Santri Tutup Telinga, Musik Haram? Begini Pendapat Imam Al-Gazali

Rabu, 15 September 2021 - 17:23 WIB
loading...
Santri Tutup Telinga, Musik Haram? Begini Pendapat Imam Al-Gazali
Imam Ghazali mengingatkan para sufi memanfaatkan musik untuk membangkitkan cinta yang lebih besar kepada Allah dalam diri mereka, dan dengannya mereka seringkali mendapatkan penglihatan dan kegairahan rohani. (Ilustrasi/Ist)
A A A
Belakangan viral video yang memperlihatkan santri menutup telinga mereka saat divaksin. Mereka adalah santri Ma'had Tahfidz Quran. Banyak pihak yang mengkritik mereka dan bahkan menyebut mereka radikal. Kelakuan para santri ini dikaitkan dengan haramnya mendengarkan musik.



Budayawan, Sudjiwo Tedjo , berpendapat hak para santri untuk menutup telinga dan menyayangkan sikap mereka yang mengkritik radikal. Dalam akun Twitter Jack Separo Gendeng, Sudjiwo Tedjo memasang status:

"Jangan ngaku demokratis bila ketawa2 ngece melihat mereka yg menutup telinganya dari musik. Itu hak mereka. Hargai. Aku suka musik, dan hidup antara lain dari musik pula, tapi kubela hak siapa pun utk tak mau mendengarkan musik."

Di sisi lain Direktur Wahid Foundation yang juga putri KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Yenny Wahid , mencoba meluruskan. Dia bilang para santri ini adalah para penghafal Al-Quran.

Yenny dalam unggahan Instagramnya @yennywahid menuturkan, menghafal Al-Quran bukan perkara mudah. Dalam menghafal Al-Quran memang dibutuhkan suasana tenang dan hening agar lebih bisa fokus. Jika dikaitkan dengan video viral, tindakan menutup telinga tidak bisa disebut radikal karena para santri hanya ingin konsentrasi penuh dalam menghafal Al-Quran.

Jika mengacu status Yenny di Instagram tersebut, sikap santri yang menutup telinga tidak terkait haram dan halalnya musik, nyanyian atau seni suara. Hanya saja, Sudjiwo Tedjo menerjemahkan sebagai anti-musik. Nah, sesungguhnya bagaimana kedudukan seni musik dan seni suara dalam Islam?

Gema Dunia Keindahan
Imam Ghazali berpendapat hati manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa bagai sebuah batu api. Ia mengandung api tersembunyi yang terpijar oleh musik dan harmoni serta menawarkan kegairahan bagi orang lain, di samping dirinya.

"Harmoni-harmoni ini adalah gema dunia keindahan yang lebih tinggi, yang kita sebut dunia ruh," tulis al-Ghazali dalam Buku Kimia Kebahagiaan , yang merupakan terjemahan dari buku aslinya berbahasa Inggris, The Alchemy of Happiness.

Imam Ghazali mengingatkan manusia akan hubungannya dengan dunia tersebut, dan membangkitkan emosi yang sedemikian dalam dan asing dalam dirinya, sehingga ia sendiri tak berdaya untuk menerangkannya.

Pengaruh musik dan tarian amat dalam, menyalakan cinta yang telah tidur di dalam hati - cinta yang bersifat keduniaan dan inderawi, ataupun yang bersifat ketuhanan dan ruhaniah.

Sesuai dengan itu, terjadi perdebatan di kalangan ahli teologi mengenai halal dan haramnya musik dan tarian dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.



Urusan Cinta dan Makhluk
Suatu sekte, Zhahariah, berpendapat bahwa Allah sama sekali tak dapat dibandingkan dengan manusia, seraya menolak kemungkinan bahwa manusia bisa benar-benar merasakan cinta kepada Allah.

Mereka berkata bahwa manusia hanya bisa mencinta sesuatu yang termasuk dalam spesiesnya. Jika ia "benar-benar" merasakan sesuatu yang ia pikir sebagai cinta kepada Sang Khalik, kata mereka hal itu tak lebih daripada sekadar proyeksi belaka, atau bayang-bayang yang diciptakan oleh khayalannya, atau suatu pantulan cinta kepada sesama mahluk.

Musik dan tarian , menurut mereka, hanya berurusan dengan cinta kepada makhluk, dan karenanya haram dalam kegiatan keagamaan.

Jika kita tanya mereka, apakah arti "cinta kepada Allah" yang diperintahkan oleh syariat , mereka menjawab bahwa hal itu berarti ketaatan dan ibadah.

"Saat ini, baiklah kita puaskan diri kita dengan berkata bahwa musik dan tari tidak memberikan sesuatu yang sebelumnya tidak ada di dalam hati, tapi hanyalah membangunkan emosi yang tertidur. Oleh karena itu, menyimpan cinta kepada Allah di dalam hati yang diperintahkan oleh syariat itu sama sekali dibolehkan. Malah ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang memperbesarnya patut dipuji," tutur Imam Ghazali.

Di pihak lain, lanjut Imam Ghazali, jika hatinya penuh dengan nafsu inderawi, musik dan tarian hanya akan menambahnya; karena itu, terlarang baginya.

"Sementara itu, jika mendengarkan musik hanyalah sebagai hiburan belaka, maka hukumnya mubah. Karena, sekadar kenyataan bahwa musik itu menyenangkan tidak lantas membuatnya haram, sebagaimana mendengarkan seekor burung berbunyi; atau melihat rumput hijau dan air mengalir tidak diharamkan," jelasnya.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2675 seconds (0.1#10.140)