Dua Versi Tentang Pertobatan Malik Bin Dinar yang Dramatis

Rabu, 17 Juni 2020 - 17:35 WIB
loading...
A A A
Aku melihat gunung bulat yang terbuat dari perak, ada kubah di atas lembah permata dan tira-tirai yang bergelantungan. Setiap kubah memiliki dua pintu yang berwarna merah keemasan bertaburan zamrud dan mutiara, dan pada setiap pintu terdapat tirai-tirai dari sutera bergantungan.

Ketika aku melihat gunung itu, aku berlari dan ular itu terus mengejarku. Dan ketika aku mendekati gunung itu, salah satu malaikat berteriak, "Angkatlah tirai-tirai itu, bukalah pintu-pintu, dan hati-hatilah. Mudah-mudahan orang malang ini memiliki simpanan yang dapat menyelamatkan dia dari musuhnya."



Tirai-tirai itu diangkat, pintu-pintu dibuka, dan tiba-tiba dari dalam tempat itu muncul anak-anak yang wajahnya bersinar seperti bulan purnama, namun ular itu terus mengejarku dan hampir saja aku putus asa.

Di antara anak-anak itu ada yang berteriak, "Celakalah engkau. Kemarilah dan mendekatlah kalian semua. Musuhnya sudah dekat dengannnya."

Anak-anak itu kemudian keluar satu demi satu, dan aku melihat putriku yang sudah meninggal dunia dua tahun yang lalu. Anakku mendekatiku, dan ketika melihatku dia menangis dan berkata, "Ayah, demi Allah."

Dia kemudian melompat ke dalam kereta cahaya yang kecepatannya seperti anak panah. Dia meletakkan tangan kirinya di atas tangan kananku, dan aku berpegangan ke tangannya. Lalu dia mengulurkan tangan kanannya ke arah ular itu, dan ular itu pun lari.



Dia kemudian mengajakku duduk, dan anakku duduk di atas pangkuanku, dan dia mulai membelai janggutku seraya berkata, "Ayah, belumkah tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk mengingat Allah?"

Aku menangis, lalu aku berkata kepada anakku, "Anakku, kalian memahami Alquran?"

Anakku menjawab, "Ayah, kami lebih memahaminya lebih baik darimu."

“‘Beritahu aku tentang ular yang ingin membunuhku!’



Dia menjawab, "Ia adalah amal burukmu yang kemudian menjadi kuat dan akan melemparkanmu ke neraka."

“‘Lalu siapa syaikh yang aku temui di jalan itu?” tanyaku kepada anak perempuanku kembali.

“‘Dia adalah amal baikmu yang menjadi lemah, sehingga dia tidak dapat membantu menyelamatkanmu dari amal burukmu."

Aku bertanya lagi, "Apa yang kalian lakukan di gunung itu?"

Dia menjawab, "Kami adalah anak-anak orang Islam. Kami tinggal di sini sampai hari kiamat tiba. Kami menunggu kedatangan kalian dan akan memohonkan syafaat untuk kalian."

Aku lalu terbangun ketika fajar telah terbit. Aku menumpahkan minuman kerasku, memecahkan botolnya, dan bertaubat kepada Allah.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2686 seconds (0.1#10.140)