Hukum Berpuasa Setelah Tanggal 15 Sya'ban, Bolehkah?

Kamis, 01 April 2021 - 15:24 WIB
loading...
Hukum Berpuasa Setelah Tanggal 15 Syaban, Bolehkah?
Puasa sunnah Syaban tersisa 11 hari lagi terhitung besok. Foto/Ist
A A A
Pertanyaan ini sering ditanyakan dalam berbagai kajian. Ada hadis riwayat Imam At-Tirmidzi yang menjelaskan bahwa ketika tersisa separuh bulan Sya'ban (setelah 15 Syaban), maka janganlah berpuasa.

Benarkah larangan berpuasa setelah tanggal 15 Syaban menjelang bulan Ramadhan? Mari kita simak penjelasan Dai lulusan Sastra Arab, Ustaz Farid Nu'man Hasan.

Hadis larangan berpuasa setelah separuh bulan Sya’ban memang ada, yaitu sebagai berikut: Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا كَانَ النِّصْفُ مِنْ شَعْبَانَ فَأَمْسِكُوا عَنْ الصَّوْمِ حَتَّى يَكُونَ رَمَضَانُ

"Jika sudah pada separuh bulan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa hingga masuk bulan Ramadhan."

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 9707; Imam Abu Daud dalam Sunannya No. 2337; Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 738; Imam An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra 2911: Imam Ibnu Majah dalam Sunannya No. 6151; Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 3589; Imam Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Awsath 1936; Imam Al Baihaqi dalam AAs Sunan Al Baihaqi No.7750; Imam Ad Darimi dalam Sunannya No. 1740; Imam Abu ‘Uwanah dalam Musnadnya No. 2710; Imam Abu Ja’far Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Aatsar, 2/82; Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, 3/21; Imam Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf 7325; Imam Ad Dailami dalam Musnad Firdaus 1006 Semua sanad hadits ini berasal dari Al ‘Ala bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah.

Pihak yang Menshahihkan:
1. Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan shahih. (Sunan At Tirmidzi 738)
2. Imam Ibnu Hibban memasukkan hadits ini dalam kitab Shahihnya, maka menurutnya ini adalah shahih. (Shahih Ibni Hibban 3589)
3. Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan shahih dalam berbagai kitabnya.
4. Syekh Ibnu Baaz juga menshahihkan. (Majmu’ Fatawa, 15/385)

Pihak yang Mendhaifkan:
1. Imam Ahmad dan Imam Yahya bin Ma’in berkata: hadits ini munkar! (Mir’ah Al Mafatih, 6/441, Ta’liq Musnad Ahmad 9707)
2. Imam Abdurrahman bin Al Mahdi juga mengingkari riwayat Al ‘Ala bin Abdirrahman ini. (Syaikh Abdul Aziz bin Marzuq Ath Thuraifi, Syarh Bulughul Maram, Hal. 47)
3. Imam Abu Zur’ah dan Imam Al Atsram juga menyatakan munkar. (Lathaif Al Ma’arif, Hal. 151)

Nah, perbedaan dalam menilai keshahihannya tentu berdampak pada berbeda pula dalam mengamalkannya. Bagi pihak yang mendhaifkan tentu sama sekali tidak masalah berpuasa setelah 15 Sya'ban. Bagi yang menshahihkan tentu melarang berpuasa setelah 15 Sya’ban, yaitu larangan dengan makna makruh.

Imam Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata: "Dishahihkan oleh At Tirmidzi dan selainnya. Para ulama berbeda pendapat tentang keshahihan hadits ini, kemudian berbeda pula tentang mengamalkan hadits ini. Adapun pihak yang menshahihkan adalah lebih dari satu orang, di antaranya At Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Hakim, Ath Thahawi, dan Ibnu Abdil Bar.

Namun hadis ini diperbincangkan oleh para imam yang lebih besar dan lebih berilmu dibanding mereka, mereka mengatakan: ini adalah hadits munkar. Mereka adalah Ibnu Al Mahdi, Imam Ahmad, Abu Zur’ah Ar Razi, dan Al Atsram. Imam Ahmad berkata: “Al ‘Ala tidak pernah meriwayatkan hadits yang lebih munkar dari ini.” (Lathaif Al Ma’arif, Hal. 151)

Sebagian ulama yang melarang berpuasa setelah Nisfu Sya'ban mengatakan bahwa makruhnya hal ini karena dikhawatirkan melemahkan pelakunya karena berpuasa sepanjang bulan dan akan berpuasa lagi ketika Ramadhan nanti. Selain itu, dikhawatirkan dia telah menyambung dua bulan puasa secara berturut-turut, padahal tidak ada puasa full kecuali hanya Ramadhan saja.



Kesimpulannya:
1. Hadis ini diperselisihkan keshahihannya, pihak yang menshahihkan dan mendhaifkan adalah imam besar pada zamannya. Namun pihak yang menshahihkan adalah ulama yang lebih besar dan berilmu, sebagaimana kata Imam Ibnu Rajab.
2. Sekalipun shahih, larangan ini bermakna makruh, bukan haram.
3. Larangan terjadi jika hal itu membuat pelakunya lemah ketika memasuki Ramadhan.
4. Larangan juga berlaku bagi orang yang tidak terbiasa puasa, namun sekalinya berpuasa dia menyengaja melakukannya pada hari setelah separuh Sya'ban, tanpa dia dahului berpuasa pada hari-hari sebelumnya.
5. Makruhnya juga bagi orang yang melakukannya tanpa sebab.

Jadi, berpuasa setelah separuh Sya'ban adalah boleh, dengan catatan: (1) Bagi orang yang terbiasa puasa lalu kebiasaannya itu diteruskan ketika setelah 15 hari Sya'ban. (2). Yang melakukannya karena sebab khusus seperti puasa Senin Kamis dan puasa Daud.



Wallahu A'lam
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1390 seconds (0.1#10.140)