Imran Bin Hushain: Mewasiatkan Agar Keluarganya Berpesta Setelah Kematiannya
loading...
A
A
A
Imran bin Hushain ra adalah sahabat Nabi SAW. Sewaktu ia hendak meninggal, wasiatnya kepada kaum kerabatnya dan para sahabatnya, ialah: "Jika, kalian, telah kembali dari pemakamanku, maka sembelihlah hewan dan adakanlah jamuan!"
Imran datang kepada Rasulullah SAW untuk bai'at pada tahun perang Khaibar . Ia merupakan gambaran sosok yang jujur, sifat zuhud, dan kesalehan serta mati-matian dalam mencintai Allah dan mentaati-Nya.
Pernah suatu saat beberapa orang sahabat menanyakan pada Rasulullah SAW: "Ya Rasulullah, kenapa kami ini, bila kami sedang berada di sisimu, hati kami menjadi lunak hingga tidak menginginkan dunia lagi dan seolah-olah akhirat itu kami lihat dengan mata kepala?
Tetapi demi kami meninggalkanmu dan kami berada di lingkungan keluarga, anak-anak dan dunia kami, maka kami pun telah lupa diri?"
Rasulullah SAW menjawab: "Demi Allah, Yang nyawaku berada dalam tangan-Nya! Seandainya kalian selalu berada dalam suasana seperti di sisiku, tentulah malaikat akan menampakkan dirinya menyalami kamu. Tetapi, yah yang demikian itu hanya sewaktu-waktu, !"
lmran bin Hushain mendengar pembicaraan itu, maka timbullah keinginannya, dan seolah-olah ia bersumpah pada dirinya tidak akan berhenti dan tinggal diam, sebelum mencapai tujuan mulia tersebut, bahkan walau terpaksa menebusnya dengan nyawanya sekalipun. Dan seolah- olah ia tidak puas dengan kehidupan sewaktu-waktu itu, tetapi ia menginginkan suatu kehidupan yang utuh dan padu, terus-menerus dan tiada henti-hentinya, memusatkan perhatian dan berhubungan selalu dengan Allah Robbul'alamin.
Di masa pemerintahan Amirul Mu'minin Umar bin Khatthab , Imran dikirim oleh khalifah ke Bashrah untuk mengajari penduduk dan membimbing mereka mendalami Agama. Demikianlah di Bashrah ia melabuhkan tirainya, maka demi dikenal oleh penduduk, mereka pun berdatanganlah mengambil berkah dan meniru teladan ketakwaannya.
Berkata Hasan Basri dan Ibnu Sirin : "Tidak seorang pun di antara sahabat-sahabat Rasul SAW yang datang ke Bashrah, lebih utama dari Imran bin Hushain."
Dalam beribadah dan hubungannya dengan Allah, 'Imran tak sudi diganggu oleh sesuatu pun. la menghabiskan waktu dan seolah-olah tenggelam dalam ibadah, hingga seakan-akan ia bukan penduduk bumi yang didiaminya ini lagi. Sungguh, seolah-olah ia adalah Malaikat, yang hidup di lingkungan Malaikat, bergaul dan berbicara dengannya, bertemu muka dan bersalaman dengannya.
Dan tatkala terjadi pertentangan tajam di antara Kaum Muslimin, yaitu antara golongan Ali bin Abu Thalib dan Mu’awiyah, tidak saja 'Imran bersikap tidak memihak, bahkan juga ia meneriakkan kepada ummat agar tidak campur tangan dalam perang tersebut, dan agar membela serta mempertahankan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya.
Katanya pada mereka: "Aku lebih suka menjadi pengembala rusa di puncak bukit sampai aku meninggal, daripada melepas anak panah ke salah satu pihak, biar meleset atau tidak ... !"
Dan kepada orang-orang Islam yang ditemuinya, diamanatkannya: "Tetaplah tinggal di mesjidmu... Dan jika ada yang memasuki mesjidmu, tinggallah di rumahmu... Dan jika ada lagi yang masuk hendak merampas harta atau nyawamu, maka bunuhlah dia!"
Keimanan Imran bin Hushain membuktikan hasil gemilang. Ketika ia mengidap suatu penyakit yang selalu menggangu selama 30 tahun, tak pernah ia merasa kecewa atau mengeluh. Bahkan tak henti-hentinya ia beribadah kepada-Nya, baik di waktu berdiri, di waktu duduk dan berbaring.
Ketika para sahabatnya dan orang-orang yang menjenguknya datang dan menghibur hatinya terhadap penyakitnya itu, ia tersenyum sambil ujarnya: "Sesungguhnya barang yang paling kusukai, ialah apa yang paiing disukai Allah!"
Sewaktu ia hendak meninggal, wasiatnya kepada kaum kerabatnya dan para sahabatnya, ialah: "Jika, kalian, telah kembali dari pemakamanku, maka sembelihlah hewan dan adakanlah jamuan!"
Sepatutnyalah mereka menyembelih hewan dan mengadakan jamuan! Karena kematian seorang Mu'min seperti 'Imran bin Hushain bukanlah merupakan kematian yang sesungguhnya! Itu tidak lain dari pesta besar dan mulia, di mana suatu ruh yang tinggi yang ridla dan diridlai-Nya diarak ke dalam surga, yang besarnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-rang yang takwa.
Imran datang kepada Rasulullah SAW untuk bai'at pada tahun perang Khaibar . Ia merupakan gambaran sosok yang jujur, sifat zuhud, dan kesalehan serta mati-matian dalam mencintai Allah dan mentaati-Nya.
Pernah suatu saat beberapa orang sahabat menanyakan pada Rasulullah SAW: "Ya Rasulullah, kenapa kami ini, bila kami sedang berada di sisimu, hati kami menjadi lunak hingga tidak menginginkan dunia lagi dan seolah-olah akhirat itu kami lihat dengan mata kepala?
Tetapi demi kami meninggalkanmu dan kami berada di lingkungan keluarga, anak-anak dan dunia kami, maka kami pun telah lupa diri?"
Rasulullah SAW menjawab: "Demi Allah, Yang nyawaku berada dalam tangan-Nya! Seandainya kalian selalu berada dalam suasana seperti di sisiku, tentulah malaikat akan menampakkan dirinya menyalami kamu. Tetapi, yah yang demikian itu hanya sewaktu-waktu, !"
lmran bin Hushain mendengar pembicaraan itu, maka timbullah keinginannya, dan seolah-olah ia bersumpah pada dirinya tidak akan berhenti dan tinggal diam, sebelum mencapai tujuan mulia tersebut, bahkan walau terpaksa menebusnya dengan nyawanya sekalipun. Dan seolah- olah ia tidak puas dengan kehidupan sewaktu-waktu itu, tetapi ia menginginkan suatu kehidupan yang utuh dan padu, terus-menerus dan tiada henti-hentinya, memusatkan perhatian dan berhubungan selalu dengan Allah Robbul'alamin.
Di masa pemerintahan Amirul Mu'minin Umar bin Khatthab , Imran dikirim oleh khalifah ke Bashrah untuk mengajari penduduk dan membimbing mereka mendalami Agama. Demikianlah di Bashrah ia melabuhkan tirainya, maka demi dikenal oleh penduduk, mereka pun berdatanganlah mengambil berkah dan meniru teladan ketakwaannya.
Berkata Hasan Basri dan Ibnu Sirin : "Tidak seorang pun di antara sahabat-sahabat Rasul SAW yang datang ke Bashrah, lebih utama dari Imran bin Hushain."
Dalam beribadah dan hubungannya dengan Allah, 'Imran tak sudi diganggu oleh sesuatu pun. la menghabiskan waktu dan seolah-olah tenggelam dalam ibadah, hingga seakan-akan ia bukan penduduk bumi yang didiaminya ini lagi. Sungguh, seolah-olah ia adalah Malaikat, yang hidup di lingkungan Malaikat, bergaul dan berbicara dengannya, bertemu muka dan bersalaman dengannya.
Dan tatkala terjadi pertentangan tajam di antara Kaum Muslimin, yaitu antara golongan Ali bin Abu Thalib dan Mu’awiyah, tidak saja 'Imran bersikap tidak memihak, bahkan juga ia meneriakkan kepada ummat agar tidak campur tangan dalam perang tersebut, dan agar membela serta mempertahankan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya.
Katanya pada mereka: "Aku lebih suka menjadi pengembala rusa di puncak bukit sampai aku meninggal, daripada melepas anak panah ke salah satu pihak, biar meleset atau tidak ... !"
Dan kepada orang-orang Islam yang ditemuinya, diamanatkannya: "Tetaplah tinggal di mesjidmu... Dan jika ada yang memasuki mesjidmu, tinggallah di rumahmu... Dan jika ada lagi yang masuk hendak merampas harta atau nyawamu, maka bunuhlah dia!"
Keimanan Imran bin Hushain membuktikan hasil gemilang. Ketika ia mengidap suatu penyakit yang selalu menggangu selama 30 tahun, tak pernah ia merasa kecewa atau mengeluh. Bahkan tak henti-hentinya ia beribadah kepada-Nya, baik di waktu berdiri, di waktu duduk dan berbaring.
Ketika para sahabatnya dan orang-orang yang menjenguknya datang dan menghibur hatinya terhadap penyakitnya itu, ia tersenyum sambil ujarnya: "Sesungguhnya barang yang paling kusukai, ialah apa yang paiing disukai Allah!"
Sewaktu ia hendak meninggal, wasiatnya kepada kaum kerabatnya dan para sahabatnya, ialah: "Jika, kalian, telah kembali dari pemakamanku, maka sembelihlah hewan dan adakanlah jamuan!"
Sepatutnyalah mereka menyembelih hewan dan mengadakan jamuan! Karena kematian seorang Mu'min seperti 'Imran bin Hushain bukanlah merupakan kematian yang sesungguhnya! Itu tidak lain dari pesta besar dan mulia, di mana suatu ruh yang tinggi yang ridla dan diridlai-Nya diarak ke dalam surga, yang besarnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-rang yang takwa.
(mhy)