Menjaga Nikmat Hidayah

Kamis, 20 Mei 2021 - 09:11 WIB
loading...
Menjaga Nikmat Hidayah
Salah satu cara untuk kita menjaga nikmat hidayah ini adalah dengan bersegera melakukan amal shalih tanpa harus menundanya selama kita masih bisa melakukannya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Kata hidayah , banyak sekali disebutkan dalam Al-Qur'an, yang terkadang Allah menyebutkan dengan lafal doa dan terkadang pula disandingkan dengan para Rasul yang dijadikan teladan dalam segala aspek kehidupan terutama dalam mempertahankan nikmat hidayah ini.

Allah ‘azza wajalla berfirman,

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ فَبِهُدٰىهُمُ اقْتَدِهْۗ قُلْ لَّآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًاۗ اِنْ هُوَ اِلَّا ذِكْرٰى لِلْعٰلَمِيْنَ

“Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah (Muhammad), ‘Aku tidak meminta imbalan kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur'an).’ Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk (segala umat) seluruh alam.” (QS. Al-An’ām: 90)



Bahkan kalimat yang pertama kali terucap dari lisan penduduk Surga kelak di akhirat adalah kalimat syukur atas hidayah, sebagaimana firman Allah ‘azza wajalla,

وَنَزَعْنَا مَا فِيْ صُدُوْرِهِمْ مِّنْ غِلٍّ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهِمُ الْانْهٰرُۚ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ هَدٰىنَا لِهٰذَاۗ وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَآ اَنْ هَدٰىنَا اللّٰهُ ۚ لَقَدْ جَاۤءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّۗ وَنُوْدُوْٓا اَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ اُوْرِثْتُمُوْهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

“Dan Kami mencabut rasa dendam dari dalam dada mereka, di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami ke (surga) ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak menunjukkan kami. Sesungguhnya rasul-rasul Tuhan kami telah datang membawa kebenaran.’ Diserukan kepada mereka, ‘Itulah surga yang telah diwariskan kepadamu, karena apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-A’rāf: 43)



Dari ayat-ayat tersebut, Ustadz Ali Imran Abu Hanien, S.Pd, pengajar di Pesantren Darus Sunnah al-Atsary, Bekasi, menjelaskan bahwa hidayah adalah nikmat yang istimewa dan luar biasa, dan bahkan itu merupakan sebab bagi seorang hamba dapat merasakan manisnya iman.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) Barang siapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) Apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah. (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka.” (HR. Muslim)



Dikutip dari ceramah Idul Fitri-nya, Ustadz Ali Imran memaparkan, sejarah telah membuktikan bagaimana orang-orang sebelum kita yang merasakan nikmatnya hidayah, mereka mampu bertahan meskipun ujian demi ujian mereka rasakan, bahkan terkadang nyawa pun menjadi taruhan.

Sebagaimana sahabat Bilal Ibnu Rabah yang sanggup bertahan saat ujian. Ia disiksa oleh majikannya di tengah terik panas matahari. Diseret di hamparan padang pasir dan ditarik dengan kudanya. Bahkan batu besar pun ditindih di atas tubuhnya, sehingga menyebabkan darah bercucuran dari tubuhnya serta dipaksa untuk murtad dari agamanya dan meninggalkan keyakinannya.

Namun semua itu justru menguatkannya dalam keimanan dan keyakinannya bahkan saat dikatakan kepadanya, ‘irtad.. irtad..’ (murtadlah kau), dijawab dengan penuh ketegasan dan kesadaran dari hatinya dengan satu kata, yaitu ‘ahad.. ahad..’ (Allah yang Maha Esa).



Hingga pada akhirnya bilal dibebaskan oleh sayyidina Abu Bakar ash-Shidiq radhiyallahu ‘anhu. Saat beliau ditanya oleh para sahabat, “Apa yang dirasakan saat siksaan demi siksaan beliau terima?”

Dijawab oleh Bilal, “Meskipun berat siksaan dan darah bercucuran itu semua tidaklah aku rasakan, yang aku rasakan adalah manisnya iman. Karena yang ada pada benakku adalah kecintaanku kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga itu semua membuat aku teguh dalam kebenaran.”

Cara Menjaga Hidayah

Saat ini, kita hidup di zaman penuh dengan fitnah. Zaman di mana kebenaran dianggap kesalahan, dan kesalahan dianggap kebenaran. Kebaikan dianggap keburukan. Keburukan dianggap sebagai kebaikan. Bahkan, banyak di antara umat manusia yang terjerumus pada jurang kemurtadan. Na’udzu billah min dzalik.



Salah satu cara untuk kita menjaga nikmat hidayah ini adalah dengan bersegera melakukan amal shalih tanpa harus menundanya selama kita masih bisa melakukannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Bersegeralah beramal sebelum munculnya fitnah yang datang bagaikan potongan-potongan malam yang gelap. Seseorang di pagi harinya beriman dan di sorenya telah menjadi kafir. Atau sorenya masih beriman dan pagi harinya telah menjadi kafir. Mereka menjual agamanya dengan gemerlap dunia.” (HR. Muslim)

Dari hadis di atas, kita diperintahkan untuk memperbanyak amal shalih agar terhindar dari segala fitnah.



Maka, Ramadhan adalah momentum yang paling istimewa untuk melakukan amal shalih di hadapan Allah ‘azza wajalla. Oleh karenanya, Ramadhan merupakan bulan tarbiyah bagi kita semua untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah ‘azza wajalla.

Namun, Ramadhan tahun ini telah pergi meninggalkan kita. "Mari kita tetap lestarikan amalan-amalan yang telah kita lakukan pada bulan Ramadhan untuk kita lakukan pada bulan-bulan berikutnya, sebagaimana Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk melakukan puasa enam hari pada bulan Syawal agar momen Ramadhan tetap dapat kita pada bulan-bulan yang lainnya,"tutup Ustadz Ali Imran.



Wallahu a'lam
(wid)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1504 seconds (0.1#10.140)