Kisah Santri Hasan al-Basri Meminta Didoakan Orang Lain
loading...
A
A
A
Farid al-Din Attar dalam bukunya berjudul Tadhkirat al-Auliya’ berkisah, pada suatu hari, Abu Amr, seorang ahli tafsir terkemuka, sedang mengajar Al-Qur'an. Di tengah-tengah pelajaran, tiba-tiba datang seorang pemuda tampan bergabung ke dalam kelasnya.
Melihat anak yang sangat tampan itu, Abu Amr terkesima dan sampai-sampai dia melupakan seluruh isi Al-Qur'an. Api telah merasukinya, dan dia kehilangan kendali diri. Dalam keadaan ini dia menemui Imam Hasan al-Basri untuk menjelaskan kesulitannya.
“Guru,” dia menangis dengan sedih, bercerita, “Begitulah situasinya. Aku telah melupakan seluruh isi Al-Qur'an.”
Hasan justru yang paling bersedih mendengar apa yang dialami oleh muridnya.
“Sekarang adalah musim haji,” kata Hasan. “Pergi dan lakukanlah ziarah. Setelah engkau selesai melakukannya, pergilah ke masjid Khaif. Di sana engkau akan melihat seorang lelaki tua sedang duduk berdoa. Jangan mengganggu waktunya, biarkan dia sampai selesai. Kemudian mintalah dia untuk mendoakanmu.”
Abu Amr kemudian melakukan apa yang diperintahkan. Duduk di salah satu sudut masjid, dia memerhatikan ada orang tua terhormat yang sedang dikelilingi orang-orang.
Setelah sekian waktu, datanglah seorang laki-laki mengenakan jubah putih yang sangat bersih. Orang-orang membuka jalan, mengucapkan salam untuknya, dan lalu mereka bercakap-cakap bersama. Ketika waktu sholat hampir tiba, laki-laki berjubah putih itu memohon untuk undur diri. Tidak lama kemudian, yang lainpun pergi, sehingga yang berada di sana tinggal orang tua tersebut.
Abu Amr kemudian mendekat dan mengucapkan salam kepadanya.
“Dengan nama Allah, tolonglah aku,” seru Abu Amr.
Abu Amr lalu menceritakan kesulitannya. Orang tua itu merasa sangat prihatin, lalu dia menengadahkan wajahnya ke atas untuk berdoa. “Belum juga dia menundukkan kepalanya,” Abu Amr bercerita, “Al-Quran telah kuingat kembali. Aku bersujud di hadapannya karena sangat gembira.”
Orang tua itu kemudian bertanya, “Siapakah yang menyuruhmu untuk datang kepadaku?”
“Hasan dari Basra,” jawab Abu Amr.
“Siapapun yang telah memiliki imam seperti Hasan,” kata orang tua itu, “apa yang dibutuhkannya dari orang lain? Nah, Hasan telah menunjukkan siapa diriku. Sekarang aku akan menunjukkan siapa dirinya.”
Orang tua itu melanjutkan, “Laki-laki itu, yang berjubah putih, yang datang setelah sholat Ashar barusan, yang dihormati oleh orang-orang, dan kemudian pergi sebelum yang lainnya pergi, dia adalah Hasan.
Setiap hari dia sholat Ashar di Basra dan kemudian datang ke sini, bercakap-cakap denganku, dan kembali ke Basra untuk sholat Maghrib. Siapa pun yang memiliki imam seperti Hasan, mengapa dia harus memintaku untuk mendoakannya?”
Melihat anak yang sangat tampan itu, Abu Amr terkesima dan sampai-sampai dia melupakan seluruh isi Al-Qur'an. Api telah merasukinya, dan dia kehilangan kendali diri. Dalam keadaan ini dia menemui Imam Hasan al-Basri untuk menjelaskan kesulitannya.
“Guru,” dia menangis dengan sedih, bercerita, “Begitulah situasinya. Aku telah melupakan seluruh isi Al-Qur'an.”
Hasan justru yang paling bersedih mendengar apa yang dialami oleh muridnya.
“Sekarang adalah musim haji,” kata Hasan. “Pergi dan lakukanlah ziarah. Setelah engkau selesai melakukannya, pergilah ke masjid Khaif. Di sana engkau akan melihat seorang lelaki tua sedang duduk berdoa. Jangan mengganggu waktunya, biarkan dia sampai selesai. Kemudian mintalah dia untuk mendoakanmu.”
Abu Amr kemudian melakukan apa yang diperintahkan. Duduk di salah satu sudut masjid, dia memerhatikan ada orang tua terhormat yang sedang dikelilingi orang-orang.
Setelah sekian waktu, datanglah seorang laki-laki mengenakan jubah putih yang sangat bersih. Orang-orang membuka jalan, mengucapkan salam untuknya, dan lalu mereka bercakap-cakap bersama. Ketika waktu sholat hampir tiba, laki-laki berjubah putih itu memohon untuk undur diri. Tidak lama kemudian, yang lainpun pergi, sehingga yang berada di sana tinggal orang tua tersebut.
Abu Amr kemudian mendekat dan mengucapkan salam kepadanya.
“Dengan nama Allah, tolonglah aku,” seru Abu Amr.
Abu Amr lalu menceritakan kesulitannya. Orang tua itu merasa sangat prihatin, lalu dia menengadahkan wajahnya ke atas untuk berdoa. “Belum juga dia menundukkan kepalanya,” Abu Amr bercerita, “Al-Quran telah kuingat kembali. Aku bersujud di hadapannya karena sangat gembira.”
Orang tua itu kemudian bertanya, “Siapakah yang menyuruhmu untuk datang kepadaku?”
“Hasan dari Basra,” jawab Abu Amr.
“Siapapun yang telah memiliki imam seperti Hasan,” kata orang tua itu, “apa yang dibutuhkannya dari orang lain? Nah, Hasan telah menunjukkan siapa diriku. Sekarang aku akan menunjukkan siapa dirinya.”
Orang tua itu melanjutkan, “Laki-laki itu, yang berjubah putih, yang datang setelah sholat Ashar barusan, yang dihormati oleh orang-orang, dan kemudian pergi sebelum yang lainnya pergi, dia adalah Hasan.
Setiap hari dia sholat Ashar di Basra dan kemudian datang ke sini, bercakap-cakap denganku, dan kembali ke Basra untuk sholat Maghrib. Siapa pun yang memiliki imam seperti Hasan, mengapa dia harus memintaku untuk mendoakannya?”
(mhy)