran dan perintah agama. Karena itu harus disambut dengan jujur. Ini jauh lebih baik daripada perang berkobar terus sesama kaum muslimin.

Selain itu ada pula kelompok yang hendak menunggangi situasi itu agar peperangan cepat dihentikan. Mereka sudah jemu dengan peperangan dan sangat merindukan perdamaian.

Tidak selang berapa lama datanglah berduyun-duyun sejumlah orang kepada Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a. Mereka menuntut supaya peperangan segera dihentikan. Tuntutan mereka itu ditolak oleh Ali bin Abu Thalib r.a., karena ia yakin, bahwa apa yang diperbuat oleh orang-orang Syam itu hanya tipu-muslihat.

Kepada mereka yang menuntut dihentikannya peperangan, Ali bin Abu Thalib menegaskan: "Itu hanya tipu-daya dan pengelabuan! Aku ini lebih mengenal mereka daripada kalian! Mereka itu bukan pembela-pembela Al-Qur'an dan agama Islam. Aku sudah lama mengenal mereka dan mengetahui soal-soal mereka, mulai dari yang kecil-kecil sampai yang besar-besar. Aku tahu mereka itu meremehkan agama dan sedang meluncur ke arah kepentingan duniawi.

Oleh sebab itu janganlah kalian terpengaruh oleh perbuatan mereka yang mengibarkan lembaran-lembaran Al-Qur'an. Bulatkanlah tekad kalian untuk berperang terus sampai tuntas. Kalian sudah berhasil mematahkan kekuatan mereka. Mereka sekarang sudah loyo dan tidak lama lagi akan hancur!"

Pembelotan
Mereka tetap tidak mau mengerti, bahwa itu hanya tipu-muslihat. Mereka mendesak terus agar perang dihentikan dan mengancam tidak mau mendukung Ali bin Abu Thalib lagi bila perang diteruskan. Mereka bukan hanya sekadar menggertak dan mengintimidasi, bahkan mereka sampai berani "memerintahkan" Ali bin Abu Thalib r.a. supaya mengeluarkan instruksi penghentian perang dan menarik semua sahabatnya yang masih berkecimpung di medan tempur.

Benar-benar terlalu! Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a. sampai "diperintah" supaya cepat-cepat menarik Al-Asytar yang sedang memimpin pertempuran! Lebih dari itu, mereka juga mengancam akan menangkap dan menyerahkan Ali bin Abu Thalib r.a. kepada Muawiyah, jika ia tidak mau memenuhi tuntutan mereka!

Tidak sedikit jumlah pasukan Khalifah Ali bin Abu Thalib yang berbuat sejauh itu. Mereka bersumpah tidak akan meninggalkan Ali bin Abu Thalib r.a. dan akan terus mengepungnya, sebelum Ali bin Abu Thalib r.a. melaksanakan "perintah" mereka.

Kedudukan Ali bin Abu Thalib r.a. benar-benar sulit, bahkan rawan dan gawat. Melanjutkan peperangan berarti membuka lubang perpecahan. Menghentikan peperangan juga berarti membangkitkan perlawanan kelompok yang lain, yang tidak percaya kepada tipumuslihat musuh. Ini juga berarti perpecahan.

Khalifah Ali bin Abu Thalib benar-benar "tergiring" ke posisi sulit akibat muslihat politik "tahkim" yang dilancarkan Muawiyah dan Amr.

Setelah kaum pembelot tak dapat diyakinkan lagi, Ali bin Abu Thalib r.a. terpaksa memanggil Al Asytar dan memerintahkan supaya menghentikan peperangan.

Pada mulanya Al Asytar menolak, karena ia tidak mengerti sebabnya Ali bin Abu Thalib r.a. sampai bertindak sejauh itu. Kepada suruhan Ali bin Abu Thalib r.a., Al Asytar berkata: "Bagaimana aku harus kembali dan bagaimana peperangan harus kuhentikan, sedangkan tanda-tanda kemenangan sudah tampak jelas! Katakan saja kepada Ali bin Abu Thalib, supaya ia memberi waktu kepadaku barang satu atau dua jam saja!"

Al Asytar membantah, sebab suruhan Ali bin Abu Thalib r.a. tidak menerangkan sama sekali sebab-sebabnya Ali bin Abu Thalib r.a. mengeluarkan perintah seperti itu dan tidak dijelaskan juga bagaimana keadaan yang sedang dihadapi Ali bin Abu Thalib r.a. di markas-besarnya.

Waktu suruhan Ali bin Abu Thalib r.a. kembali dan melaporkan jawaban Al Asytar, orang-orang yang sedang mengepungnya marah, gaduh, ribut dan berniat buruk terhadap Ali bin Abu Thalib r.a. Mereka berprasangka jelek.

Kemudian mereka bertanya kepada Ali bin Abu Thalib r.a.: "Apakah engkau memberi perintah rahasia kepada Al Asytar supaya tetap meneruskan peperangan dan melarang dia berhenti? Jika engkau tidak segera dapat mengembalikan Al Asytar, engkau akan kami bunuh seperti dulu kami membunuh Utsman!"

Suruhan itu diperintahkan kembali untuk menemui Al Asytar. Agar ia cepat kembali, suruhan itu melebih-lebihkan keterangan kepada Al Asytar: "Apakah engkau mau menang dalam kedudukanmu ini, sedang Ali sekarang lagi dikepung 50.000 pedang?"

"Apa sebab sampai terjadi seperti itu?" tanya Al Asytar yang ingin mendapat keterangan lebih jauh.

"Karena mereka melihat lembaran-lembaran Al Qur'an dikibarkan oleh pasukan Syam," jawab suruhan.

Sambil bersiap-siap untuk kembali menghadap Ali bin Abu Thalib r.a., Al Asytar berkata: "Demi Allah, aku sudah menduga akan terjadi perpecahan dan malapetaka pada waktu aku melihat lembaran-lembaran Al Qur'an dikibarkan orang!"

Al Asytar segera pulang. Setiba di markas-besar ia melihat Ali bin Abu Thalib r.a. dalam keadaan bahaya. Anggota-anggota pasukan yang mengepung sedang mempertimbangkan apakah Ali bin Abu Thalib r.a. dibunuh saja atau diserahkan kepada Muawiyah.

Saat itu tidak ada orang lain yang memberi perlindungan kepada Ali bin Abu Thalib r.a. kecuali dua orang puteranya sendiri Al Hasan r.a. dan Al Husein r.a. serta Abdullah Ibnu Abbas dan beberapa orang lain, yang jumlah kesemuanya tak lebih dari 10 orang.

Ketika melihat situasi yang sangat kritis itu, Al Asytar segera menerobos kepungan sambil memaki-maki mereka yang sedang mengancam-ancam: "Celaka kalian! Apakah setelah mencapai kemenangan dan keberhasilan lantas kalian mau menghentikan dukungan dan menciptakan perpecahan. Sungguh impian yang sangat kerdil. Kalian itu memang perempuan! Sungguh busuk kalian itu!"

Datanglah Al Asy'ats bin Qeis kepada Ali bin Abu Thalib r.a. lantas berkata : "Ya Amiral Mukminin, aku melihat orang-orang sudah menerima dan menyambut baik ajakan mereka (pasukan Syam) untuk mengadakan penyelesaian damai berdasarkan hukum Al Qur'an. Kalau engkau setuju, aku akan datang kepada Muawiyah untuk menanyakan apa sesungguhnya yang dimaksud dan apa yang diminta olehnya."

"Pergilah, kalau engkau mau…!" jawab Ali bin Abu Thalib r.a.

Dalam pertemuannya dengan Muawiyah, Al Asy'ats bertanya: "Untuk apa engkau mengangkat lembaran-lembaran Al Qur' an pada ujung-ujung senjata pasukanmu?"

Muawiyah menerangkan: "Supaya kami dan kalian semuanya kembali kepada apa yang diperintahkan Allah dalam Al-Qur' an. Oleh karena itu utuslah seorang yang kalian percayai, dan dari pihak kami pun akan mengutus seorang juga. Kepada kedua orang itu kita tugaskan supaya bekerja atas dasar Kitab Allah dan jangan sampai melanggarnya.

Kemudian, apa yang disepakati oleh dua orang itu kita taati bersama…" Al Asy'ats menanggapi keterangan Muawiyah itu dengan ucapan: "Itu adalah kebenaran!"

Setelah itu Al Asy'ats dan beberapa orang ulama Al-Qur'an berkata kepada Ali bin Abu Thalib r.a.: "Kita telah menerima baik tahkim berdasar Kitab Allah…, dan kami sepakat untuk memilih Abu Musa Al Asy'ariy sebagai utusan!"

Ali bin Abu Thalib r.a. menolak: "Aku tidak setuju Abu Musa ditetapkan sebagai utusan. Aku tidak mau mengangkat dia!"

Al Asy'ats menyanggah: "Kami tidak bisa menerima orang selain dia. Dialah yang telah mengingatkan kita mengenai kejadian yang sedang kita hadapi sekarang ini, yakni peperangan…"

Ali bin Abu Thalib r.a. masih tetap menolak: "Ya, tetapi aku tidak dapat menyetujui dia. Ia dulu meninggalkan aku dan berusaha mencegah orang supaya tidak membantuku. Kemudian ia lari, tetapi sebulan setelah itu ia kembali dan kujamin keselamatannya. Inilah Ibnu Abbas, orang yang akan kuangkat sebagai utusan!"

Al Asy'ats menolak sambil berdalih: "Demi Allah, kami tidak peduli. Kami menginginkan seorang yang netral, tidak condong kepadamu dan tidak condong kepada Muawiyah!"

Ali bin Abu Thalib r.a. mengajukan usul lain: "Kalau begitu, aku akan mengangkat Al Asytar!"

Dengan sinis Al Asy'ats bertanya: "Apakah bumi ini akan terbakar jika bukan Al Asytar yang kau angkat? Apakah kami hendak kau tempatkan di bawah kekuasaan Al Asytar?"

Ali bin Abu Thalib r.a. ingin mendapat penjelasan, lalu bertanya: "Kekuasaan yang bagaimana?"

Al Asy'ats menyahut: "Kekuasaan dia ialah hendak mendorong kaum muslimin terus menerus mengadu pedang sampai terlaksana apa yang diinginkan olehmu dan olehnya!"

Ali bin Abu Thalib r.a. masih berusaha menyakinkan: "Muawiyah tidak menyerahkan tugas itu kepada siapa pun selain orang yang dipercaya benar-benar olehnya, yaitu Amr bin Al Ash. Bagi orang Quraisy itu (Muawiyah) memang tidak ada yang paling baik baginya kecuali orang seperti Amr…! Kalian akan diwakili oleh Abdullah bin Abbas. Biarlah dia yang menghadapi Amr. Abdullah mampu mengatasi kesulitan yang akan dihadapkan oleh Amr kepadanya, sedangkan Amr tidak akan sanggup mengatasi kesulitan yang akan dihadapkan oleh Abdullah kepadanya.

Abdullah mampu menangkis hujjah-hujjah yang diajukan oleh Amr, sedangkan Amr tidak akan mampu menangkis hujjah-hujjah yang diajukan oleh Abdullah!"

Al Asy'ats tetap berkeras kepala. Ia berganti dalih: "Demi Allah, tidak…! Sampai kiamat pun masalah tahkim itu tidak boleh dirundingkan oleh dua orang sama-sama berasal dari Bani Mudhar.

Angkatlah orang yang dari Yaman (Abu Musa), sebab mereka sudah mengangkat orang dari Mesir (Amr)…!"

Ali bin Abu Thalib mengingatkan: "Aku khawatir kalau-kalau kalian akan terkelabui. Sebab kalau Amr sudah menuruti hawa nafsunya dalam urusan tahkim itu, ia sama sekali tidak takut kepada Allah!"

Dengan bersitegang leher Al Asy'ats berkata: "Demi Allah, kalau salah seorang dari dua perunding itu berasal dari Yaman, lalu mengambil beberapa keputusan yang tidak menyenangkan kita, itu lebih baik bagi kita daripada kalau dua orang perunding itu sama-sama berasal dari Bani Mudhar, walau mereka ini mengambil beberapa keputusan yang menyenangkan kita!"

Ali bin Abu Thalib r.a. minta ketegasan terakhir: "Jadi…, kalian tidak menghendaki selain Abu Musa?"

"Ya!" jawab Al Asy'ats.

"Kalau begitu, kerjakanlah apa yang kalian inginkan!" kata Ali bin Abu Thalib r.a. dengan hati masgul. (Bersambung)
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2448 seconds (0.1#10.140)