Kisah Khalifah Hisham, Angkat Keturunan Penghuni Neraka Saqar sebagai Gubernur Madinah
loading...
A
A
A
Dikepung dari Segala Penjuru
Sebagai respons dari praktik nepotisme yang kronis di tubuh Dinasti Umayyah adalah lahirnya sejumlah pemberontakan di berbagai wilayah, mulai dari India, Asia Tengah, Persia, hingga Eropa dan Afrika Utara. Takhta khalifah pada masa Hisham bin Abdul Malik seperti dikepung dari segala penjuru. Tapi harus diakui, bahwa Hisham memang tangguh.
Beberapa pemberontakan yang terjadi seperti di India, Spanyol dan Afrika Utara bisa dipadamkan oleh angkatan perang Hisham. Tapi yang khas dari tipologi pemberontakan yang dihadapi pada era Hisham, adalah motifnya.
Bila pada masa-masa sebelumnya pemberontakan lahir sebagai ekspresi politik untuk merebut kekuasaan. Tapi kali ini, pemberontakan yang berlangsung adalah ekspresi dan sistem pertahanan diri melawan kolonialisme dan penindasan.
Contoh yang kasat masa adalah pemberontakan suku Barber di Afrika Utara. Pemberontakan ini membawa isu kesukuan Barber dan berhasil menghimpun perlawanan yang cukup merepotkan pasukan Dinasti Umayyah. Meski akhirnya pemberontakan ini berhasil dipadamkan dengan korban yang tak terhitung.
Motif lainnya, yaitu sentimen Arab dan Non-Arab yang terus mengeras. Ketidakadilan terhadap non-Arab memang sudah berlangsung sangat lama, bahkan sejak masa Muawiyah bin Abi Sufyan. Tapi kali ini, isu tersebut semakin mengental, dan berujung pada pemberontakan. Dua motif ini terbilang baru. Sayangnya hal ini tidak disadari oleh Dinasti Umayyah. Padahal dua motif inilah yang menggiring lahirnya delegitimasi masyarakat secara de facto terhadap dinasti ini selanjutnya.
Akbar Shah Najeebabadi dalam bukunya berjudul "The History Of Islam" menyebut satu pemberontakan yang juga berhasil dipadamkan oleh Hisham bin Abdul Malik, adalah perlawanan yang dipimpin oleh Zaid bin Ali bin Husein yang terjadi pada tahun 122 H. Ia adalah pendiri mahzab Syiah Zaidiyah yang cukup dekat dengan Sunni, dibandingkan Syiah lainnya.
Pemberontakan yang dilancarkannya bahkan didukung oleh Imam Abu Hanifah, pendiri mahzab Sunni Hanafi. Tapi pemberontakan yang dilancarkannya gagal total. Dari 15.000 orang yang berbaiat padanya, hanya sekitar 300 orang saja yang menepati janji. Zaid sahid. Kepalanya dipenggal oleh prajurit Hisham dan dibawa ke Damaskus.
Belum cukup sampai di situ, jasad Zaid di gantung di gerbang kota Damaskus hingga bertahun-tahun.
Perbuatan ini telah melahirkan simpati masyarakat yang mendalam kepada Bani Hasyim. Dengan semakin besarnya kebencian masyarakat pada Bani Umayyah, dan meluasnya simpati mereka masa Bani Hasyim – Bani Abbas, yang mengaku sebagai pembela utama hak atas Bani Hasyim, semakin mantab menyusun formasi revolusi.
Hisham bin Abdul Malik bin Marwan wafat pada tahun 125 H, setelah menjabat sebagai khalifah selama sekitar 19 tahun. Sebagian orang mengganggap era Hisham adalah akhir dari masa keemasan Dinasti Umayyah.
Lihat Juga: Marwan bin Muhammad, Khalifah Terakhir Dinasti Umayyah yang Gemar Menyalib Lawan-Lawan Politiknya
Sebagai respons dari praktik nepotisme yang kronis di tubuh Dinasti Umayyah adalah lahirnya sejumlah pemberontakan di berbagai wilayah, mulai dari India, Asia Tengah, Persia, hingga Eropa dan Afrika Utara. Takhta khalifah pada masa Hisham bin Abdul Malik seperti dikepung dari segala penjuru. Tapi harus diakui, bahwa Hisham memang tangguh.
Beberapa pemberontakan yang terjadi seperti di India, Spanyol dan Afrika Utara bisa dipadamkan oleh angkatan perang Hisham. Tapi yang khas dari tipologi pemberontakan yang dihadapi pada era Hisham, adalah motifnya.
Bila pada masa-masa sebelumnya pemberontakan lahir sebagai ekspresi politik untuk merebut kekuasaan. Tapi kali ini, pemberontakan yang berlangsung adalah ekspresi dan sistem pertahanan diri melawan kolonialisme dan penindasan.
Contoh yang kasat masa adalah pemberontakan suku Barber di Afrika Utara. Pemberontakan ini membawa isu kesukuan Barber dan berhasil menghimpun perlawanan yang cukup merepotkan pasukan Dinasti Umayyah. Meski akhirnya pemberontakan ini berhasil dipadamkan dengan korban yang tak terhitung.
Motif lainnya, yaitu sentimen Arab dan Non-Arab yang terus mengeras. Ketidakadilan terhadap non-Arab memang sudah berlangsung sangat lama, bahkan sejak masa Muawiyah bin Abi Sufyan. Tapi kali ini, isu tersebut semakin mengental, dan berujung pada pemberontakan. Dua motif ini terbilang baru. Sayangnya hal ini tidak disadari oleh Dinasti Umayyah. Padahal dua motif inilah yang menggiring lahirnya delegitimasi masyarakat secara de facto terhadap dinasti ini selanjutnya.
Akbar Shah Najeebabadi dalam bukunya berjudul "The History Of Islam" menyebut satu pemberontakan yang juga berhasil dipadamkan oleh Hisham bin Abdul Malik, adalah perlawanan yang dipimpin oleh Zaid bin Ali bin Husein yang terjadi pada tahun 122 H. Ia adalah pendiri mahzab Syiah Zaidiyah yang cukup dekat dengan Sunni, dibandingkan Syiah lainnya.
Pemberontakan yang dilancarkannya bahkan didukung oleh Imam Abu Hanifah, pendiri mahzab Sunni Hanafi. Tapi pemberontakan yang dilancarkannya gagal total. Dari 15.000 orang yang berbaiat padanya, hanya sekitar 300 orang saja yang menepati janji. Zaid sahid. Kepalanya dipenggal oleh prajurit Hisham dan dibawa ke Damaskus.
Belum cukup sampai di situ, jasad Zaid di gantung di gerbang kota Damaskus hingga bertahun-tahun.
Perbuatan ini telah melahirkan simpati masyarakat yang mendalam kepada Bani Hasyim. Dengan semakin besarnya kebencian masyarakat pada Bani Umayyah, dan meluasnya simpati mereka masa Bani Hasyim – Bani Abbas, yang mengaku sebagai pembela utama hak atas Bani Hasyim, semakin mantab menyusun formasi revolusi.
Hisham bin Abdul Malik bin Marwan wafat pada tahun 125 H, setelah menjabat sebagai khalifah selama sekitar 19 tahun. Sebagian orang mengganggap era Hisham adalah akhir dari masa keemasan Dinasti Umayyah.
Lihat Juga: Marwan bin Muhammad, Khalifah Terakhir Dinasti Umayyah yang Gemar Menyalib Lawan-Lawan Politiknya
(mhy)