Wasiat Dorce Agar Jenazahnya Diperlakukan sebagai Perempuan, Begini Menurut Hukum Islam

Minggu, 30 Januari 2022 - 06:28 WIB
loading...
A A A
Istilah Transgender
Dalam hukum Islam, istilah transgender paling dekat disebut sebagai al-mukhannath (laki-laki yang menyerupai feminitas) atau al-mutarajjil (perempuan yang menyerupai maskulinitas).

Para ahli bahasa mengatakan arti al-mukhannath adalah kelompok yang menyerupai seorang wanita dalam tindakan, kata-kata dan gerak tubuh. Kadang-kadang terjadi secara alami (tidak diciptakan) tetapi kadang-kadang terjadi dengan sengaja (diciptakan). (Lihat: Syarh al-Nawawi ‘ala Muslim, 14/163).

Berdasarkan pengertian tersebut, al-mukhannath terbagi menjadi dua, yaitu ciri-ciri yang lahir secara alamiah dan diciptakan. Jika sifat perempuan dalam diri laki-laki lahir atau lahir secara wajar, maka perbuatan itu tidak berdosa. Sedangkan dosanya adalah jika ciri-ciri tersebut diciptakan dengan sengaja. (Lihat: ‘Umdah al-Qari, 8/403).

Dengan demikian, berdasarkan pengertian transgender dan al-mukhannath, seorang individu tetap dengan jenis kelamin aslinya, hanya penampilannya yang menunjukkan lawan jenis. Oleh karena itu cara memandikan jenazah transgender, sesuai dengan kelamin awal.

Seorang laki-laki tetaplah seorang laki-laki meskipun ia bertingkah laku seperti seorang perempuan. Semua hukum yang berlaku padanya juga sesuai dengan jenis kelamin pria tersebut.

Hal ini diungkapkan oleh Syaikh al-Syarwani: “Jika seorang laki-laki bertingkah laku seperti perempuan atau sebaliknya, (jika seorang laki-laki menyentuhnya) tidak membatalkan wudhunya pada masalah pertama (laki-laki berwatak perempuan) dan membatalkan wudhunya pada masalah kedua (perempuan berwatak laki-laki) karena dipastikan tidak ada perubahan realitas tetapi yang berubah hanyalah penampakannya, yaitu berubah dari satu penampakan ke bentuk penampakan lainnya. (Lihat: Hawasyi al-Syarwani, 1/137).



Sebuah Kisah
Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin ketika menjelaskan keutamaan khauf (takut) dan raja (harap) menyampaikan kisah yang menyentuh tentang jenazah waria yang ditelantarkan. Berikut kisahnya:

Abdul Wahhab bin Abdul Hamid Ats-Tsaqafi bercerita, suatu hari ia melihat tiga orang laki-laki dan seorang perempuan tua. Mereka berempat sedang mengusung jenazah dalam sebuah keranda. Mereka mengantarkan jenazah tanpa disertai orang lain.

Wahhab tidak sampai hati melihat itu. Ia kemudian berinisiatif menggantikan posisi perempuan tua itu. Ia mengambil alih salah satu sisi pegangan keranda yang sedang dipegang perempuan tersebut. Dengan demikian, empat sisi keranda dipikul oleh orang laki-laki.

Mereka berlima terus berjalan mengusung keranda. Mereka terus berjalan menuju pemakaman. Tiba di pemakaman, mereka menurunkan keranda jenazah. Mereka melakukan sholat jenazah di area pemakaman.

Mereka mengeluarkan jenazah dari keranda. Mereka perlahan-lahan menurunkan jenazah ke liang lahat. Setelah menutup dengan papan di liang lahat, mereka kemudian menimbun jenazah tersebut.

Di tengah proses pemakaman Abdul Wahhab membuka percakapan dengan perempuan tua tersebut. Ia memberanikan diri untuk menanyakan profil jenazah tersebut kepada perempuan tua itu.

"Apa hubungan jenazah ini denganmu, Bu?" tanya Wahhab kepada perempuan tua tersebut.

"Ia (jenazah) ini adalah putraku," jawab perempuan tua itu.

"Apakah kalian tidak memiliki tetangga?" Wahhab melanjutkan pertanyaannya kepada perempuan tua itu.

"Ya tentu (punya), tetapi mereka merendahkan almarhum putraku," kata perempuan tua itu.

"Ada masalah apa dengan putramu?" tanya Wahhab.

"Putraku waria, senang berpenampilan wanita," jawab perempuan tua itu.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1295 seconds (0.1#10.140)