Inilah Mengapa Manusia Membenci Kematian dan Kefakiran?

Kamis, 15 Juli 2021 - 17:11 WIB
loading...
Inilah Mengapa Manusia Membenci Kematian dan Kefakiran?
Ilustrasi/Dok, SINDOnews
A A A
KITA memiliki ilmu yang sangat terbatas, sehingga seringkali penilaian kita terhadap sesuatu tidak sesuai dengan kenyaatan. Kita terkadang menyukai suatu perkara, padahal perkara itu akan berpotensi untuk mencelakakan. Demikian juga terkadang membenci suatu perkara, padahal sesuatu yang dibencinya itu baik dan bermanfaat baginya.

Allah SWT berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [ al-Baqarah/2: 216 ]



Oleh karena itu, ketika seseorang ditimpa ujian kematian orang yang dicintai, dia harus husnuzhan (berprasangka baik) kepada Allah taala dan berusaha menghadapi musibah ini dengan penuh kesabaran.

Sesungguhnya ada dua perkara yang dibenci oleh manusia, padahal dua perkara tersebut baik bagi seorang Mukmin. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اثْنَتَانِ يَكْرَهُهُمَا ابْنُ آدَمَ الْمَوْتُ وَالْمَوْتُ خَيْرٌ لِلْمُؤْمِنِ مِنَ الْفِتْنَةِ وَيَكْرَهُ قِلَّةَ الْمَالِ وَقِلَّةُ الْمَالِ أَقُلُّ لِلْحِسَابِ.

Dari Mahmud bin Labid bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua perkara yang dibenci anak Adam, (pertama) kematian, padahal kematian itu lebih baik bagi seorang mukmin daripada fitnah (kesesatan di dalam agama). (Kedua) dia membenci sedikit harta, padahal sedikit harta itu lebih menyedikitkan hisab (perhitungan amal). [HR. Ahmad, dan lain-lain, dishahihkan oleh al-Albâni di dalam ash-Shahîhah, no. 813]

Hal ini juga sangat dipahami oleh sebagian sahabat, oleh karena itu Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata:

“يَا حَبَّذَا الْمَكْرُوهَانِ: الْمَوْتُ وَالْفَقْرُ، وَأَيْمُ اللَّهِ أَلا إِنَّ الْغِنَى وَالْفَقْرَ وَمَا أُبَالِي بِأَيِّهِمَا ابْتُلِيتُ، إِنْ كَانَ الْغِنَى إِنَّ فِيهِ لَلْعَطْفِ، وَإِنْ كَانَ الْفَقْرُ إِنَّ فِيهِ لِلصَّبْرِ

Alangkah bagusnya dua perkara yang dibenci (yaitu) kematian dan kefakiran. Demi Allah, ketahuilah sesungguhnya kekayaan atau kemiskinan, aku tidak peduli dengan yang mana dari keduanya aku diuji. Jika aku diuji dengan kekayaan, maka sesungguhnya di dalam kekayaan itu untuk menolong. Jika aku diuji dengan kefakiran, maka sesungguhnya di dalam kefakiran itu untuk kesabaran. [HR. Thabarani; Ahmad di dalam Az-Zuhd; dll]

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu juga berkata:

وَاللَّهِ الَّذِي لا إِلَهَ غَيْرُهُ، مَا مِنْ نَفْسٍ حَيَّةٍ إِلا الْمَوْتُ خَيْرٌ لَهَا إِنْ كَانَ بَرًّا، إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ: ” وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِلْأَبْرَارِ” وَإِنْ كَانَ فَاجِرًا , إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ: ” وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ ۚ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا”

Demi Allah yang tidak ada ilah yang haq kecuali Dia. Tidak ada satu jiwapun yang mati kecuali kematian lebih baik darinya. Jika dia seorang yang berbakti, maka sesungguhnya Allah SWT berfirman, (yang artinya) “Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti”. [Ali ‘Imran/198].



Jika dia seorang yang fajir (jahat), maka sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka”. [Ali ‘Imran/3: 178]. [Riwayat Thabarni, dll].

Ayat yang mulia ini (Ali ‘Imran/3: 178) menunjukkan adanya problem dan syubhat yang merasuki sebagian hati manusia, yaitu musuh-musuh kebenaran tidak mendapatkan siksa di dunia, diberi kesenangan secara lahiriyah dengan kekuatan, kekuasaan, harta benda, dan kedudukan. Yang hal ini menimbulkan kesesatan di hati mereka dan orang-orang yang berada di sekitar mereka.

Ini juga membuat orang-orang yang imannya lemah berburuk sangka kepada Allah SWT. Prasangka yang tidak benar, prasangka jahiliyah, yaitu menyangka Allah taala meridhai kebatilan dan keburukan.

Mereka mengatakan bahwa jika Allah tidak meridhainya, tentu Allah tidak akan membiarkannya membesar dan berkuasa.

Sesungguhnya ketika Allah SWT tidak segera menyiksa mereka, ketika Allah memberikan berbagai kesenangan di dunia, itu semua hanyalah tipu daya terhadap mereka, karena Allah tidak menghendaki kebaikan bagi mereka.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1496 seconds (0.1#10.140)