Menjaga Nikmat Hidayah
loading...
A
A
A
Kata hidayah , banyak sekali disebutkan dalam Al-Qur'an, yang terkadang Allah menyebutkan dengan lafal doa dan terkadang pula disandingkan dengan para Rasul yang dijadikan teladan dalam segala aspek kehidupan terutama dalam mempertahankan nikmat hidayah ini.
Allah ‘azza wajalla berfirman,
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ فَبِهُدٰىهُمُ اقْتَدِهْۗ قُلْ لَّآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًاۗ اِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٰى لِلْعٰلَمِيْنَ
“Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah (Muhammad), ‘Aku tidak meminta imbalan kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur'an).’ Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk (segala umat) seluruh alam.” (QS. Al-An’ām: 90)
Bahkan kalimat yang pertama kali terucap dari lisan penduduk Surga kelak di akhirat adalah kalimat syukur atas hidayah, sebagaimana firman Allah ‘azza wajalla,
وَنَزَعْنَا مَا فِيْ صُدُوْرِهِمْ مِّنْ غِلٍّ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهِمُ الْانْهٰرُۚ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ هَدٰىنَا لِهٰذَاۗ وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَآ اَنْ هَدٰىنَا اللّٰهُ ۚ لَقَدْ جَاۤءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّۗ وَنُوْدُوْٓا اَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ اُوْرِثْتُمُوْهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
“Dan Kami mencabut rasa dendam dari dalam dada mereka, di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami ke (surga) ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak menunjukkan kami. Sesungguhnya rasul-rasul Tuhan kami telah datang membawa kebenaran.’ Diserukan kepada mereka, ‘Itulah surga yang telah diwariskan kepadamu, karena apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-A’rāf: 43)
Dari ayat-ayat tersebut, Ustadz Ali Imran Abu Hanien, S.Pd, pengajar di Pesantren Darus Sunnah al-Atsary, Bekasi, menjelaskan bahwa hidayah adalah nikmat yang istimewa dan luar biasa, dan bahkan itu merupakan sebab bagi seorang hamba dapat merasakan manisnya iman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) Barang siapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) Apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah. (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka.” (HR. Muslim)
Dikutip dari ceramah Idul Fitri-nya, Ustadz Ali Imran memaparkan, sejarah telah membuktikan bagaimana orang-orang sebelum kita yang merasakan nikmatnya hidayah, mereka mampu bertahan meskipun ujian demi ujian mereka rasakan, bahkan terkadang nyawa pun menjadi taruhan.
Sebagaimana sahabat Bilal Ibnu Rabah yang sanggup bertahan saat ujian. Ia disiksa oleh majikannya di tengah terik panas matahari. Diseret di hamparan padang pasir dan ditarik dengan kudanya. Bahkan batu besar pun ditindih di atas tubuhnya, sehingga menyebabkan darah bercucuran dari tubuhnya serta dipaksa untuk murtad dari agamanya dan meninggalkan keyakinannya.
Namun semua itu justru menguatkannya dalam keimanan dan keyakinannya bahkan saat dikatakan kepadanya, ‘irtad.. irtad..’ (murtadlah kau), dijawab dengan penuh ketegasan dan kesadaran dari hatinya dengan satu kata, yaitu ‘ahad.. ahad..’ (Allah yang Maha Esa).
Hingga pada akhirnya bilal dibebaskan oleh sayyidina Abu Bakar ash-Shidiq radhiyallahu ‘anhu. Saat beliau ditanya oleh para sahabat, “Apa yang dirasakan saat siksaan demi siksaan beliau terima?”
Dijawab oleh Bilal, “Meskipun berat siksaan dan darah bercucuran itu semua tidaklah aku rasakan, yang aku rasakan adalah manisnya iman. Karena yang ada pada benakku adalah kecintaanku kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga itu semua membuat aku teguh dalam kebenaran.”
Cara Menjaga Hidayah
Allah ‘azza wajalla berfirman,
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ فَبِهُدٰىهُمُ اقْتَدِهْۗ قُلْ لَّآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًاۗ اِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٰى لِلْعٰلَمِيْنَ
“Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah (Muhammad), ‘Aku tidak meminta imbalan kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur'an).’ Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk (segala umat) seluruh alam.” (QS. Al-An’ām: 90)
Bahkan kalimat yang pertama kali terucap dari lisan penduduk Surga kelak di akhirat adalah kalimat syukur atas hidayah, sebagaimana firman Allah ‘azza wajalla,
وَنَزَعْنَا مَا فِيْ صُدُوْرِهِمْ مِّنْ غِلٍّ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهِمُ الْانْهٰرُۚ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ هَدٰىنَا لِهٰذَاۗ وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَآ اَنْ هَدٰىنَا اللّٰهُ ۚ لَقَدْ جَاۤءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّۗ وَنُوْدُوْٓا اَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ اُوْرِثْتُمُوْهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
“Dan Kami mencabut rasa dendam dari dalam dada mereka, di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami ke (surga) ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak menunjukkan kami. Sesungguhnya rasul-rasul Tuhan kami telah datang membawa kebenaran.’ Diserukan kepada mereka, ‘Itulah surga yang telah diwariskan kepadamu, karena apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-A’rāf: 43)
Baca Juga
Dari ayat-ayat tersebut, Ustadz Ali Imran Abu Hanien, S.Pd, pengajar di Pesantren Darus Sunnah al-Atsary, Bekasi, menjelaskan bahwa hidayah adalah nikmat yang istimewa dan luar biasa, dan bahkan itu merupakan sebab bagi seorang hamba dapat merasakan manisnya iman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) Barang siapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) Apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah. (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka.” (HR. Muslim)
Dikutip dari ceramah Idul Fitri-nya, Ustadz Ali Imran memaparkan, sejarah telah membuktikan bagaimana orang-orang sebelum kita yang merasakan nikmatnya hidayah, mereka mampu bertahan meskipun ujian demi ujian mereka rasakan, bahkan terkadang nyawa pun menjadi taruhan.
Sebagaimana sahabat Bilal Ibnu Rabah yang sanggup bertahan saat ujian. Ia disiksa oleh majikannya di tengah terik panas matahari. Diseret di hamparan padang pasir dan ditarik dengan kudanya. Bahkan batu besar pun ditindih di atas tubuhnya, sehingga menyebabkan darah bercucuran dari tubuhnya serta dipaksa untuk murtad dari agamanya dan meninggalkan keyakinannya.
Namun semua itu justru menguatkannya dalam keimanan dan keyakinannya bahkan saat dikatakan kepadanya, ‘irtad.. irtad..’ (murtadlah kau), dijawab dengan penuh ketegasan dan kesadaran dari hatinya dengan satu kata, yaitu ‘ahad.. ahad..’ (Allah yang Maha Esa).
Hingga pada akhirnya bilal dibebaskan oleh sayyidina Abu Bakar ash-Shidiq radhiyallahu ‘anhu. Saat beliau ditanya oleh para sahabat, “Apa yang dirasakan saat siksaan demi siksaan beliau terima?”
Dijawab oleh Bilal, “Meskipun berat siksaan dan darah bercucuran itu semua tidaklah aku rasakan, yang aku rasakan adalah manisnya iman. Karena yang ada pada benakku adalah kecintaanku kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga itu semua membuat aku teguh dalam kebenaran.”
Cara Menjaga Hidayah