Bilal bin Rabah, Budak yang Disebut Pemimpin Kita oleh Umar bin Khattab
loading...
A
A
A
Bilal bin Rabah awalnya hanyalah seorang budak. Tatkala ia menjadi muadzin pertama dalam Islam, Umar bin Khattab menyebutnya sebagai 'pemimpin kita'.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah menyatakan bila disebut nama Abu Bakar as-Siddiq , maka Umar bin Khattab akan berkata, “Abu Bakar adalah pemimpin kita yang telah memerdekakan ‘pemimpin kita’.”
Yang dimaksud dengan ‘pemimpin kita’ oleh Umar adalah Bilal bin Rabah. Namun setiap menerima pujian yang ditujukan kepadanya, menurut Khalid, Bilal akan menundukkan kepala dan memejamkan mata, serta dengan air mata mengalir yang membasahi pipinya, dia berkata, “aku ini hanyalah seorang Habsyi, dan kemarin aku seorang budak belian.”
Begitulah Bilal bin Rabah. Dia amatlah populer. Apabila diucapkan namanya, setidaknya tujuh dari sepuluh muslim di seluruh dunia akan mengenal namanya. Derajat keterkenalan namanya bahkan setara dengan para Khulafaur Rasyidin.
"Bagaimana tidak, namanya diperkenalkan kepada seluruh anak-anak muslim di dunia dari sejak usia yang sangat dini," tulis Khalid.
Budak Belian
Menurut riwayat, Bilal adalah seorang laki-laki kulit hitam, kurus, tinggi jangkung, berambut lebat dan bercambang tipis. Benar apa yang dikatakannya, sebelumnya dia adalah seorang budak belian. Namun berkat keyakinannya yang kuat terhadap agama Islam dan kenabian Nabi Muhammad SAW, beliau mendapat derajat dan kedudukan yang tinggi bersama orang-orang suci lainnya.
Bahkan banyak para pemuka dan petinggi kaum Quraisy yang sebelum datangnya Islam mempunyai kedudukan jauh di atas Bilal, namun setelah datangnya Islam, mereka tidak dapat menyaingi keharuman nama seorang Bilal si budak belian.
Bilal bin Rabah adalah seorang budak kulit hitam, dan hampir pasti orang tuanya pun budak juga. Dia diyakini berasal dari Abyssinia (sekarang dikenal sebagai Ethiopia). Orang tua Bilal termasuk tawanan yang dibawa dari Etihopia ke Arabia.
Terlahir dalam perbudakan, dia mungkin tidak pernah mengharapkan bentuk kehidupan untuk ditawarkan kepadanya selain dari sekadar kerja keras, kesakitan, dan kesusahan.
Bilal adalah satu dari sekian banyak orang yang diperbudak oleh seorang kepala suku Quraisy bernama Umayyah bin Khalaf. Umayyah adalah salah seorang pemuka Bani Jumah.
Salah satu kewajiban yang ditugaskan oleh tuannya adalah untuk menggembalakan unta di bawah terik matahari di padang pasir Makkah pada siang hari. Di malam hari tugasnya menyajikan makanan dan anggur kepada tuannya.
Umayyah bin Khalaf diriwayatkan apabila sedang makan dia seperti binatang yang makan dengan rakus sampai kekenyangan, kemudian mabuk dan tertidur.
Dia memperlakukan budaknya secara tidak manusiawi, tidak ada satupun yang bisa mengatakan ‘tidak’ atas perintahnya atau menunjukkan tanda-tanda mengeluh.
Umayyah bin Khalaf menyukai Bilal hanya karena tubuhnya yang kuat, jika tidak, dia pasti akan membuangnya seperti kain gombal atau membunuhnya tanpa ampun. Bilal harus melakukan yang terbaik untuk memuaskan tuannya, dia harus menjaga tubuhnya tetap kuat dan sehat sehingga bisa mengurus harta benda tuannya.
Umayyah bin Khalaf membeli Bilal saat masih kecil. Dari saat pertama dia masuk ke dalam rumah tuannya, Bilal menerima semua perlakuan buruk dan kasar dari setiap anggota keluarganya. Tidak ada seorang pun dari mereka yang menghormati atau memberinya waktu istirahat dari banyak beban yang diperintahkannya untuk dipikul.
Seiring berjalannya waktu, Bilal merasa bahwa dia akan menghabiskan seluruh hidupnya di bawah perbudakan. Dia lemah, tidak punya uang untuk membayar kebebasannya, atau memiliki kekuatan untuk melindungi dirinya dari kekejaman tuannya.
Bahkan jika dia ingin mencari kebebasan, seluruh masyarakat akan berbalik melawan dia. Dia akan disebut ‘budak yang melarikan diri’. Seperti biasa, Bilal menyembah berhala yang terbuat dari batu karena tuannya menginginkan dia melakukannya. Namun, Bilal tahu di dalam hatinya bahwa batu-batu semacam itu tidak akan bisa membahayakan dirinya atau pun membuatnya lebih baik.
Berkali-kali, dia tertegun di depan berhala dan meminta mereka untuk memberkati dia. Dia yakin bahwa situasi masyarakat di Makkah akan berubah tapi dia tidak tahu bagaimana perubahan semacam itu akan dimulai.
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya berjudul Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah menyatakan bila disebut nama Abu Bakar as-Siddiq , maka Umar bin Khattab akan berkata, “Abu Bakar adalah pemimpin kita yang telah memerdekakan ‘pemimpin kita’.”
Yang dimaksud dengan ‘pemimpin kita’ oleh Umar adalah Bilal bin Rabah. Namun setiap menerima pujian yang ditujukan kepadanya, menurut Khalid, Bilal akan menundukkan kepala dan memejamkan mata, serta dengan air mata mengalir yang membasahi pipinya, dia berkata, “aku ini hanyalah seorang Habsyi, dan kemarin aku seorang budak belian.”
Begitulah Bilal bin Rabah. Dia amatlah populer. Apabila diucapkan namanya, setidaknya tujuh dari sepuluh muslim di seluruh dunia akan mengenal namanya. Derajat keterkenalan namanya bahkan setara dengan para Khulafaur Rasyidin.
"Bagaimana tidak, namanya diperkenalkan kepada seluruh anak-anak muslim di dunia dari sejak usia yang sangat dini," tulis Khalid.
Budak Belian
Menurut riwayat, Bilal adalah seorang laki-laki kulit hitam, kurus, tinggi jangkung, berambut lebat dan bercambang tipis. Benar apa yang dikatakannya, sebelumnya dia adalah seorang budak belian. Namun berkat keyakinannya yang kuat terhadap agama Islam dan kenabian Nabi Muhammad SAW, beliau mendapat derajat dan kedudukan yang tinggi bersama orang-orang suci lainnya.
Bahkan banyak para pemuka dan petinggi kaum Quraisy yang sebelum datangnya Islam mempunyai kedudukan jauh di atas Bilal, namun setelah datangnya Islam, mereka tidak dapat menyaingi keharuman nama seorang Bilal si budak belian.
Bilal bin Rabah adalah seorang budak kulit hitam, dan hampir pasti orang tuanya pun budak juga. Dia diyakini berasal dari Abyssinia (sekarang dikenal sebagai Ethiopia). Orang tua Bilal termasuk tawanan yang dibawa dari Etihopia ke Arabia.
Terlahir dalam perbudakan, dia mungkin tidak pernah mengharapkan bentuk kehidupan untuk ditawarkan kepadanya selain dari sekadar kerja keras, kesakitan, dan kesusahan.
Bilal adalah satu dari sekian banyak orang yang diperbudak oleh seorang kepala suku Quraisy bernama Umayyah bin Khalaf. Umayyah adalah salah seorang pemuka Bani Jumah.
Salah satu kewajiban yang ditugaskan oleh tuannya adalah untuk menggembalakan unta di bawah terik matahari di padang pasir Makkah pada siang hari. Di malam hari tugasnya menyajikan makanan dan anggur kepada tuannya.
Umayyah bin Khalaf diriwayatkan apabila sedang makan dia seperti binatang yang makan dengan rakus sampai kekenyangan, kemudian mabuk dan tertidur.
Dia memperlakukan budaknya secara tidak manusiawi, tidak ada satupun yang bisa mengatakan ‘tidak’ atas perintahnya atau menunjukkan tanda-tanda mengeluh.
Umayyah bin Khalaf menyukai Bilal hanya karena tubuhnya yang kuat, jika tidak, dia pasti akan membuangnya seperti kain gombal atau membunuhnya tanpa ampun. Bilal harus melakukan yang terbaik untuk memuaskan tuannya, dia harus menjaga tubuhnya tetap kuat dan sehat sehingga bisa mengurus harta benda tuannya.
Umayyah bin Khalaf membeli Bilal saat masih kecil. Dari saat pertama dia masuk ke dalam rumah tuannya, Bilal menerima semua perlakuan buruk dan kasar dari setiap anggota keluarganya. Tidak ada seorang pun dari mereka yang menghormati atau memberinya waktu istirahat dari banyak beban yang diperintahkannya untuk dipikul.
Seiring berjalannya waktu, Bilal merasa bahwa dia akan menghabiskan seluruh hidupnya di bawah perbudakan. Dia lemah, tidak punya uang untuk membayar kebebasannya, atau memiliki kekuatan untuk melindungi dirinya dari kekejaman tuannya.
Bahkan jika dia ingin mencari kebebasan, seluruh masyarakat akan berbalik melawan dia. Dia akan disebut ‘budak yang melarikan diri’. Seperti biasa, Bilal menyembah berhala yang terbuat dari batu karena tuannya menginginkan dia melakukannya. Namun, Bilal tahu di dalam hatinya bahwa batu-batu semacam itu tidak akan bisa membahayakan dirinya atau pun membuatnya lebih baik.
Berkali-kali, dia tertegun di depan berhala dan meminta mereka untuk memberkati dia. Dia yakin bahwa situasi masyarakat di Makkah akan berubah tapi dia tidak tahu bagaimana perubahan semacam itu akan dimulai.