Nabi Khidir Putra Raja yang Lahir di Gua, Saat Bayi Disusui Kambing
loading...
A
A
A
Akan tetapi, menurut at-Thabari pendapat ini tidak valid. Sebagian ulama lain berpendapat Khidir adalah Alyasa', teman Ilyas. Pendapat ini tidak valid. Ada lagi yang berpendapat bahwa Khidir adalah Armiya'. Sayang, pendapat ini pun tidak valid.
Sebuah riwayat mengatakan, ayah Khidir adalah seorang raja yang agung. Untuk urusan pendidikan puteranya, raja menyerahkan puteranya kepada seorang pendidik. Sayang, Khidir ternyata tidak berkenan dengan guru yang ditunjuk ayahnya.
Di antara istana dan rumah sang pendidik hidup seorang ahli ibadah. Setiap kali Khidir berangkat ke rumah si pendidik, ia selalu melewati rumah ahli ibadah tersebut.
Perilaku ahli ibadah tersebut memikat hatinya. Khidir pun memilih si ahli ibadah menjadi gurunya. Ia amat rajin menghadiri majelis ahli ibadah itu.
Ketika Khidir tidak datang menghadiri rumah sang pendidik yang ditunjuk ayahnya, sang pendidik mengira Khidir sedang berada di istana.
Sementara, raja mengira putranya sedang belajar kepada guru yang ditunjuknya. Hal itu berlangsung sampai Khidir menginjak dewasa dan ia menguasai seluruh pengetahuan serta cara ibadah dari si ahli ibadah.
Sementara itu, menurut pendapat Ibnu Ishak, ayah Khidir bernama “Amiyal. Suatu hari “Amiyal mencari seorang penulis profesional untuk menuliskan kembali suhuf yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Syist. Berdatanganlah sekelompok penulis menghadapnya.
Di antara para penulis tersebut terdapat Khidir, putranya. Saat itu raja tidak menduga bahwa di situ ada putranya. Ketika tulisan-tulisan mereka selesai dan dihaturkan kepadanya, raja terkesan dengan salah satu tulisan.
Raja mencari tahu siapa gerangan penulis tersebut. Raja tidak menyangka ternyata penulis tadi adalah putranya sendiri. Ia pun bangkit dan merangkulnya.
Sebuah riwayat mengatakan, ayah Khidir adalah seorang raja yang agung. Untuk urusan pendidikan puteranya, raja menyerahkan puteranya kepada seorang pendidik. Sayang, Khidir ternyata tidak berkenan dengan guru yang ditunjuk ayahnya.
Di antara istana dan rumah sang pendidik hidup seorang ahli ibadah. Setiap kali Khidir berangkat ke rumah si pendidik, ia selalu melewati rumah ahli ibadah tersebut.
Perilaku ahli ibadah tersebut memikat hatinya. Khidir pun memilih si ahli ibadah menjadi gurunya. Ia amat rajin menghadiri majelis ahli ibadah itu.
Ketika Khidir tidak datang menghadiri rumah sang pendidik yang ditunjuk ayahnya, sang pendidik mengira Khidir sedang berada di istana.
Sementara, raja mengira putranya sedang belajar kepada guru yang ditunjuknya. Hal itu berlangsung sampai Khidir menginjak dewasa dan ia menguasai seluruh pengetahuan serta cara ibadah dari si ahli ibadah.
Sementara itu, menurut pendapat Ibnu Ishak, ayah Khidir bernama “Amiyal. Suatu hari “Amiyal mencari seorang penulis profesional untuk menuliskan kembali suhuf yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Syist. Berdatanganlah sekelompok penulis menghadapnya.
Di antara para penulis tersebut terdapat Khidir, putranya. Saat itu raja tidak menduga bahwa di situ ada putranya. Ketika tulisan-tulisan mereka selesai dan dihaturkan kepadanya, raja terkesan dengan salah satu tulisan.
Raja mencari tahu siapa gerangan penulis tersebut. Raja tidak menyangka ternyata penulis tadi adalah putranya sendiri. Ia pun bangkit dan merangkulnya.
(mhy)