Hamzah bin Abdul Muthalib: Bersama Roh Para Syuhada di Perut Burung

Minggu, 03 Oktober 2021 - 17:43 WIB
loading...
A A A
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (No. 1887) dari jalan al-A’masy dari Abdullah bin Murrah dari Masruq, dikutip oleh Adz-Dzahabi, Siyar A’laamin Nubalaa (Vol 1, hlm 179).

Tak Ada yang Menangisi Hamzah
Ibnu Ishaq dalam bukunya berjudul Sirat Rasul Allah, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh A Guillaume, The Life of Muhammad (Oxford University Press: Karachi, 1967) memaparkan Rasulullah SAW dan para sahabat kemudian pulang ke Madinah. Di tengah perjalanan Rasulullah SAW mendengar tangisan dari para wanita. Ibnu Ishaq meriwayatkan:

Rasulullah SAW melewati salah satu permukiman Ansar, Bani Abdul-Asyhal dan Zafar, dan dia mendengar suara tangisan dan ratapan atas orang-orang yang wafat. Mata Rasulullah berkaca-kaca, dan beliau menangis dan berkata, “Tetapi tidak ada wanita yang menangisi Hamzah.”

Ketika Saad bin Muadz dan Usaid bin Hudair kembali ke permukiman, mereka memerintahkan wanita mereka untuk bergegas dan pergi dan menangisi paman Rasulullah (Hamzah).

Hakim bin Hakim bin Abbad bin Hunaif, yaitu seseorang dari Bani Abdul-Asyhal, mengatakan kepadaku, “Ketika Rasulullah mendengar mereka menangis untuk Hamzah di pintu masjidnya, beliau berkata, ‘Pulanglah; semoga Allah merahmati kalian; kalian telah benar-benar membantu dengan kehadiran kalian.’.”

Ja’far Subhani dalamAr-Risalah: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW menuturkan dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa seorang wanita dari Bani Dinar yang telah kehilangan suami, ayah, dan saudaranya sedang duduk di antara kaum wanita sambil meneteskan air mata, sementara yang lain-lain meratap.

Kebetulan Rasulullah SAW bersama para sahabat lewat tak jauh dari kelompok wanita itu. Wanita yang sedang dilanda musibah itu menanyakan kepada orang-orang yang di dekatnya tentang keadaan Rasulullah SAW.

Semuanya menjawab, “Alhamdulillah, beliau baik-baik saja,” sambil menunjukkan Rasulullah kepadanya.

Ketika melihat wajah Rasulullah, wanita itu segera melupakan musibah yang menimpanya seraya mengatakan sesuatu dari lubuk hatinya, yang menciptakan suatu revolusi dalam pikiran orang-orang yang hadir di situ.

Dia berkata, “Wahai Nabi Allah! Segala kesulitan dan kesusahan menjadi mudah dijalanmu (yakni, apabila engkau masih hidup, kami menganggap setiap malapetaka yang menimpa kami tak berarti, dan kami mengabaikannya-pen).”

Terpujilah ketabahan ini, dan terpujilah iman yang menyelamatkan orang dari kegoyahan sebagaimana jangkar mempertahankan kapal dari gelombang laut.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2936 seconds (0.1#10.140)