3 Pesona Dunia yang Bisa Melumpuhkan Iman Manusia
loading...
A
A
A
Ada tiga "pesona dunia" yang membuat manusia tak berdaya dan akan membuatnya tersungkur dalam kehinaan baik di dunia, di mata manusia, dan di akhirat, di sisi Allah. Ketiga hal itu adalah "harta, tahta dan wanita". Untuk itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam senantiasa mengingatkan dan berwasiat kepada umatnya agar senantiasa mawas diri terhadap godaan menggiurkan tiga pesona dunia itu yang bisa melumpuhkan iman.
Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan pada diri kalian setelah peninggalanku ialah dibukakannya bunga dunia dan pernak-perniknya untuk kalian.” (HR. Bukhari, Muslim).
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda : "Hati-hatilah kalian dari pesona dunia dan hati-hatilah dari goda rayu wanita." (HR. Ad-Dailami).
Rasulullah mewasiatkan umatnya tidak kemaruk akan dunia dan hendaklah berlaku zuhud terhadapnya. Jangan tamak jangan rakus. Sebab kecintaan pada dunia tidak akan ada batasnya. Manusia tamak dan rakus dunia tidak akan pernah mencapai puncak bahagia. Karena dia terus memburunya walaupun dengan ruhani yang tertatih-tatih. Rasulullah bersabda : "Zuhudlah pada dunia, Allah pasti akan mencintaimu dan zuhudlah (tidak berkeinginan) pada apa yang ada di tangan manusia, pasti manusia mencintaimu." (HR. Ibnu Majah).
Semakin banyak manusia yang mencinta dunia, gambaran kiamat semakin dekat. Dan manusia semakin jauh dari Allah. Mereka berlomba membidik dunia namun semakin menjaga jarak dari Allah. Rasulullah SAW bersabda : "Hari kiamat semakin dekat. Dan tidaklah manusia kecuali semakin tamak pada dunia dan kepada Allah semakin jauh." (HR. Hakim).
Dunia itu indah dan sedap namun beracun sehingga banyak manusia yang tertipu oleh cita rasanya. Mereka yang tak memiliki filter ruhani yang baik akan semakin terangsang untuk senantiasa menikmatinya. Hingga akhirnya dia tersedak. Daya tahan ruhaninya menjadi lumpuh dan tumpul. Kepekaan batinnya lemah.
Fitnah dunia dalam realitanya sanggup menenggelamkan iman dan menjadikannya sosok manusia kufur. Tak sedikit orang yang awalnya begitu kokoh keislamannya berubah arah hidupnya, bahkan rela menjual akhiratnya demi kebahagiaan semu yang sementara.
Para salafuna ash-shalih pun sering khawatir dengan ujian dunia, mereka banyak memberi nasihat berharga agar manusia selamat dari tipu daya dunia. Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata: ”Dunia adalah tempat kesibukan, sedangkan akhirat adalah tempat terjadinya hal-hal yang menakutkan. Dan senantiasa seorang hamba ada di antara kesibukan dan juga kegoncangan (hal-hal yang menakutkan) hingga datang kepadanya keputusan, ke surgakah ia atau ke neraka.” (Kitab Az-Zuhd).
Seorang shalih tentunya akan menjalani roda kehidupan dunia dengan hati-hati karena jerat-jeratnya luar biasa bisa menggoncangkan iman. Tidak terpukau dengan segala kemilaunya yang membutakan jiwa. Mengambil seperlunya dan memanfaatkan karunia serta nikmat-Nya untuk meraih kemulian akhirat. Dunia adalah bekal untuk mengumpulkan kebaikan. Al-Hasan rahimahullah berkata: “Janganlah kalian sibuk dengan urusan dunia, karena dunia itu sangatlah menyibukkan. Tidaklah seseorang membukakan satu pintu kesibukan untuk dirinya, melainkan akan terbuka baginya sepuluh pintu kesibukan lainnya.” (ditulis dalam Hilyatul Auliya).
Sungguh sebuah musibah besar ketika seorang tidak mampu bersabar saat hidup di dunia dan menggadaikan kenikmatan hakiki demi sesuap nasi, demi mereguk kenikmatan ragawi atau sekadar untuk mendongkrak popularitas semu. Bersabar tidak terjebak dengan godaan dunia. Karena semakin kuat keimanan, ujian juga kian besar.
Dari Mush’ab bin ‘Umair, seorang tabi’in dari ayahnya, ia berkata :
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?”
Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
“Para nabi, kemudian yang semisalnya lagi, seorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi).
Jadi, di dunialah kita bisa merancang rumah surga karena habitat asli seorang mukmin adalah jannah. Sesukses apapun kita di dunia, atau sekaya apapun manusia, ia akan kembali akhirat. Sangat merugilah orang yang terbuai fatamorgana dunia dan menjadikan visi hidupnya bahwa dunia adalah segalanya. Jadikanlah dunia sebagai orientasi menuju akhirat.
Wallahu 'Alam
Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ مِمَّا أَخَافُ عَلَيْكُمْ من بعدي ما يفتح عليكم من زهرة الدنيا و زينتها
“Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan pada diri kalian setelah peninggalanku ialah dibukakannya bunga dunia dan pernak-perniknya untuk kalian.” (HR. Bukhari, Muslim).
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda : "Hati-hatilah kalian dari pesona dunia dan hati-hatilah dari goda rayu wanita." (HR. Ad-Dailami).
Rasulullah mewasiatkan umatnya tidak kemaruk akan dunia dan hendaklah berlaku zuhud terhadapnya. Jangan tamak jangan rakus. Sebab kecintaan pada dunia tidak akan ada batasnya. Manusia tamak dan rakus dunia tidak akan pernah mencapai puncak bahagia. Karena dia terus memburunya walaupun dengan ruhani yang tertatih-tatih. Rasulullah bersabda : "Zuhudlah pada dunia, Allah pasti akan mencintaimu dan zuhudlah (tidak berkeinginan) pada apa yang ada di tangan manusia, pasti manusia mencintaimu." (HR. Ibnu Majah).
Semakin banyak manusia yang mencinta dunia, gambaran kiamat semakin dekat. Dan manusia semakin jauh dari Allah. Mereka berlomba membidik dunia namun semakin menjaga jarak dari Allah. Rasulullah SAW bersabda : "Hari kiamat semakin dekat. Dan tidaklah manusia kecuali semakin tamak pada dunia dan kepada Allah semakin jauh." (HR. Hakim).
Dunia itu indah dan sedap namun beracun sehingga banyak manusia yang tertipu oleh cita rasanya. Mereka yang tak memiliki filter ruhani yang baik akan semakin terangsang untuk senantiasa menikmatinya. Hingga akhirnya dia tersedak. Daya tahan ruhaninya menjadi lumpuh dan tumpul. Kepekaan batinnya lemah.
Fitnah dunia dalam realitanya sanggup menenggelamkan iman dan menjadikannya sosok manusia kufur. Tak sedikit orang yang awalnya begitu kokoh keislamannya berubah arah hidupnya, bahkan rela menjual akhiratnya demi kebahagiaan semu yang sementara.
Para salafuna ash-shalih pun sering khawatir dengan ujian dunia, mereka banyak memberi nasihat berharga agar manusia selamat dari tipu daya dunia. Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata: ”Dunia adalah tempat kesibukan, sedangkan akhirat adalah tempat terjadinya hal-hal yang menakutkan. Dan senantiasa seorang hamba ada di antara kesibukan dan juga kegoncangan (hal-hal yang menakutkan) hingga datang kepadanya keputusan, ke surgakah ia atau ke neraka.” (Kitab Az-Zuhd).
Seorang shalih tentunya akan menjalani roda kehidupan dunia dengan hati-hati karena jerat-jeratnya luar biasa bisa menggoncangkan iman. Tidak terpukau dengan segala kemilaunya yang membutakan jiwa. Mengambil seperlunya dan memanfaatkan karunia serta nikmat-Nya untuk meraih kemulian akhirat. Dunia adalah bekal untuk mengumpulkan kebaikan. Al-Hasan rahimahullah berkata: “Janganlah kalian sibuk dengan urusan dunia, karena dunia itu sangatlah menyibukkan. Tidaklah seseorang membukakan satu pintu kesibukan untuk dirinya, melainkan akan terbuka baginya sepuluh pintu kesibukan lainnya.” (ditulis dalam Hilyatul Auliya).
Sungguh sebuah musibah besar ketika seorang tidak mampu bersabar saat hidup di dunia dan menggadaikan kenikmatan hakiki demi sesuap nasi, demi mereguk kenikmatan ragawi atau sekadar untuk mendongkrak popularitas semu. Bersabar tidak terjebak dengan godaan dunia. Karena semakin kuat keimanan, ujian juga kian besar.
Dari Mush’ab bin ‘Umair, seorang tabi’in dari ayahnya, ia berkata :
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?”
Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ
“Para nabi, kemudian yang semisalnya lagi, seorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi).
Jadi, di dunialah kita bisa merancang rumah surga karena habitat asli seorang mukmin adalah jannah. Sesukses apapun kita di dunia, atau sekaya apapun manusia, ia akan kembali akhirat. Sangat merugilah orang yang terbuai fatamorgana dunia dan menjadikan visi hidupnya bahwa dunia adalah segalanya. Jadikanlah dunia sebagai orientasi menuju akhirat.
Wallahu 'Alam
(wid)