Mutiara Wasiat Abu Ubaidah Jelang Kematiannya karena Wabah Tha'un

Sabtu, 12 Juni 2021 - 20:23 WIB
loading...
A A A
Barangkali cerita taubatnya sang pembunuh 99 nyawa merupakan contoh nyata untuk hal ini. Sesungguhnya tatkala ia membunuh dan bertaubat, ia bersegera meninggalkan tempat yang buruk dan kampung kejahatan, maka malaikat rahmat mengambilnya, karena ia datang bertaubat dengan tulus ikhlas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. (HR. Al-Bukhari 3283 dan Muslim 2766).

Maka kepada setiap orang yang melakukan kesalahan terhadap dirinya dan syetan memutuskan harapannya dari rahmat Rabb-nya, janganlah ia berputus asa. Laki-laki ini membunuh 99 orang, maka ketika taubatnya benar, Rabb-nya memberi rahmat kepadanya, kendati ia belum melakukan kebaikan lewat anggota tubuhnya selain berhijrah dari negeri keburukan menuju negeri kebaikan.

Di antara mutiara nasehat Abu Ubaidah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa tatkala ia menjadi amir di negeri Syam, ia menyampaikan khutbah kepada manusia, ia berkata:

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku salah seorang dari suku Quraisy, demi Allah, sesungguhnya aku tidak mengetahui seseorang yang berkulit merah atau hitam yang melebihi diriku dalam ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kecuali aku ingin menjadi kulitnya.”

Allahu Akbar! Alangkah indahnya ungkapan ini yang berasal dari seorang amir, dari keturunan Quraisy.

Sesungguhnya itu adalah pemahaman terhadap hakikat timbangan syari’ah, adapun perbedaan lainnya yang di luar kekuasaan manusia, maka sesungguhnya ia tidak ada nilainya di sisi Allah Ta’ala.

Apakah ada yang bisa menolong Abu Lahab ketika ia kufur, padahal ia adalah paman Nabi Muhammad SAW? Apakah ada yang mengurangi kemuliaan Bilal al-Habasyi, Shuhaib ar-Rumy, Salman al-Farisi ketika mereka beriman kepada Allah Ta’ala dan mempercayai Rasul-Nya?

Sesungguhnya ia adalah risalah yang disampaikan Abu Ubaidah Radhiyallahu ‘anhu dari mimbarnya –sementara ia seorang amir (gubernur)- untuk memberi penekanan terhadap masyarakat umum yang sebagian mereka merasa tinggi karena mendapat kedudukan dalam pemerintahan.

Padahal keutamaan sebenarnya adalah dengan takwa, bukan dengan jabatan atau keturunan.
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2594 seconds (0.1#10.140)