Begini Cara Mengusir Jin dan Roh Jahat yang Merasuki Manusia
loading...
A
A
A
Rasulullah SAW pernah mengobati orang yang kesurupan karena diganggu jin. Begitu juga para ulama terdahulu, seperti Ibnu Taimiyah . Bagaimana caranya?
Ibnul Qayyim , salah seorang murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dalam kitabnya, Zad Al-Ma’ad, 4/66 menyatakan gila itu ada dua macam: gila karena ruh jahat yang ada di bumi, dan gila karena stress.
Menurutnya, yang kedua inilah yang dibicarakan oleh para dokter jiwa tentang sebabnya dan penyembuhannya. Adapun kegilaan karena ruh jahat maka para tokoh kedokteran dan cendekiawan mengakuinya dan tidak menolaknya.
"Adapun para dokter yang bodoh dan peringkat bawah serta meyakini kezindikan sebagai keutamaan, maka mereka mengingkari penyakit gila karena roh jahat," ujarnya.
Mereka tidak mengetahui bahwa ruh tersebut dapat berpengaruh dalam tubuh orang yang terkena penyakit gila. Tiada yang menyertai mereka kecuali kebodohan. Jika tidak, maka tidak ada dalam aktivitas kedokteran yang menolak hal itu, dan kenyataannya membuktikannya.
Barangsiapa mempunyai akal dan pengetahuan tentang roh-roh ini dan pengaruh-pengaruhnya, maka ia akan mentertawakan kebodohan mereka dan kelemahan akal mereka.
Membentengi dan Menyembuhkan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya berjudul Fatawa Al-Aqidah mengatakan untuk terbebas dari penyakit gila jenis ini ada dua perkara: membentengi dan menyembuhkan. Untuk membentengi ialah dengan membaca wirid-wirid yang disyariatkan dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, dengan kekuatan jiwa dan tidak mengikuti waswas dan khayalan yang tiada hakikatnya.
"Sebab, mengikuti was-was dan praduga dapat menyebabkan praduga dan waswas ini semakin membesar hingga menjadi kenyataan," ujarnya.
Adapun penyembuhannya, yakni menyembuhkan penyakit gila karena roh jahat, para tokoh kedokteran mengakui bahwa resep-resep kedokteran tidak berpengaruh padanya.
Penyembuhannya ialah dengan doa-doa, bacaan Al-Qur’an dan nasehat.
Syaihul Islam Ibnu Taimiyah biasanya mengobati dengan bacaan ayat Kursi dan Mu’awwidzatain, serta acapkali membaca di telinga orang yang terkena penyakit gila tersebut.
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dkembalikan kepada Kami” [Al-Mu’minun/23 : 115]
Muridnya, Ibnul Qayyim mengatakan, “Beliau bercerita kepada kami bahwa beliau suatu kali membaca ayat ini di telinga orang yang terkena penyakit gila, lalu roh jahat itu mengatakan, “Ya” seraya melengkingkan suaranya dengannya.
Beliau mengatakan, ‘Lalu aku mengambil tongkat untuknya dan memukulnya dengannya pada urat lehernya hingga tanganku capek karena memukulnya’.
Ketika itulah ia mengatakan, ‘Aku menyukainya’. Aku katakan, ‘Dia tidak menyukaimu’. Ia mengatakan, ‘Aku ingin berhaji dengannya.’ Aku katakan kepadanya.’ Ia tidak ingin berhaji bersamamu’. Ia mengatakan, ‘Aku meninggalkannya karena menghormatimu.’ Aku katakan, “Tidak, tetapi karena mentaati Allah dan Rasulnya.’ Ia mengatakan, ‘Kalau begitu aku keluar.’
Lalu orang yang terkena penyakit gila itu duduk sambil melihat ke kanan dan ke kiri seraya mengatakan, ‘Apa yang membawaku kepada Syaikh yang mulia ini”.
Ibnu Muflih, salah seorang murid Syaikhul Islam juga mengatakan dalam kitabnya, Al-Furru’. "Syaikh kami apabila datang kepada orang yang terkena penyakit gila (lantaran ganguan jin), maka beliau menasihati jin yang membuatnya menjadi gila, memerintahkan dan melarangnya. Jika ia berhenti dan berpisah dengan orang dirasukinya, maka beliau meminta janjinya untuk tidak kembali lagi. Jika ia tidak patuh, tidak berhenti dan tidak terpisah, maka beliau memukulnya hingga meninggalkannya."
Pukulan ini secara lahiriahnya pada orang yang terkena penyakit gila, tetapi pada hakikatnya memukul jin yang membuatnya gila”
Cara Rasulullah SAW
Rasulullah SAW juga pernah mengobati orang yang kerasukan jin. Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya, dari Ya’la bin Murrah Radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi SAW dengan membawa anaknya yang kerasukan jin. Maka Nabi SAW bersabda (kepada jin yang berada dalam tubuh anak itu). ‘Keluarlah, wahai musuh Allah. Aku adalah Rasulullah”
Lalu, kata perawi, anak itu sembuh, lantas ibunya menghadiahkan kepada Nabi dua ekor domba dan keju serta minyak samin. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil keju dan samin serta seekor domba, dan mengembalikan seekor domba lainnya kepadanya.
Hadits ini diriwayatkan Ahmad dalam Al-Musnad, no. 17098-17113, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2/617, 618 dan menilainya sebagai shahih, disetujui oleh Adz-Dzahabi dan dinilai baik oleh Al-Mundziri.
Sanadnya dapat dipercaya. Ia mempunyai beberapa jalan periwayatan, yang dinyatakan Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah”. Ini adalah jalan-jalan periwayatan yang baik dan banyak, yang memberikan praduga yang kuat atau kepastian bagi kalangan berilmu bahwa Ya’la bin Murrah menceritakan kisah ini pada umumnya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyimpulkan bahwa dengan ini jelaslah bahwa gangguan jin kepada manusia itu nyata berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah serta fakta.
Ibnul Qayyim , salah seorang murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dalam kitabnya, Zad Al-Ma’ad, 4/66 menyatakan gila itu ada dua macam: gila karena ruh jahat yang ada di bumi, dan gila karena stress.
Menurutnya, yang kedua inilah yang dibicarakan oleh para dokter jiwa tentang sebabnya dan penyembuhannya. Adapun kegilaan karena ruh jahat maka para tokoh kedokteran dan cendekiawan mengakuinya dan tidak menolaknya.
"Adapun para dokter yang bodoh dan peringkat bawah serta meyakini kezindikan sebagai keutamaan, maka mereka mengingkari penyakit gila karena roh jahat," ujarnya.
Mereka tidak mengetahui bahwa ruh tersebut dapat berpengaruh dalam tubuh orang yang terkena penyakit gila. Tiada yang menyertai mereka kecuali kebodohan. Jika tidak, maka tidak ada dalam aktivitas kedokteran yang menolak hal itu, dan kenyataannya membuktikannya.
Barangsiapa mempunyai akal dan pengetahuan tentang roh-roh ini dan pengaruh-pengaruhnya, maka ia akan mentertawakan kebodohan mereka dan kelemahan akal mereka.
Membentengi dan Menyembuhkan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya berjudul Fatawa Al-Aqidah mengatakan untuk terbebas dari penyakit gila jenis ini ada dua perkara: membentengi dan menyembuhkan. Untuk membentengi ialah dengan membaca wirid-wirid yang disyariatkan dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, dengan kekuatan jiwa dan tidak mengikuti waswas dan khayalan yang tiada hakikatnya.
"Sebab, mengikuti was-was dan praduga dapat menyebabkan praduga dan waswas ini semakin membesar hingga menjadi kenyataan," ujarnya.
Adapun penyembuhannya, yakni menyembuhkan penyakit gila karena roh jahat, para tokoh kedokteran mengakui bahwa resep-resep kedokteran tidak berpengaruh padanya.
Penyembuhannya ialah dengan doa-doa, bacaan Al-Qur’an dan nasehat.
Syaihul Islam Ibnu Taimiyah biasanya mengobati dengan bacaan ayat Kursi dan Mu’awwidzatain, serta acapkali membaca di telinga orang yang terkena penyakit gila tersebut.
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dkembalikan kepada Kami” [Al-Mu’minun/23 : 115]
Muridnya, Ibnul Qayyim mengatakan, “Beliau bercerita kepada kami bahwa beliau suatu kali membaca ayat ini di telinga orang yang terkena penyakit gila, lalu roh jahat itu mengatakan, “Ya” seraya melengkingkan suaranya dengannya.
Beliau mengatakan, ‘Lalu aku mengambil tongkat untuknya dan memukulnya dengannya pada urat lehernya hingga tanganku capek karena memukulnya’.
Ketika itulah ia mengatakan, ‘Aku menyukainya’. Aku katakan, ‘Dia tidak menyukaimu’. Ia mengatakan, ‘Aku ingin berhaji dengannya.’ Aku katakan kepadanya.’ Ia tidak ingin berhaji bersamamu’. Ia mengatakan, ‘Aku meninggalkannya karena menghormatimu.’ Aku katakan, “Tidak, tetapi karena mentaati Allah dan Rasulnya.’ Ia mengatakan, ‘Kalau begitu aku keluar.’
Lalu orang yang terkena penyakit gila itu duduk sambil melihat ke kanan dan ke kiri seraya mengatakan, ‘Apa yang membawaku kepada Syaikh yang mulia ini”.
Ibnu Muflih, salah seorang murid Syaikhul Islam juga mengatakan dalam kitabnya, Al-Furru’. "Syaikh kami apabila datang kepada orang yang terkena penyakit gila (lantaran ganguan jin), maka beliau menasihati jin yang membuatnya menjadi gila, memerintahkan dan melarangnya. Jika ia berhenti dan berpisah dengan orang dirasukinya, maka beliau meminta janjinya untuk tidak kembali lagi. Jika ia tidak patuh, tidak berhenti dan tidak terpisah, maka beliau memukulnya hingga meninggalkannya."
Pukulan ini secara lahiriahnya pada orang yang terkena penyakit gila, tetapi pada hakikatnya memukul jin yang membuatnya gila”
Cara Rasulullah SAW
Rasulullah SAW juga pernah mengobati orang yang kerasukan jin. Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya, dari Ya’la bin Murrah Radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi SAW dengan membawa anaknya yang kerasukan jin. Maka Nabi SAW bersabda (kepada jin yang berada dalam tubuh anak itu). ‘Keluarlah, wahai musuh Allah. Aku adalah Rasulullah”
Lalu, kata perawi, anak itu sembuh, lantas ibunya menghadiahkan kepada Nabi dua ekor domba dan keju serta minyak samin. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil keju dan samin serta seekor domba, dan mengembalikan seekor domba lainnya kepadanya.
Hadits ini diriwayatkan Ahmad dalam Al-Musnad, no. 17098-17113, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2/617, 618 dan menilainya sebagai shahih, disetujui oleh Adz-Dzahabi dan dinilai baik oleh Al-Mundziri.
Sanadnya dapat dipercaya. Ia mempunyai beberapa jalan periwayatan, yang dinyatakan Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah”. Ini adalah jalan-jalan periwayatan yang baik dan banyak, yang memberikan praduga yang kuat atau kepastian bagi kalangan berilmu bahwa Ya’la bin Murrah menceritakan kisah ini pada umumnya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyimpulkan bahwa dengan ini jelaslah bahwa gangguan jin kepada manusia itu nyata berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah serta fakta.
(mhy)