Bagaimana Hukum Meluapkan Perasaan Rindu pada Suami atau Istri yang Wafat?

Selasa, 14 Maret 2023 - 12:31 WIB
loading...
Bagaimana Hukum Meluapkan Perasaan Rindu pada Suami atau Istri yang Wafat?
Ada cinta yang diperbolehkan dan dimaklumi dalam syariat, yaitu mahabbah tobiiyah atau perasaan cinta secara tabiat, seperti cinta suami pada istri dan sebaliknya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Ditinggal wafat seseorang atau pasangan hidup baik itu suami atau istri yang dicintai, tentu akan sangat menyedihkan. Bahkan, ada kalanya perasaan rindu dan cinta itu bertambah kuat justru pada saat orang yang kita cintai itu sudah tiada. Akibatnya, kita sering bersedih, menangis dan meluapkan rasa rindu itu secara berlebihan untuk mengenangnya. Bagaimana sebenarnya perasaan rindu dan luapan cinta pada seseorang yang sudah meninggal ini dalam pandangan syariat? Berdosakah atau malah termasuk syirik kecil?

Ustaz Setiawan Tugiyono, dai yang berkhidmat di lembaga bimbingan Islam ini menjelaskan, memiliki perasaan rindu dan cinta pada pasangan yang sudah meninggal tidak menjadi masalah. Ada cinta yang diperbolehkan dan dimaklumi dalam syariat, yaitu mahabbah tobiiyah atau perasaan cinta secara tabiat, seperti cinta suami pada istri dan sebaliknya.

"Dan ini diperbolehkan, yang penting jangan sampai dengan cinta tobiiyah ini sampai mengalahkan kecintaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala,"ungkap ustadz alumni Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta dan S2 Hukum Islam di Universitas Muhammadiyah Surakarta tersebut.

Menurutnya, dahulu Nabi Muhammad Shallalalahu alaihi wa sallam saking cintanya kepada Khadijah, Beliau masih sering menyebutkan nama Khadijah padahal beliau sudah beristrikan Aisyah. Aisyah pun sampai cemburu dengan sikap Nabi yang demikian. Disebutkan dalam hadis bahwa Aisyah radhiyallahu'anha berkata:

ما غِرْتُ على أَحَدٍ من أَزْوَاجِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ ما غِرْتُ على خديجةَ وما بي أنْ أَكُونَ أَدْرَكْتُها وما ذلكَ إلَّا لِكَثْرَةِ ذكرِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ لها وإنْ كان لَيذبحُ الشَّاةَ فَيَتَتَبَّعُ بِها صدايقَ خديجةَ فَيُهْدِيها لهُنَّ


“Saya tidak pernah merasa cemburu pada istri-istri Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain sebagaimana cemburu saya pada Khadijah. Padahal saya belum pernah bertemu dengannya, dan saya tahu Khadijah karena betapa banyaknya Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkannya. Terkadang juga Beliau menyembelih seekor kambing, kemudian mencari sanak kerabat Khadijah, dan Nabi memberikan hadiah daging kambing tersebut pada mereka”. (H.R al-Tirmidzi no: 3875).

Ustaz Setiawan menjelaskan, dalam hadis tersebut bisa kita ambil pelajaran bahwa Nabi SAW senantiasa masih mengingat-ingat Khadijah, bahkan sering menyebutkan namanya, juga Beliau terkadang menyembelih kambing untuk dihadiahkan pada kerabat Khadijah, dan yang demikian tidak mengapa dan tidak berdosa.

"Hanya saja jika seseorang yang ditinggal itu kelak menikah lagi dengan suami atau istri yang baru, saran kami alangkah lebih baiknya tidak menyebut-nyebut suami lama di hadapan suami atau istri baru, sebagai bentuk menghormatinya. Adapun sekadar menyimpan perasaan dengan suami atau istri yang terdahulu, insya Allah ini tidak menjadi masalah, ini jika ke depan akan menikah lagi, jika tidak maka saran ini tidak berlaku,"pungkasnya.


Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1417 seconds (0.1#10.140)