Perbedaan Aqiqah dan Qurban Menurut Syariat

Selasa, 29 Juni 2021 - 08:56 WIB
loading...
Perbedaan Aqiqah dan Qurban Menurut Syariat
Hewan hewan yang biasa dipakai untuk pelaksanaan aqiqah dan qurban. Foto istimewa
A A A
Perbedaan aqiqah dan qurban masih sering dipertanyakan . Ini tak lepas dari hewan yang diqurbankan, namun keduanya sangat jelas memiliki perbedaan yang tak bisa disamakan.

Perbedaan ini setidaknya dapat dilihat dari beberapa perkara, seperti definisi , jenis hewan yang digunakan, jumlah hewan yang disembelih, waktu penyembelihan, jumlah pelaksanaan, pemberian daging, wujud daging yang diberikan dan upah bagi penyembelih. Dinukil dari beberapa sumber, berikut beberapa perbedaan mendasar tentang aqiqah dan qurban ini. Di antaranya:



1. Aqiqah

Aqiqah menurut bahasa artinya memotong. Asal katanya aqqa- yauqqu- aqqan. Menurut para ulama, istilah memotong memiliki makna beragam. Yakni memotong atau menyembelih hewan dan memotong rambut bayi yang lahir. Menurut Abu Ubaid, aqiqah berarti rambut atau bulu yang ada di kepala bayi.

Sedangkan menurut istilah, aqiqah bermakna pemotongan/ penyembelihan hewan dalam rangka tasyakuran kepada Allah SWT karena kelahiran anak (laki-laki maupun perempuan) disertai dengan pemotongan rambut bayi tersebut.

Dalil terkait aqiqah ini adalah dari Samurah dari Nabi Salallahu Alaihi wa sallam, beliau bersabda, ‘Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka hendaklah disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama. (HR Ibnu Majah).



Untuk anak laki-laki aqiqahkan dengan dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan adalah satu ekor kambing. Untuk jenis kelamin kambingnya dibolehkan jantan atau betina, namun lebih baik jantan dengan warna putih.

Menurut umumnya ulama, aqiqah adalah hukumnya sunnah muakkad, yang memiliki makna sebagai tebusan, dan rasa syukur kepada Allah SWT.

Daging aqiqah dibagikan dalam bentuk olahan yang telah matang atau dimasak. Dibagikan kepada kerabat, tetangga, saudara, atau yang lebih penting juga adalah orang-orang yang membutuhkan, seperti fakir miskin. Keluarga yang melakukan aqiqah diperbolehkan mengonsumsi daging tersebut.



2. Qurban

Asal kata qurban yaitu qariba- yaqrabu- qurbanan wa wirbanan (dikutip dari kamus Ibn Manzhur dan Munawir). Arti dari kata tersebut adalah dekat, maksudnya mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan mengerjakan perintah-Nya. Selain itu, kata kurban juga berkaitan dengan kata udhiyyah bentuk jamak dari kata dhahiyyah yang berasal dari kata dhaha (waktu dhuha). Maknanya yaitu, sembelihan di waktu dhuha pada tanggal 10 sampai 13 bulan Dzulhijjah.

Sedangkan menurut istilah, qurban yaitu menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah dan tiga hari tasyriq setelahnya 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Dalil berqurban terdapat dalam Quran Surat Al-Kautsar Ayat 2 :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah hewan kurban.” (QS. Al-Kautsar: 2).



Tafsir Al-Mukhtashar menjelaskan ayat tersebut, yang dimaksud dengan dirikanlah sholat, maka ikhlaskanlah sholatmu seluruhnya hanya untuk tuhanmu,dan sembelihlah binatang sembelihanmu untuk-Nya dan hanya dengan nama-Nya semata.

Hukum berkurban sebagian ulama mengatakan adalah sunnah muakkad yakni sunnah yang sangat dianjurkan, terlebih untuk umat-Nya yang telah diberikan rezeki lebih sudah tentu menjadi wajib untuk berkurban.

Dari sisi tujuan syariatnya, kurban dalam rangka memperingati pengorbanan Nabi Ibarahim as dan Nabi Ismail as. Seperti yang tercatat dalam Al-Quran, bahwa Allah SWT menguji Nabi Ibrahim as untuk menyembelih putra kesayangannya Nabi Ismail as. Akhirnya, mereka menunjukkan kesabaran, keteguhan dan ketaatan yang sangat mulia.



Hingga tiba saat Nabi Ismail hendak disembelih, Allah menggantinya dengan kehadiran domba putih besar yang langsung turun dari surga. Allah SWT berfirman,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. As-Shafaat: 102).



Perbedaan dari Jenis Hewan yang Digunakan

Menurut Imam Madzhab hewan ternak yang boleh digunakan untuk berkurban adalah unta, sapi dan kambing. Namun dalam hal keutamaannya terdapat perbedaan. Imam Malik berpendapat bahwa yamg paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi atau kerbau, lalu unta. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah unta, kemudian sapi, lalu kambing.

Untuk kriteria, seluruh hewan ternak yang akan disembelih harus sehat (tidak cacat), dan cukup usianya biasanya dilihat dari sudah berganti giginya. Jika menggunakan domba, minimal berusia satu tahun dan sudah ganti gigi. Jika menggunakan kambing, minimal sudah dua tahun. Sapi dan kerbau mencapai dua tahun lebih. Dan unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih.



Sedangkan untuk aqiqah, penggunaan kambing sama dengan berqurban. Sehat, tidak cacat dan sudah berganti gigi. Parameter usianya adalah sudah cukup dewasa dengan berganti gigi. Untuk jenis kambing yang akan disembelih boleh dengan kambing apapun, seperti kambing kampung, domba, kibsy atau gibas. Penggunaan kambing sebagai hewan aqiqah, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW,

“(Aqiqah) untuk anak laki-laki adalah dua kambing dan untuk perempuan satu kambing. Baik berjenis kelamin jantan atau betina, tidak masalah” (sesuai dalam kitab al-Majmu’ Saryh muhazzab).



Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3952 seconds (0.1#10.140)