Muawiyah Serbu Mesir, Pasukan Khalifah Ali bin Abu Thalib Enggan Berperang
loading...
A
A
A
SETELAH perang Shiffin berhenti dan Muawiyah bin Abi Sufyan melihat tidak ada lagi serangan yang dilancarkan Khalifah Ali bin Abu Thalib r.a ., ia mengumpulkan para penasehatnya untuk dimintai pendapat tentang rencana merebut wilayah Mesir dari kekuasaan Ali bin Abu Thalib.
Kepada para penasehatnya itu Muawiyah antara lain berkata: "Kalian telah menyaksikan sendiri kemenangan yang telah dilimpahkan Allah kepada kita. Pada mulanya mereka tidak ragu-ragu hendak menghancurkan kalian, menduduki negeri kalian dan menguasai kalian. Akan tetapi Allah telah menggagalkan niat jahat mereka. Dengan pertolongan Allah kalian telah berhasil mengalahkan mereka. Kalian mohon keadilan (tahkim) kepada Allah, dan Allah sekarang telah menjatuhkan hukum-Nya atas mereka."
"Allah telah memperkokohkan persatuan kita, mempererat persaudaraan kita, membuat musuh kita berpecah-belah, saling kafir mengkafirkan dan saling bunuh membunuh."
"Demi Allah aku mengharap mudah-mudahan Allah akan lebih menyempurnakan lagi kemenangan kita. Sekarang aku sedang berpikir untuk menyerbu Mesir. Bagaimana pendapat kalian…?"
Menanggapi pertanyaan Muawiyah itu, para penasehatnya menjawab, bahwa mengenai hal itu mereka mendukung apa yang menjadi pendapat Amr Ibnul Ash .
Berdasarkan pernyataan para penasehatnya itu, Muawiyah menjelaskan: "Amr memang sudah mempunyai pendapat tegas dan bertekad hendak menyerbu Mesir, tetapi ia belum menjelaskan langkah-langkah apa yang harus kita lakukan!"
Untuk menjelaskan langkah-langkah apa yang harus dilakukan itu, Amr bin Al Ash berkata: "Aku sekarang hendak menjelaskan apa yang sebaiknya harus engkau lakukan. Aku berpendapat, sebaiknya engkau mengirim pasukan yang besar di bawah pimpinan seorang kuat, tegas dan mendapat kepercayaan penuh. Bila sudah masuk ke Mesir ia pasti akan mendapat dukungan penduduk yang sependirian dengan kita. Sedangkan terhadap orang-orang yang memusuhi kita, mereka harus kita tundukkan dengan kekerasan."
"Kalau pasukan dan para pengikutmu sudah bulat sepakat untuk memerangi musuh-musuhmu, kuharap Allah s.w.t. akan memenangkan engkau…"
"Selain itu, bagaimana pendapatmu tentang apa yang perlu kita lakukan sebelum menyerang mereka?" tanya Muawiyah kepada Amr bin Al-Ash.
"Aku belum tahu…," sahut Amr.
"Aku mempunyai pendapat lain," ujar Muawiyah melanjutkan perkataannya.
"Kupikir, sebaiknya kita menyurati dulu pendukung-pendukung kita dan musuh-musuh kita di Mesir. Kepada para pendukung kita anjurkan supaya mereka tetap sabar dan tabah menunggu kedatangan pasukan kita. Sedangkan kepada musuh-musuh kita, sebaiknya mereka itu kita ajak berdamai lebih dulu, sambil kita gertak dengan kekuatan angkatan perang kita. Jika mereka menyambut baik ajakan kita sehingga tidak terjadi peperangan, itulah yang kita inginkan. Tetapi jika mereka menolak, kita tidak menemukan cara lain kecuali harus kita perangi…"
"Kalau begitu, baiklah," jawab Amr. "Kaulaksanakanlah pendapat itu. Demi Allah, bagaimanapun juga akhirnya pasti terjadi peperangan…"
Selesai pertemuan, Muawiyah segera menulis surat kepada dua orang tokoh pendukung-nya di Mesir, yaitu Maslamah bin Makhlad dan Muawiyah bin Hudaij Al-Kindiy. Dua orang tokoh tersebut adalah penentang Ali bin Abu Thalib r.a.
Dalam suratnya Muawiyah bin Abi Sufyan antara lain mengatakan: "Allah s.w.t. telah memikulkan tugas besar di atas pundak kalian. Dengan tugas itu kalian akan mendapat pahala sangat besar dan Allah akan mengangkat kedudukan serta martabat kalian. Kalian menuntut balas atas terbunuhnya Khalifah yang madzlum (yakni Utsman bin Affan). Ketika kalian melihat hukum Allah dibiarkan, kalian marah, kemudian kalian berjuang melawan orang zalim yang memusuhi Utsman. Hendaknya kalian tetap teguh berpendirian seperti itu dan teruskan perjuangan melawan musuh kalian. Tariklah orang-orang yang masih menjauhi kalian berdua agar mereka mau mengikuti pimpinan kalian."
Sebuah pasukan akan datang untuk memperkuat kalian, dan setelah itu akan tersingkirlah semua yang tidak kalian sukai, dan apa yang kalian inginkan akan terwujud. Wassalaam."
Surat Muawiyah tersebut dibawa oleh seorang maula, bernama Subai, ke Mesir, untuk diterimakan kepada dua tokoh pendukung Muawiyah tersebut di atas tadi.
Setelah dibaca oleh Maslamah bin Makhlad, surat itu diteruskan kepada Muawiyah bin Hudaij disertai pemberitahuan, bahwa surat itu akan dibalasnya sendiri dan juga atas nama Muawiyah bin Hudaij. Muawiyah bin Hudaij menyatakan persetujuannya agar Maslamah menulis jawaban kepada Muawiyah bin Abi Sufyan.
Dalam surat jawabannya Maslamah antara lain mengatakan: "…Perintah yang dipercayakan kepada kami berdua untuk terus melawan musuh, merupakan kewajiban yang akan kami laksanakan, dengan harapan semoga Allah akan melimpahkan pahala kepada kita. Mudah-mudahan Allah akan memenangkan kita atas orang-orang yang menentang kita, dan akan mempercepat pembalasan terhadap orang-orang yang telah berbuat jahat memusuhi pemimpin kita, dan yang hendak menginjak-injak negeri kita."
"Di negeri ini (Mesir) kami telah menyingkirkan orang-orang zalim dan telah membangkitkan orang-orang yang bersikap adil. Engkau telah menyebut-nyebut dukungan dan bantuan kami untuk mempertahankan kekuasaan yang ada di tanganmu. Demi Allah, kami telah bangkit melawan musuhmu bukan dengan niat untuk memperoleh kekayaan."
"Bukan itu yang kami inginkan, meskipun Allah mungkin akan melimpahkan imbalan pahala di dunia dan akhirat. Kirimkanlah segera kepada kami pasukan berkuda dan pejalan kaki. Sebab musuh sudah siap hendak menyerang kami, sedang kekuatan kami sangat kecil dibanding dengan mereka. Pada saat bantuanmu tiba, Allah pasti akan menjamin kemenangan bagimu..."
Surat Maslamah dan Ibnu Hudaij itu diterima Muawiyah di saat ia sedang berada di Palestina. Para penasehatnya menyarankan supaya Muawiyah cepat-cepat mengirimkan pasukan ke Mesir.
Mereka mengatakan: "Insyaa Allah, engkau pasti akan berhasil menaklukannya…"
Muawiyah kemudian memerintahkan Amr bin Al Ash supaya segera memobilisasi pasukan. Setelah siap segala-galanya, Amr diperintahkan berangkat ke Mesir memimpin pasukan berkekuatan 6.000 orang.
Waktu mengantar keberangkatannya, Muawiyah bin Abi Sufyan berpesan: "Kupesankan supaya engkau tetap bertakwa kepada Allah. Hendaknya engkau berkasih-sayang dan jangan terburu-buru. Sebab sikap seperti itu adalah dorongan setan".
"Hendaknya engkau mau menerima baik siapa saja yang datang kepadamu, dan berikanlah maaf kepada orang-orang yang menjauhi dirimu. Berilah kesempatan kepada mereka untuk kembali dan bertaubat. Bila mereka sudah kembali dan bertaubat, engkau harus bersedia menerima dan memaafkan perbuatan mereka. Tetapi jika mereka tetap menolak, engkau harus bersikap keras. Sebab, kekerasan yang diambil setelah melalui peringatan lebih dulu, akan lebih baik akibatnya. Hendaknya engkau menyerukan dan mengajak orang untuk berdamai dan rukun serta bersatu. Sehingga apabila engkau menang, engkau akan mempunyai pendukung-pendukung yang terbaik. Oleh karena itu bersikaplah baik-baik kepada semua orang…"
Setibanya dekat Mesir, Amr bin Al Ash dan pasukannya berhenti. Di tempat itu orang-orang dari penduduk Mesir yang menjadi pengikut Utsman bin Affan r.a. datang bergabung.
Kemudian Amr mengirim surat kepada Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq. Isinya antara lain: "Hai Ibnu Abu Bakar…, serahkanlah kedudukanmu kepadaku, karena tanganmu berlumuran darah (Utsman). Aku tidak ingin melihat engkau celaka di tanganku. Di negeri ini banyak orang yang sudah bertekad hendak melawanmu, menolak perintahmu, dan menyesal pernah menjadi pengikutmu. Mereka hendak menyerahkan dirimu kepadaku di waktu keadaan sudah menjadi genting. Kunasehatkan, sebaiknya kautinggalkan saja negeri ini...!"
Bersamaan dengan surat itu, oleh Amr juga dilampirkan surat Muawiyah yang ditujukan kepada Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq.
Surat Muawiyah bin Abi Sufyan itu isinya antara lain: "Apabila kezaliman dan kedurhakaan sudah merajalela, pasti besarlah akibat buruk yang ditimbulkan. Orang yang telah menumpahkan darah secara tidak sah, tak akan terhindar dari pembalasan di dunia dan siksa berat di akhirat. Aku belum pernah melihat orang yang melebihi engkau dalam berbuat jahat, mencerca dan menentang Utsman bin Affan."
"Bersama-sama orang lain engkau berusaha dan saling bantu untuk menumpahkan darahnya. Lantas, apakah engkau mengira bahwa aku akan melupakan perbuatanmu itu?"
Seterusnya dikatakan: "Sekarang engkau tinggal di sebuah negeri dengan aman dan tenteram, padahal di negeri itu banyak sekali pengikut dan pendukungku. Mereka itu ialah orang-orang yang sependirian dengan aku, menolak semua omonganmu, dan berteriak minta tolong kepadaku. Aku telah mengerahkan sebuah pasukan untuk memerangimu, dan mereka itu adalah orang-orang yang sangat dendam terhadap dirimu. Mereka akan menumpahkan darahmu, dan akan bertaqarrub kepada Allah melalui perjuangan melawanmu."
Mereka telah bersumpah hendak membunuhmu. Seandainya mereka tidak sampai dapat memenuhi sumpah masing-masing, Allah pasti akan mencabut nyawamu, entah melalui tangan mereka atau tangan para hamba-Nya yang lain."
"Engkau kuperingatkan, bahwa Allah tetap menuntut balas kepadamu atas terbunuhnya Utsman, yang disebabkan oleh kezalimanmu, kedurhakaanmu dan tusukan tombakmu. Walaupun begitu…, aku tidak ingin membunuhmu. Aku tidak mau berbuat seperti itu terhadap dirimu. Allah tidak akan menyelamatkan dirimu dari pembalasan, di mana pun engkau berada dan sampai kapan pun juga. Oleh karena itu, lepaskanlah kedudukanmu dan selamatkan dirimu sendiri. Wassalaam."
Setelah dua surat tersebut dibaca oleh Muhammad bin Abu Bakar, kemudian dilipat untuk diteruskan kepada Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib r.a., dengan disertai pengantar sebagai berikut:
"Ya Amirul Mukminin, si durhaka Ibnul Ash kini telah tiba dekat Mesir. Orang dari penduduk Mesir yang sependirian dengan dia berhimpun di sekelilingnya. Ia datang membawa sebuah pasukan besar. Kulihat ada tanda-tanda patah semangat di kalangan orang-orang yang menjadi pendukungku. Jika engkau masih tetap hendak mempertahankan Mesir, harap segera mengirimkan biaya dan pasukan. Wassalamu'alaika wa rahmattullahi wabarakaatuh."
Sesudah Ali bin Abu Thalib r.a. membaca surat-surat yang dikirimkan oleh Muhammad bin Abu Bakar, ia segera menulis jawaban: "Utusanmu telah datang membawa suratmu kepadaku. Dalam surat tersebut engkau mengatakan, bahwa Ibnul Ash sekarang telah datang di Mesir membawa sebuah pasukan besar, dan bahwa orang-orang yang sependirian dengan dia telah bergabung kepadanya. Keluarnya orang-orang yang sependirian dengan dia dari barisanmu itu lebih baik daripada kalau mereka tetap tinggal bersamamu."
"Engkau menyebutkan juga, bahwa ada orang-orang yang tampak patah semangat. Tetapi engkau sendiri jangan sampai patah semangat. Pertahankanlah wilayah negerimu, himpunlah semua pendukungmu, perkuat pengawasan dalam pasukanmu, dan angkatlah Kinanah bin Bisyir sebagai pimpinan pasukan. Ia seorang yang terkenal bijaksana, berpengalaman dan pemberani."
"Dalam keadaan sulit rakyat kupercayakan kepadamu. Oleh karena itu hendaknya engkau tetap tabah menghadapi musuh dan senantiasa tetap waspada. Perangilah mereka dengan keteguhan tekadmu, dan lawanlah mereka sambil bertawakkal kepada Allah s.w.t."
Selanjutnya Ali bin Abu Thalib r.a. mengatakan: "Sekalipun pihakmu lebih sedikit jumlahnya, namun Allah berkuasa menolong pihak yang sedikit dan mengalahkan pihak yang berjumlah banyak."
Aku sudah membaca dua pucuk surat yang dikirimkan kepadamu oleh dua orang durhaka yang berpelukan mesra dalam perbuatan maksiat, bergandeng-tangan dalam kesesatan, saling suap dalam pemerintahan, dan sama-sama sombongnya terhadap para ahli agama. Janganlah engkau gentar menghadapi dua orang itu, dan jawablah mereka, engkau boleh menggunakan 'bahasa' apa saja menurut kehendakmu. Wassalaam."
Selesai menulis surat, Ali bin Abu Thalib r.a. segera mengumpulkan para pengikutnya kemudian mengucapkan khutbah: "Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq dan saudara-saudara kalian di Mesir sekarang menjerit minta bantuan, karena anak si Nabighah (yakni Amr) sekarang sudah bergerak membawa pasukan besar hendak menyerang mereka."
"Anak si Nabighah itu ialah musuh Allah, musuh orang-orang yang hidup di bawah pimpinan Allah, dan pemimpinnya orang-orang yang memusuhi Allah. Oleh karena itu hai para saudara kita di Mesir, Mesir jauh lebih besar daripada Syam, penduduknya pun lebih baik. Janganlah kalian sampai terkalahkan di Mesir. Adalah suatu kehormatan bagi kalian jika Mesir tetap berada di tangan kalian. Itu pun sekaligus merupakan pukulan hebat bagi musuh kalian."
"Berangkatlah kalian ke Jara'ah dan kita semua besok akan berkumpul di sana. Insyaa Allah."
Keesokan harinya Ali bin Abu Thalib r.a. berangkat ke Jara'ah. Setibanya di sana ia berhenti menunggu sampai tengah hari. Ternyata hanya 100 orang saja yang datang hendak mengikuti.
Melihat gelagat seperti itu, Ali bin Abu Thalib r.a. pulang ke Kufah. Malam harinya ia mengumpulkan sejumlah pengikut terkemuka. Dalam pertemuan itu Ali bin Abu Thalib r.a. tampak sedih dan sangat kecewa. (Bersambung)
Kepada para penasehatnya itu Muawiyah antara lain berkata: "Kalian telah menyaksikan sendiri kemenangan yang telah dilimpahkan Allah kepada kita. Pada mulanya mereka tidak ragu-ragu hendak menghancurkan kalian, menduduki negeri kalian dan menguasai kalian. Akan tetapi Allah telah menggagalkan niat jahat mereka. Dengan pertolongan Allah kalian telah berhasil mengalahkan mereka. Kalian mohon keadilan (tahkim) kepada Allah, dan Allah sekarang telah menjatuhkan hukum-Nya atas mereka."
"Allah telah memperkokohkan persatuan kita, mempererat persaudaraan kita, membuat musuh kita berpecah-belah, saling kafir mengkafirkan dan saling bunuh membunuh."
"Demi Allah aku mengharap mudah-mudahan Allah akan lebih menyempurnakan lagi kemenangan kita. Sekarang aku sedang berpikir untuk menyerbu Mesir. Bagaimana pendapat kalian…?"
Menanggapi pertanyaan Muawiyah itu, para penasehatnya menjawab, bahwa mengenai hal itu mereka mendukung apa yang menjadi pendapat Amr Ibnul Ash .
Berdasarkan pernyataan para penasehatnya itu, Muawiyah menjelaskan: "Amr memang sudah mempunyai pendapat tegas dan bertekad hendak menyerbu Mesir, tetapi ia belum menjelaskan langkah-langkah apa yang harus kita lakukan!"
Untuk menjelaskan langkah-langkah apa yang harus dilakukan itu, Amr bin Al Ash berkata: "Aku sekarang hendak menjelaskan apa yang sebaiknya harus engkau lakukan. Aku berpendapat, sebaiknya engkau mengirim pasukan yang besar di bawah pimpinan seorang kuat, tegas dan mendapat kepercayaan penuh. Bila sudah masuk ke Mesir ia pasti akan mendapat dukungan penduduk yang sependirian dengan kita. Sedangkan terhadap orang-orang yang memusuhi kita, mereka harus kita tundukkan dengan kekerasan."
"Kalau pasukan dan para pengikutmu sudah bulat sepakat untuk memerangi musuh-musuhmu, kuharap Allah s.w.t. akan memenangkan engkau…"
"Selain itu, bagaimana pendapatmu tentang apa yang perlu kita lakukan sebelum menyerang mereka?" tanya Muawiyah kepada Amr bin Al-Ash.
"Aku belum tahu…," sahut Amr.
"Aku mempunyai pendapat lain," ujar Muawiyah melanjutkan perkataannya.
"Kupikir, sebaiknya kita menyurati dulu pendukung-pendukung kita dan musuh-musuh kita di Mesir. Kepada para pendukung kita anjurkan supaya mereka tetap sabar dan tabah menunggu kedatangan pasukan kita. Sedangkan kepada musuh-musuh kita, sebaiknya mereka itu kita ajak berdamai lebih dulu, sambil kita gertak dengan kekuatan angkatan perang kita. Jika mereka menyambut baik ajakan kita sehingga tidak terjadi peperangan, itulah yang kita inginkan. Tetapi jika mereka menolak, kita tidak menemukan cara lain kecuali harus kita perangi…"
"Kalau begitu, baiklah," jawab Amr. "Kaulaksanakanlah pendapat itu. Demi Allah, bagaimanapun juga akhirnya pasti terjadi peperangan…"
Selesai pertemuan, Muawiyah segera menulis surat kepada dua orang tokoh pendukung-nya di Mesir, yaitu Maslamah bin Makhlad dan Muawiyah bin Hudaij Al-Kindiy. Dua orang tokoh tersebut adalah penentang Ali bin Abu Thalib r.a.
Dalam suratnya Muawiyah bin Abi Sufyan antara lain mengatakan: "Allah s.w.t. telah memikulkan tugas besar di atas pundak kalian. Dengan tugas itu kalian akan mendapat pahala sangat besar dan Allah akan mengangkat kedudukan serta martabat kalian. Kalian menuntut balas atas terbunuhnya Khalifah yang madzlum (yakni Utsman bin Affan). Ketika kalian melihat hukum Allah dibiarkan, kalian marah, kemudian kalian berjuang melawan orang zalim yang memusuhi Utsman. Hendaknya kalian tetap teguh berpendirian seperti itu dan teruskan perjuangan melawan musuh kalian. Tariklah orang-orang yang masih menjauhi kalian berdua agar mereka mau mengikuti pimpinan kalian."
Sebuah pasukan akan datang untuk memperkuat kalian, dan setelah itu akan tersingkirlah semua yang tidak kalian sukai, dan apa yang kalian inginkan akan terwujud. Wassalaam."
Surat Muawiyah tersebut dibawa oleh seorang maula, bernama Subai, ke Mesir, untuk diterimakan kepada dua tokoh pendukung Muawiyah tersebut di atas tadi.
Setelah dibaca oleh Maslamah bin Makhlad, surat itu diteruskan kepada Muawiyah bin Hudaij disertai pemberitahuan, bahwa surat itu akan dibalasnya sendiri dan juga atas nama Muawiyah bin Hudaij. Muawiyah bin Hudaij menyatakan persetujuannya agar Maslamah menulis jawaban kepada Muawiyah bin Abi Sufyan.
Dalam surat jawabannya Maslamah antara lain mengatakan: "…Perintah yang dipercayakan kepada kami berdua untuk terus melawan musuh, merupakan kewajiban yang akan kami laksanakan, dengan harapan semoga Allah akan melimpahkan pahala kepada kita. Mudah-mudahan Allah akan memenangkan kita atas orang-orang yang menentang kita, dan akan mempercepat pembalasan terhadap orang-orang yang telah berbuat jahat memusuhi pemimpin kita, dan yang hendak menginjak-injak negeri kita."
"Di negeri ini (Mesir) kami telah menyingkirkan orang-orang zalim dan telah membangkitkan orang-orang yang bersikap adil. Engkau telah menyebut-nyebut dukungan dan bantuan kami untuk mempertahankan kekuasaan yang ada di tanganmu. Demi Allah, kami telah bangkit melawan musuhmu bukan dengan niat untuk memperoleh kekayaan."
"Bukan itu yang kami inginkan, meskipun Allah mungkin akan melimpahkan imbalan pahala di dunia dan akhirat. Kirimkanlah segera kepada kami pasukan berkuda dan pejalan kaki. Sebab musuh sudah siap hendak menyerang kami, sedang kekuatan kami sangat kecil dibanding dengan mereka. Pada saat bantuanmu tiba, Allah pasti akan menjamin kemenangan bagimu..."
Surat Maslamah dan Ibnu Hudaij itu diterima Muawiyah di saat ia sedang berada di Palestina. Para penasehatnya menyarankan supaya Muawiyah cepat-cepat mengirimkan pasukan ke Mesir.
Mereka mengatakan: "Insyaa Allah, engkau pasti akan berhasil menaklukannya…"
Muawiyah kemudian memerintahkan Amr bin Al Ash supaya segera memobilisasi pasukan. Setelah siap segala-galanya, Amr diperintahkan berangkat ke Mesir memimpin pasukan berkekuatan 6.000 orang.
Waktu mengantar keberangkatannya, Muawiyah bin Abi Sufyan berpesan: "Kupesankan supaya engkau tetap bertakwa kepada Allah. Hendaknya engkau berkasih-sayang dan jangan terburu-buru. Sebab sikap seperti itu adalah dorongan setan".
"Hendaknya engkau mau menerima baik siapa saja yang datang kepadamu, dan berikanlah maaf kepada orang-orang yang menjauhi dirimu. Berilah kesempatan kepada mereka untuk kembali dan bertaubat. Bila mereka sudah kembali dan bertaubat, engkau harus bersedia menerima dan memaafkan perbuatan mereka. Tetapi jika mereka tetap menolak, engkau harus bersikap keras. Sebab, kekerasan yang diambil setelah melalui peringatan lebih dulu, akan lebih baik akibatnya. Hendaknya engkau menyerukan dan mengajak orang untuk berdamai dan rukun serta bersatu. Sehingga apabila engkau menang, engkau akan mempunyai pendukung-pendukung yang terbaik. Oleh karena itu bersikaplah baik-baik kepada semua orang…"
Setibanya dekat Mesir, Amr bin Al Ash dan pasukannya berhenti. Di tempat itu orang-orang dari penduduk Mesir yang menjadi pengikut Utsman bin Affan r.a. datang bergabung.
Kemudian Amr mengirim surat kepada Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq. Isinya antara lain: "Hai Ibnu Abu Bakar…, serahkanlah kedudukanmu kepadaku, karena tanganmu berlumuran darah (Utsman). Aku tidak ingin melihat engkau celaka di tanganku. Di negeri ini banyak orang yang sudah bertekad hendak melawanmu, menolak perintahmu, dan menyesal pernah menjadi pengikutmu. Mereka hendak menyerahkan dirimu kepadaku di waktu keadaan sudah menjadi genting. Kunasehatkan, sebaiknya kautinggalkan saja negeri ini...!"
Bersamaan dengan surat itu, oleh Amr juga dilampirkan surat Muawiyah yang ditujukan kepada Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq.
Surat Muawiyah bin Abi Sufyan itu isinya antara lain: "Apabila kezaliman dan kedurhakaan sudah merajalela, pasti besarlah akibat buruk yang ditimbulkan. Orang yang telah menumpahkan darah secara tidak sah, tak akan terhindar dari pembalasan di dunia dan siksa berat di akhirat. Aku belum pernah melihat orang yang melebihi engkau dalam berbuat jahat, mencerca dan menentang Utsman bin Affan."
"Bersama-sama orang lain engkau berusaha dan saling bantu untuk menumpahkan darahnya. Lantas, apakah engkau mengira bahwa aku akan melupakan perbuatanmu itu?"
Seterusnya dikatakan: "Sekarang engkau tinggal di sebuah negeri dengan aman dan tenteram, padahal di negeri itu banyak sekali pengikut dan pendukungku. Mereka itu ialah orang-orang yang sependirian dengan aku, menolak semua omonganmu, dan berteriak minta tolong kepadaku. Aku telah mengerahkan sebuah pasukan untuk memerangimu, dan mereka itu adalah orang-orang yang sangat dendam terhadap dirimu. Mereka akan menumpahkan darahmu, dan akan bertaqarrub kepada Allah melalui perjuangan melawanmu."
Mereka telah bersumpah hendak membunuhmu. Seandainya mereka tidak sampai dapat memenuhi sumpah masing-masing, Allah pasti akan mencabut nyawamu, entah melalui tangan mereka atau tangan para hamba-Nya yang lain."
"Engkau kuperingatkan, bahwa Allah tetap menuntut balas kepadamu atas terbunuhnya Utsman, yang disebabkan oleh kezalimanmu, kedurhakaanmu dan tusukan tombakmu. Walaupun begitu…, aku tidak ingin membunuhmu. Aku tidak mau berbuat seperti itu terhadap dirimu. Allah tidak akan menyelamatkan dirimu dari pembalasan, di mana pun engkau berada dan sampai kapan pun juga. Oleh karena itu, lepaskanlah kedudukanmu dan selamatkan dirimu sendiri. Wassalaam."
Setelah dua surat tersebut dibaca oleh Muhammad bin Abu Bakar, kemudian dilipat untuk diteruskan kepada Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib r.a., dengan disertai pengantar sebagai berikut:
"Ya Amirul Mukminin, si durhaka Ibnul Ash kini telah tiba dekat Mesir. Orang dari penduduk Mesir yang sependirian dengan dia berhimpun di sekelilingnya. Ia datang membawa sebuah pasukan besar. Kulihat ada tanda-tanda patah semangat di kalangan orang-orang yang menjadi pendukungku. Jika engkau masih tetap hendak mempertahankan Mesir, harap segera mengirimkan biaya dan pasukan. Wassalamu'alaika wa rahmattullahi wabarakaatuh."
Sesudah Ali bin Abu Thalib r.a. membaca surat-surat yang dikirimkan oleh Muhammad bin Abu Bakar, ia segera menulis jawaban: "Utusanmu telah datang membawa suratmu kepadaku. Dalam surat tersebut engkau mengatakan, bahwa Ibnul Ash sekarang telah datang di Mesir membawa sebuah pasukan besar, dan bahwa orang-orang yang sependirian dengan dia telah bergabung kepadanya. Keluarnya orang-orang yang sependirian dengan dia dari barisanmu itu lebih baik daripada kalau mereka tetap tinggal bersamamu."
"Engkau menyebutkan juga, bahwa ada orang-orang yang tampak patah semangat. Tetapi engkau sendiri jangan sampai patah semangat. Pertahankanlah wilayah negerimu, himpunlah semua pendukungmu, perkuat pengawasan dalam pasukanmu, dan angkatlah Kinanah bin Bisyir sebagai pimpinan pasukan. Ia seorang yang terkenal bijaksana, berpengalaman dan pemberani."
"Dalam keadaan sulit rakyat kupercayakan kepadamu. Oleh karena itu hendaknya engkau tetap tabah menghadapi musuh dan senantiasa tetap waspada. Perangilah mereka dengan keteguhan tekadmu, dan lawanlah mereka sambil bertawakkal kepada Allah s.w.t."
Selanjutnya Ali bin Abu Thalib r.a. mengatakan: "Sekalipun pihakmu lebih sedikit jumlahnya, namun Allah berkuasa menolong pihak yang sedikit dan mengalahkan pihak yang berjumlah banyak."
Aku sudah membaca dua pucuk surat yang dikirimkan kepadamu oleh dua orang durhaka yang berpelukan mesra dalam perbuatan maksiat, bergandeng-tangan dalam kesesatan, saling suap dalam pemerintahan, dan sama-sama sombongnya terhadap para ahli agama. Janganlah engkau gentar menghadapi dua orang itu, dan jawablah mereka, engkau boleh menggunakan 'bahasa' apa saja menurut kehendakmu. Wassalaam."
Selesai menulis surat, Ali bin Abu Thalib r.a. segera mengumpulkan para pengikutnya kemudian mengucapkan khutbah: "Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq dan saudara-saudara kalian di Mesir sekarang menjerit minta bantuan, karena anak si Nabighah (yakni Amr) sekarang sudah bergerak membawa pasukan besar hendak menyerang mereka."
"Anak si Nabighah itu ialah musuh Allah, musuh orang-orang yang hidup di bawah pimpinan Allah, dan pemimpinnya orang-orang yang memusuhi Allah. Oleh karena itu hai para saudara kita di Mesir, Mesir jauh lebih besar daripada Syam, penduduknya pun lebih baik. Janganlah kalian sampai terkalahkan di Mesir. Adalah suatu kehormatan bagi kalian jika Mesir tetap berada di tangan kalian. Itu pun sekaligus merupakan pukulan hebat bagi musuh kalian."
"Berangkatlah kalian ke Jara'ah dan kita semua besok akan berkumpul di sana. Insyaa Allah."
Keesokan harinya Ali bin Abu Thalib r.a. berangkat ke Jara'ah. Setibanya di sana ia berhenti menunggu sampai tengah hari. Ternyata hanya 100 orang saja yang datang hendak mengikuti.
Melihat gelagat seperti itu, Ali bin Abu Thalib r.a. pulang ke Kufah. Malam harinya ia mengumpulkan sejumlah pengikut terkemuka. Dalam pertemuan itu Ali bin Abu Thalib r.a. tampak sedih dan sangat kecewa. (Bersambung)
(mhy)