Wahsyi bin Harb: Budak Pembunuh Hamzah, Gagak Hitam yang Dibenci Kaum Muslim
loading...
A
A
A
Wahsyi bin Harb adalah budak yang membunuh paman Nabi SAW, Hamzah bin Abdul Muthalib dalam perang Uhud. Wahsyi adalah budak milik Jubair bin Mutham.Pada hari-hari terakhir kehidupannya, Wahsyi merupakan gagak hitam yang selalu dibenci kaum Muslim; dia menjadi pemabuk dan dihukum dua kali karena minum khamar. Namanya dihapus dari daftar tentara.
Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury dalam Sirah Nabawiyah menjelaskan sewaktu Perang Badar , paman Jubair, yaitu Thuaimah bin Adi, tewas terbunuh. Jubair ingin membalas dendam, maka dia berkata kepada Wahsyi, “Jika engkau dapat membunuh Hamzah, paman Muhammad, sebagai pembalasan atas terbunuhnya pamanku, maka engkau menjadi merdeka.”
Wahsyi kemudian mereka bawa untuk dipertemukan dengan Hindun binti Utbah, istri dari Abu Sufyan, untuk digembleng, dididik, dan dihasut mentalnya.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah" menjelaskan Hindun sendiri memiliki dendam kesumat terhadap Hamzah, sebab, sebagaimana disampaikan orang-orang kepadanya, bahwa ayah (Utbah bin Rabi’ah), paman (Syaibah bin Rabi’ah), saudara (al-Walid bin Utbah), dan putranya (tidak dijelaskan putranya yang mana) telah dibunuh oleh Hamzah dalam Perang Badar.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Hindun sangat membenci Hamzah, dan di antara orang-orang Quraisy lainnya, tidak peduli dia lelaki atau perempuan, Hindun adalah yang paling giat dan keras untuk menghasut orang-orang agar mau berperang. Tujuannya semata adalah agar dapat membunuh Hamzah, berapapun harga yang mesti dia bayar.
Pada awalnya, Hindun meminta Wahsyi untuk membunuh salah satu dari tiga orang, yaitu Rasulullah , Hamzah, atau Ali bin Abi Thalib . Namun Wahsyi menjawabnya, “Aku sama sekali tak dapat mendekati Muhammad, karena para sahabatnya lebih dekat kepadanya ketimbang siapa pun lainnya, sementara Ali amat awas di medan pertempuran.
“Namun, Hamzah terlalu galak sehingga, sementara bertempur, dia tak memperhatikan ke sisi lain, dan mungkin aku dapat menjatuhkannya dengan suatu muslihat atau menyergapnya ketika lengah.”
Janji Hindun binti Utbah
Wahsyi yang merupakan mantan prajurit di negeri asalnya sudah mampu membuat analisis tentang kondisi lawan-lawannya nanti. Maka tercapailah suatu kesepakatan, bahwa yang akan dibunuhnya adalah Hamzah. Hindun sendiri menjanjikan kemerdekaan kepadanya jika misi ini dapat tercapai.
Berhari-hari lamanya Hindun kemudian tidak melakukan pekerjaan lain, kecuali menggembleng dan menghasut Wahsyi serta menumpahkan sumpah serapah dan kebenciannya kepada Hamzah, dan juga merencanakan peranan yang akan dimainkan oleh Wahsyi.
Selain menjanjikan kemerdekaan, dia juga menjanjikan akan memberinya kekayaan dan perhiasan yang paling berharga milik wanita seperti dirinya. Sementara dia berbicara, jari-jarinya yang penuh kebencian memegang anting-anting permata yang bernilai tinggi dan kalung emas yang terlilit pada lehernya.
Lalu dengan kedua matanya yang memancarkan semangat, dia berkata kepada Wahsyi, “Jika engkau dapat membunuh Hamzah, maka semua ini akan menjadi milikmu!”
Bagaimanapun Wahsyi juga menjadi tergiur karenanya, dan angan-angannya pun terbang melayang dipenuhi kerinduan ingin cepat bertemu dengan peperangan yang akan datang itu. Dia membayang-bayangkan bagaimana lembingnya dapat menembus tubuh Hamzah sehingga dia pun tidak menjadi budak lagi.
Begitu pula dia ingin segera memiliki perhiasan-perhiasan yang selama ini menghiasi leher dan jemari istri pemimpin dan putri tokoh Quraisy tersebut.
Hari demi hari terus berjalan, dan waktu peperangan semakin dekat, Washyi pun mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke medan perang.
PengakuanWashyi
Di era Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan , Washyi berkisah tentang bagaimana ia membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib kepada Ja’far bin Amr bin Umayyah Dhamri dan Abdullah bin Adi bin Khiyar.
Ja'far menyatakan bahwa ketika mereka berdua duduk di hadapan Wahsyi, mereka bertanya, “Kami datang ke sini agar engkau dapat menceritakan kepada kami bagaimana engkau dapat membunuh Hamzah.”
Dia menjawab dengan mengatakan:
Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury dalam Sirah Nabawiyah menjelaskan sewaktu Perang Badar , paman Jubair, yaitu Thuaimah bin Adi, tewas terbunuh. Jubair ingin membalas dendam, maka dia berkata kepada Wahsyi, “Jika engkau dapat membunuh Hamzah, paman Muhammad, sebagai pembalasan atas terbunuhnya pamanku, maka engkau menjadi merdeka.”
Wahsyi kemudian mereka bawa untuk dipertemukan dengan Hindun binti Utbah, istri dari Abu Sufyan, untuk digembleng, dididik, dan dihasut mentalnya.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul "Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah" menjelaskan Hindun sendiri memiliki dendam kesumat terhadap Hamzah, sebab, sebagaimana disampaikan orang-orang kepadanya, bahwa ayah (Utbah bin Rabi’ah), paman (Syaibah bin Rabi’ah), saudara (al-Walid bin Utbah), dan putranya (tidak dijelaskan putranya yang mana) telah dibunuh oleh Hamzah dalam Perang Badar.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Hindun sangat membenci Hamzah, dan di antara orang-orang Quraisy lainnya, tidak peduli dia lelaki atau perempuan, Hindun adalah yang paling giat dan keras untuk menghasut orang-orang agar mau berperang. Tujuannya semata adalah agar dapat membunuh Hamzah, berapapun harga yang mesti dia bayar.
Pada awalnya, Hindun meminta Wahsyi untuk membunuh salah satu dari tiga orang, yaitu Rasulullah , Hamzah, atau Ali bin Abi Thalib . Namun Wahsyi menjawabnya, “Aku sama sekali tak dapat mendekati Muhammad, karena para sahabatnya lebih dekat kepadanya ketimbang siapa pun lainnya, sementara Ali amat awas di medan pertempuran.
“Namun, Hamzah terlalu galak sehingga, sementara bertempur, dia tak memperhatikan ke sisi lain, dan mungkin aku dapat menjatuhkannya dengan suatu muslihat atau menyergapnya ketika lengah.”
Janji Hindun binti Utbah
Wahsyi yang merupakan mantan prajurit di negeri asalnya sudah mampu membuat analisis tentang kondisi lawan-lawannya nanti. Maka tercapailah suatu kesepakatan, bahwa yang akan dibunuhnya adalah Hamzah. Hindun sendiri menjanjikan kemerdekaan kepadanya jika misi ini dapat tercapai.
Berhari-hari lamanya Hindun kemudian tidak melakukan pekerjaan lain, kecuali menggembleng dan menghasut Wahsyi serta menumpahkan sumpah serapah dan kebenciannya kepada Hamzah, dan juga merencanakan peranan yang akan dimainkan oleh Wahsyi.
Selain menjanjikan kemerdekaan, dia juga menjanjikan akan memberinya kekayaan dan perhiasan yang paling berharga milik wanita seperti dirinya. Sementara dia berbicara, jari-jarinya yang penuh kebencian memegang anting-anting permata yang bernilai tinggi dan kalung emas yang terlilit pada lehernya.
Lalu dengan kedua matanya yang memancarkan semangat, dia berkata kepada Wahsyi, “Jika engkau dapat membunuh Hamzah, maka semua ini akan menjadi milikmu!”
Bagaimanapun Wahsyi juga menjadi tergiur karenanya, dan angan-angannya pun terbang melayang dipenuhi kerinduan ingin cepat bertemu dengan peperangan yang akan datang itu. Dia membayang-bayangkan bagaimana lembingnya dapat menembus tubuh Hamzah sehingga dia pun tidak menjadi budak lagi.
Begitu pula dia ingin segera memiliki perhiasan-perhiasan yang selama ini menghiasi leher dan jemari istri pemimpin dan putri tokoh Quraisy tersebut.
Hari demi hari terus berjalan, dan waktu peperangan semakin dekat, Washyi pun mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke medan perang.
PengakuanWashyi
Di era Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan , Washyi berkisah tentang bagaimana ia membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib kepada Ja’far bin Amr bin Umayyah Dhamri dan Abdullah bin Adi bin Khiyar.
Ja'far menyatakan bahwa ketika mereka berdua duduk di hadapan Wahsyi, mereka bertanya, “Kami datang ke sini agar engkau dapat menceritakan kepada kami bagaimana engkau dapat membunuh Hamzah.”
Dia menjawab dengan mengatakan: