Pemikiran Salafi dan Citranya, Menurut Syaikh Yusuf Al-Qardhawi

Rabu, 02 Maret 2022 - 14:57 WIB
loading...
A A A
Paham Salafiah, menurut mereka, tidak menaruh perhatian terhadap masa kini dan masa depan. Sangat fanatis terhadap pendapat sendiri, tidak mau mendengar suara orang lain. Salafiah identik dengan anti pembaruan, mematikan kreativitas dan daya cipta. Serta tidak mengenal moderat dan pertengahan.

Sebenarnya tuduhan-tuduhan ini, kata Al-Qardhawi, merusak citra salafiah yang hakiki dan penyeru-penyerunya yang asli.

Barangkali tokoh yang paling menonjol dalam mendakwahkan salafiah dan membelanya mati-matian pada masa lampau ialah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah beserta muridnya Imam Ibnul-Qoyyim . "Mereka inilah orang yang paling pantas mewakili gerakan pembaruan Islam pada masa mereka. Karena pembaruan yang mereka lakukan benar-benar mencakup seluruh disiplin ilmu Islam," ujarnya.

Mereka telah menumpas paham taqlid, fanatisme mazhab fiqh dan ilmu kalam yang sempat mendominasi dan mengekang pemikiran Islam selama beberapa abad. Namun, di samping kegarangan mereka dalam membasmi ashobiyah madzhabiyah ini, mereka tetap menghargai para Imam Mazhab dan memberikan hak-hak mereka untuk dihormati. Hal itu jelas terlihat dalam risalah "Raf'l - malaam 'anil - A'immatil A'lam" karya Ibnu Taimiyah.



Demikian gencar serangan mereka terhadap tasawuf karena penyimpangan-penyimpangan pemikiran dan akidah yang menyebar di dalamnya. Khususnya di tangan pendiri madzhab "Al-Hulul Wal-Ittihad" (penyatuan). Dan penyelewengan perilaku yang dilakukan para orang jahil dan yang menyalahgunakan "tasawuf" untuk kepentingan pribadinya.

Namun, mereka menyadari tasawuf yang benar (shahih). Mereka memuji para pemuka tasawuf yang ikhlas dan robbani. Bahkan dalam bidang ini, mereka meninggalkan warisan yang sangat berharga, yang tertuang dalam dua jilid dari "Majmu' Fatawa" karya besar Imam Ibnu Taimiyah.

Demikian pula dalam beberapa karangan Ibnu-Qoyyim. Yang termasyhur ialah "Madarijus Salikin syarah Manazil As-Sairin ila Maqomaat Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in", dalam tiga jilid.

Yusuf Qardhawi menekankan mengikut manhaj salaf, tidaklah berarti sekadar ucapan-ucapan mereka dalam masalah-masalah kecil tertentu. "Adalah suatu hal yang mungkin terjadi, Anda mengambil pendapat-pendapat salaf dalam masalah yang juz'i (kecil), namun pada hakikatnya Anda meninggalkan manhaj mereka yang universal, integral dan seimbang," ujarnya.

Sebagaimana juga mungkin, katanya lagi, Anda memegang teguh manhaj mereka yang kulli (universal), jiwa dan tujuan-tujuannya, walaupun Anda menyalahi sebagian pendapat dan ijtihad mereka.

"Inilah sikap saya pribadi terhadap kedua Imam tersebut, yakni Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnul-Qoyyim. Saya sangat menghargai manhaj mereka secara global dan memahaminya. Namun, ini tidak berarti bahwa saya harus mengambil semua pendapat mereka. Jika saya melakukan hal itu berarti saya telah terperangkap dalam taqlid yang baru," ujar Al-Qardhawi.

Lebih jauh lagi berarti telah melanggar manhaj yang mereka pegang dan perjuangkan sehingga mereka disiksa karenanya. Yaitu manhaj "nalar" dan "mengikuti dalil". Melihat setiap pendapat secara obyektif, bukan memandang orangnya. "Apa artinya Anda protes orang lain mengikut (taqlid) Imam Abu Hanifah atau Imam Malik , jika Anda sendiri taqlid kepada Ibnu Taimiyah atau Ibnul-Qoyyim," katanya.

Juga termasuk menzalimi kedua Imam tersebut, hanya menyebutkan sisi ilmiah dan pemikiran dari hidup mereka dan mengabaikan segi-segi lain yang tidak kalah penting dengan sisi pertama.



Sering terlupakan sisi Robbani dari kehidupan Ibnu Taimiyah yang pernah menuturkan kata-kata: "Aku melewati hari-hari dalam hidupku dimana suara hatiku berkata, kalaulah yang dinikmati ahli syurga itu seperti apa yang kurasakan, pastilah mereka dalam kehidupan yang bahagia".

Di dalam sel penjara dan penyiksaannya, beliau pernah mengatakan: "Apa yang hendak dilakukan musuh terhadapku? Kehidupan di dalam penjara bagiku merupakan khalwat (mengasingkan diri dari kebisingan dunia), pengasingan bagiku merupakan rekreasi, dan jika aku dibunuh adalah mati syahid".

"Beliau adalah seorang laki-laki robbani yang amat berperasaan. Demikian pula muridnya Ibnul-Qoyyim. Ini dapat dirasakan oleh semua orang yang membaca kitab-kitabnya dengan hati yang terbuka," tutur Al-Qardhawi.

Namun, orang seringkali melupakan, sisi "dakwah" dan "jihad" dalam kehidupan dua Imam tersebut. Imam Ibnu Taimiyah terlibat langsung dalam beberapa medan pertempuran dan sebagai penggerak. Kehidupan dua tokoh itu penuh diwarnai perjuangan dalam memperbarui Islam. Dijebloskan ke dalam penjara beberapa kali. Akhirnya Syaikhul Islam mengakhiri hidupnya di dalam penjara, pada tahun 728 H. "Inilah makna "Salafiah" yang sesungguhnya," jelas Al-Qardhawi lagi.

Imam Muhammad Rasyid Ridha
Menurut Al-Qardhawi, bila kita alihkan pandangan ke zaman sekarang, kita temukan tokoh yang paling menonjol mendakwahkan "salafiah", dan paling gigih mempertahankannya lewat artikel, kitab karangan dan majalah pembawa missi "salafiah", ialah Imam Muhammad Rasyid Ridha. Pem-red majalah "Al-Manar' yang selama kurun waktu tiga puluh tahun lebih membawa "bendera" salafiah ini, menulis Tafsir "Al-Manar" dan dimuat dalam majalah yang sama, yang telah menyebar ke seluruh pelosok dunia.

Rasyid Ridha adalah seorang "pembaharu" (mujaddid) Islam pada masanya. Barangsiapa membaca "tafsir"nya, sperti : "Al-Wahyu Al-Muhammadi", "Yusrul-Islam", "Nida' Lil-Jins Al-Lathief", "Al-Khilafah", "Muhawarat Al-Mushlih wal-Muqollid" dan sejumlah kitab dan makalah-makalahnya, akan melihat bahwa pemikiran tokoh yang satu ini benar-benar merupakan "Manar" (menara) yang memberi petunjuk dalam perjalanan Islam di masa modern. Kehidupan amalinya merupakan bukti bagi pemikiran "salafiah"nya.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2202 seconds (0.1#10.140)