Dosa Menggugurkan Kandungan Hasil Zina, Ghurrah 212,5 Gram Emas
loading...
A
A
A
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan orang berzina lalu menggugurkan kandungan sama artinya menyelesaikan kesalahan dengan kesalahan yang lebih besar.
"Anda telah berbuat dosa dengan berzina, janganlah menambah dosa dengan menggugurkan kandungan," ujarnya di laman pribadi cholilnafis.com ketika menjawab pertanyaan tentang hukum menggugurkan kandungan hasil zina .
Dia menyarankan kepada perempuan yang hamil dari hasil zina untuk memelihara kandungannya. "Rawatlah anakmu kalau sudah lahir nanti, siapa tahu itu menjadi anak saleh," katanya. "Dan bertaubatlah kepada Allah SWT. Semoga Allah memberi jalan keluar yang baik kepada Anda jika di dasarkan rasa takwa," lanjutnya.
Beda Pendapat
Zina merupakan tindakan keji dan merupakan kejahatan yang sangat buruk. Zina adalah jalan setan yang akan mengantarkan pelakunya kepada kemurkaan Allah SWT. Oleh karena itu, sanksi hukum terhadap pelaku zina yang telah menikah adalah dirajam hingga meninggal dunia.
Kendati demikian, perihal menggugurkan janin hasil zina yang belum berusia 120 hari ada beberapa pendapat. Imam Ramli dari madzhab Syafi'i berpendapat bahwa boleh menggugurkan kandungan janin hasil perbuatan zina yang belum ditiup rohnya.
Di sisi lain, ulama sepakat haramnya aborsi apabila usia kandungan mencapai 120 hari lebih. Aborsi yang dimaksud dalam soal ini adalah aborsi hasil zina maupun bukan hasil zina.
Alasan ulama mengharamkan aborsi usia janin sudah mencapai 120 hari lebih karena pada masa ini fase ke-3 sudah selesai dan roh sudah ditiupkan pada janin. Artinya janin sudah bernapas.
Membunuh janin pada usia ini sama dengan membunuh manusia yang hukumnya dosa besar. Kecuali dalam situasi, tanpa aborsi akan membahayakan nyawa ibu janin.
Adapun hukum menggugurkan kandungan janin yang berusia di bawah 120 hari hukumnya tetap haram menurut jumhur ulama karena itu sama dengan memutus keturunan kecuali ada sebab yang dibenarkan syariah atau untuk mencegah terjadinya bahaya yang akan terjadi pada ibunya. Jadi, tidak ada celah dalam Islam yang membolehkan aborsi.
Namun, ada juga sejumlah pendapat yang berbeda terkait pengguguran kandungan janin yang belum mencapai usia 120 hari atau sebelum ditiupnya roh kehidupan. Detailnya sebagai berikut:
Pertama, hukumnya mubah (boleh) secara mutlak. Ini pendapat sebagian ulama madzhab Hanafi. Alasannya karena pada usia janin di bawah 120 hari, janin masih belum terbentuk (ما لم يتخلق شيء منه).
Hanya saja, pendapat mayoritas dalam madzhab Hanafi adalah boleh aborsi kalau adanya udzur atau alasan yang dapat diterima secara syariah. Dan tetap berdosa apabila tanpa udzur. Menurut Ibnu Wahban, bolehnya aborsi apabila dalam keadaan darurat.
Sebagian ulama madzhab Hambali membolehkan aborsi pada fase pertama kehamilan yaitu fase nuthfah (40 hari pertama). Menurut Ibnu Aqil boleh menggugurkan kandungan sebelum tertiupnya ruh.
Pendapat yang membolehkan aborsi sebelum 120 hari dalam madzhab Syafi'i, Maliki dan Hambali umumnya dikaitkan dengan adanya udzur.
Kedua, hukumnya makruh secara mutlak. Ini pendapat Ali bin Musa dari ulama madzhab Hanafi dan salah satu pendapat dalam madzhab Syafi'i. Menurut sebagian ulama madzhab Maliki, makruh melakukan aborsi sebelum usia kandungan 40 hari.
Ketiga, hukumnya haram secara mutlak. Ini pendapat utama (mu'tamad) dari madzhab Maliki. Ad-Dardir dari madzhab Maliki berkata: Tidak boleh mengeluarkan (baca, menggugurkan) sperma yang sudah masuk ke dalam rahim walaupun usianya belum mencapai 40 hari.
Ghurrah dan Kaffarah
Menurut pendapat dalam madzhab Maliki ini, perempuan yang melakukan aborsi akan terkena hukuman (jinayah). Baik usia janin masih dalam fase nuthfah atau alaqah. Orang yang melakukan itu akan terkena denda berupa ghurrah dan lebih baik lagi kalau selain ghurrah juga membayar kaffarah.
"Anda telah berbuat dosa dengan berzina, janganlah menambah dosa dengan menggugurkan kandungan," ujarnya di laman pribadi cholilnafis.com ketika menjawab pertanyaan tentang hukum menggugurkan kandungan hasil zina .
Dia menyarankan kepada perempuan yang hamil dari hasil zina untuk memelihara kandungannya. "Rawatlah anakmu kalau sudah lahir nanti, siapa tahu itu menjadi anak saleh," katanya. "Dan bertaubatlah kepada Allah SWT. Semoga Allah memberi jalan keluar yang baik kepada Anda jika di dasarkan rasa takwa," lanjutnya.
Beda Pendapat
Zina merupakan tindakan keji dan merupakan kejahatan yang sangat buruk. Zina adalah jalan setan yang akan mengantarkan pelakunya kepada kemurkaan Allah SWT. Oleh karena itu, sanksi hukum terhadap pelaku zina yang telah menikah adalah dirajam hingga meninggal dunia.
Kendati demikian, perihal menggugurkan janin hasil zina yang belum berusia 120 hari ada beberapa pendapat. Imam Ramli dari madzhab Syafi'i berpendapat bahwa boleh menggugurkan kandungan janin hasil perbuatan zina yang belum ditiup rohnya.
Di sisi lain, ulama sepakat haramnya aborsi apabila usia kandungan mencapai 120 hari lebih. Aborsi yang dimaksud dalam soal ini adalah aborsi hasil zina maupun bukan hasil zina.
Alasan ulama mengharamkan aborsi usia janin sudah mencapai 120 hari lebih karena pada masa ini fase ke-3 sudah selesai dan roh sudah ditiupkan pada janin. Artinya janin sudah bernapas.
Membunuh janin pada usia ini sama dengan membunuh manusia yang hukumnya dosa besar. Kecuali dalam situasi, tanpa aborsi akan membahayakan nyawa ibu janin.
Adapun hukum menggugurkan kandungan janin yang berusia di bawah 120 hari hukumnya tetap haram menurut jumhur ulama karena itu sama dengan memutus keturunan kecuali ada sebab yang dibenarkan syariah atau untuk mencegah terjadinya bahaya yang akan terjadi pada ibunya. Jadi, tidak ada celah dalam Islam yang membolehkan aborsi.
Namun, ada juga sejumlah pendapat yang berbeda terkait pengguguran kandungan janin yang belum mencapai usia 120 hari atau sebelum ditiupnya roh kehidupan. Detailnya sebagai berikut:
Pertama, hukumnya mubah (boleh) secara mutlak. Ini pendapat sebagian ulama madzhab Hanafi. Alasannya karena pada usia janin di bawah 120 hari, janin masih belum terbentuk (ما لم يتخلق شيء منه).
Hanya saja, pendapat mayoritas dalam madzhab Hanafi adalah boleh aborsi kalau adanya udzur atau alasan yang dapat diterima secara syariah. Dan tetap berdosa apabila tanpa udzur. Menurut Ibnu Wahban, bolehnya aborsi apabila dalam keadaan darurat.
Sebagian ulama madzhab Hambali membolehkan aborsi pada fase pertama kehamilan yaitu fase nuthfah (40 hari pertama). Menurut Ibnu Aqil boleh menggugurkan kandungan sebelum tertiupnya ruh.
Pendapat yang membolehkan aborsi sebelum 120 hari dalam madzhab Syafi'i, Maliki dan Hambali umumnya dikaitkan dengan adanya udzur.
Kedua, hukumnya makruh secara mutlak. Ini pendapat Ali bin Musa dari ulama madzhab Hanafi dan salah satu pendapat dalam madzhab Syafi'i. Menurut sebagian ulama madzhab Maliki, makruh melakukan aborsi sebelum usia kandungan 40 hari.
Ketiga, hukumnya haram secara mutlak. Ini pendapat utama (mu'tamad) dari madzhab Maliki. Ad-Dardir dari madzhab Maliki berkata: Tidak boleh mengeluarkan (baca, menggugurkan) sperma yang sudah masuk ke dalam rahim walaupun usianya belum mencapai 40 hari.
Ghurrah dan Kaffarah
Menurut pendapat dalam madzhab Maliki ini, perempuan yang melakukan aborsi akan terkena hukuman (jinayah). Baik usia janin masih dalam fase nuthfah atau alaqah. Orang yang melakukan itu akan terkena denda berupa ghurrah dan lebih baik lagi kalau selain ghurrah juga membayar kaffarah.