Umar Bin Abdul Aziz kepada Yazid II: Kau Takkan Hidup Lama di Dunia Ini
loading...
A
A
A
Perjanjian lainnya, adalah penetapan pajak terhadap masyarakat Yaman. Pada masa Umar bin Abdul Aziz, pajak masyarakat Yaman diringankan, atau dibuat proporsional. Tapi di masa Yazid II, aturan pajak dikembalikan seperti semula, sebelum era Umar bin Abdul Aziz. Masyarakat kembali diperas dengan jumlah pajak yang tinggi.
Bagi sebagian sejarawan, Yazid II dinilai haus darah. Salah satu tindakannya yang paling disesali banyak pihak adalah perlakukan tentara Yazid II terhadap Yazid bin Muhallab.
Yazid bin Muhallab adalah sosok yang cukup kontroversial. Seorang politikus tingkat madya, namun cukup merepotkan elit Dinasti Umayyah. Ia diangkat menjadi gubernur di Persia menggantikan posisi Hajjaj bin Yusuf pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Tapi pada masa Umar bin Abdul Aziz ia kedapatan berbuat curang memakan uang pajak. Uang hasil pungutannya tidak dimasukkan ke baitul mal, satu hal yang membuat Umar sangat marah.
Umar lalu menjebloskannya ke dalam penjara. Ketika mengetahui Umar wafat, ia berhasil melarikan diri dari penjara, lalu menuju ke Basrah. Ia sempat menulis surat pada Umar yang isinya, “Bila saja engkau selamat dari kejahatan Bani Umayyah, aku tentu akan rela menerima hukuman darimu. Tapi karena Yazid yang menggantikamu ku khawatirkan akan melampaui batas terhadap ku, maka aku memilih melarikan diri”.
Karena merasa khawatir Yazid II akan bertindak keras terhadapnya, ia lalu menggalang kekuatan di Basrah untuk melakukan pemberontakan. Ia berhasil mengusir gubernur Bashrah saat itu, dan menguasai wilayah tersebut sepenuhnya.
Ketangguhannya cukup luar biasa. Beberapa kali pasukan yang dikirim oleh Yazid II kandas. Hingga akhirnya ia mengirim Maslamah bin Abdul Malik, saudaranya yang juga Jenderal perang ternama sejak masa khalifah Al Walid berkuasa.
Ini kali, Yazid bin Muhallab benar-benar takluk. Ia tewas dalam pertempuran. Tidak cukup sampai di situ, seluruh keluarga dan anak keturunan Yazid bin Muhallab dibantai tak bersisa.
Yazid II jatuh cinta pada budak perempuan yang bernama Hababah. Ketika budak tersebut meninggal dunia, ia begitu terpukul, dan langsung jatuh sakit. Setelah tujuh hari mengurung diri, ia akhirnya meninggal dunia pada tahun 105 H, di usia 38 tahun.
Pemerintahannya hanya berlangsung sekitar 4 tahun. Sebagaimana yang tertulis dalam wasiat Umar bin Abdul Aziz kepadanya, bahwa Yazid II tidak akan lama lagi berada di dunia ini setelah Umar tiada, dan ia akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kelak di hadapan Allah SWT.
Sebelum meninggal, ia sempat menuliskan surat wasiat seperti yang dilakukan oleh Sulaiman bin Abdul Malik. Ia menulis dua buah nama penggantinya secara berturut-turut sebagai khalifah. Dalam surat tersebut ia memasukkan nama saudara tirinya, Hisham bin Abdul Malik di urutan pertama, dan Walid bin Yazid, putranya sendiri di urutan selanjutnya.
Hanya saja, berbeda dengan nama-nama yang ditulis oleh Sulaiman, yang diputuskan melalui pertimbangan untuk mendamaikan kemaslahatan masyarakat dan kepentingan Bani Umayyah. Kali ini, orang kedua setelah Hisham adalah putranya sendiri.
Pertimbangan subjektif yang mengingatkan kita pada keputusan Muawiyah ketika memilih Yazid bin Muawiyah (Yazid I) sebagai penggantinya. Sebagaimana dulu keputusan Muawiyah menuai petaka bagi Bani Umayyah dan kaum Muslimin, keputusan kali ini memuluskan jalan bagi sejarah untuk menghapus dinasti Umayyah dari garis zaman.
Bagi sebagian sejarawan, Yazid II dinilai haus darah. Salah satu tindakannya yang paling disesali banyak pihak adalah perlakukan tentara Yazid II terhadap Yazid bin Muhallab.
Yazid bin Muhallab adalah sosok yang cukup kontroversial. Seorang politikus tingkat madya, namun cukup merepotkan elit Dinasti Umayyah. Ia diangkat menjadi gubernur di Persia menggantikan posisi Hajjaj bin Yusuf pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Tapi pada masa Umar bin Abdul Aziz ia kedapatan berbuat curang memakan uang pajak. Uang hasil pungutannya tidak dimasukkan ke baitul mal, satu hal yang membuat Umar sangat marah.
Umar lalu menjebloskannya ke dalam penjara. Ketika mengetahui Umar wafat, ia berhasil melarikan diri dari penjara, lalu menuju ke Basrah. Ia sempat menulis surat pada Umar yang isinya, “Bila saja engkau selamat dari kejahatan Bani Umayyah, aku tentu akan rela menerima hukuman darimu. Tapi karena Yazid yang menggantikamu ku khawatirkan akan melampaui batas terhadap ku, maka aku memilih melarikan diri”.
Karena merasa khawatir Yazid II akan bertindak keras terhadapnya, ia lalu menggalang kekuatan di Basrah untuk melakukan pemberontakan. Ia berhasil mengusir gubernur Bashrah saat itu, dan menguasai wilayah tersebut sepenuhnya.
Ketangguhannya cukup luar biasa. Beberapa kali pasukan yang dikirim oleh Yazid II kandas. Hingga akhirnya ia mengirim Maslamah bin Abdul Malik, saudaranya yang juga Jenderal perang ternama sejak masa khalifah Al Walid berkuasa.
Ini kali, Yazid bin Muhallab benar-benar takluk. Ia tewas dalam pertempuran. Tidak cukup sampai di situ, seluruh keluarga dan anak keturunan Yazid bin Muhallab dibantai tak bersisa.
Yazid II jatuh cinta pada budak perempuan yang bernama Hababah. Ketika budak tersebut meninggal dunia, ia begitu terpukul, dan langsung jatuh sakit. Setelah tujuh hari mengurung diri, ia akhirnya meninggal dunia pada tahun 105 H, di usia 38 tahun.
Pemerintahannya hanya berlangsung sekitar 4 tahun. Sebagaimana yang tertulis dalam wasiat Umar bin Abdul Aziz kepadanya, bahwa Yazid II tidak akan lama lagi berada di dunia ini setelah Umar tiada, dan ia akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya kelak di hadapan Allah SWT.
Sebelum meninggal, ia sempat menuliskan surat wasiat seperti yang dilakukan oleh Sulaiman bin Abdul Malik. Ia menulis dua buah nama penggantinya secara berturut-turut sebagai khalifah. Dalam surat tersebut ia memasukkan nama saudara tirinya, Hisham bin Abdul Malik di urutan pertama, dan Walid bin Yazid, putranya sendiri di urutan selanjutnya.
Hanya saja, berbeda dengan nama-nama yang ditulis oleh Sulaiman, yang diputuskan melalui pertimbangan untuk mendamaikan kemaslahatan masyarakat dan kepentingan Bani Umayyah. Kali ini, orang kedua setelah Hisham adalah putranya sendiri.
Pertimbangan subjektif yang mengingatkan kita pada keputusan Muawiyah ketika memilih Yazid bin Muawiyah (Yazid I) sebagai penggantinya. Sebagaimana dulu keputusan Muawiyah menuai petaka bagi Bani Umayyah dan kaum Muslimin, keputusan kali ini memuluskan jalan bagi sejarah untuk menghapus dinasti Umayyah dari garis zaman.
(mhy)