Tangis Pilu Ali bin Abu Thalib saat Sayyidah Fatimah Wafat di Bulan Ramadhan

Jum'at, 01 April 2022 - 18:09 WIB
loading...
A A A
Sejak kecil, Sayyidah Fatimah telah menunjukkan keberaniannya. Di masa awal kenabiannya, Rasul pernah beribadah di depan Ka’bah. Dan ketika ia melakukan sujud, beberapa orang Quraisy menumpahkan kotoran unta di atas punggungnya. Mereka tertawa terbahak-bahak.

Melihat ayahnya diperlakukan seperti itu, Fatimah kecil langsung berlari menuju sang ayah dan menghardik orang-orang Quraisy tersebut.

Mereka pun membubarkan diri karena malu. Fatimah menangis melihat ayahnya diperlakukan seperti itu. Rasulullah menenangkan dirinya dan mengatakan bahwa ia akan selalu dilindungi oleh Allah SWT.

Meskipun Sayyidah Fatimah adalah sosok wanita yang bertubuh lemah dan rentan, namun tidak menyurutkan semangatnya dalam berjihad. Ia merupakan seorang mujahidin yang membantu merawat luka para pejuang di medan perang. Bahkan ketika Rasulullah terluka, ia membakar sobekan tikar dan membungkusnya pada luka sang ayah hingga darahnya tidak lagi keluar.



Kisah Cinta
Sayyidah Fatimah adalah anak kesayangan Rasul hingga Rasul pun tidak sembarangan memilih jodoh untuk putrinya. Meskipun Umar dan Abu Bakar berusaha meminangnya, namun Rasul masih menunggu keputusan Allah untuk jodoh Fatimah.

Lalu muncullah Ali bin Abi Thalib yang berniat meminang Sayyidah Fatimah. Pada awalnya, Sayyidina Ali sempat merasa berkecil hati karena sebelumnya Rasulullah sudah menolak dua sahabatnya. Apalagi ia tidak memiliki harta yang cukup dibanding sahabat-sahabatnya itu.

Dari hadis riwayat Ummu Salamah RA diceritakan bahwa Ali menundukkan kepala seolah memiliki maksud tetapi tidak berani menyampaikannya, Rasulullah mendahului dan berkata “Tampaknya kau mempunyai suatu keperluan, katakanlah apa yang ada dalam hatimu,” Ali menjawab “Ya Rasulullah aku memiliki maksud terhadap putrimu Fatimah, apakah engkau berkenan menyetujui dan menikahkan diriku dengannya?”.

Masih dari Hadis Riwayat Ummu salamah RA, “Ketika itu kulihat wajah Rasulullah nampak berseri seri. Sambil tersenyum Nabi berkata pada Ali: Ahlan wa sahlan (aku menerima mu dengan mudah tanpa mempersulit urusan mu). Nabi melanjutkan kalimat nya: Wahai Ali, apakah engkau memiliki satu bekal mas kawin?”

Ali menjawab “Demi Allah, engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak engkau ketahui, aku tidak mempunyai apa apa selain satu set baju besi, sebilah pedang, dan seekor unta”.

Rasulullah menanggapi perkataan Ali “Tentang pedang mu itu, engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untuk untamu itu engkau juga perlu untuk keperluan mengambil air dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar mas kawin satu set baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Wahai Ali, engkau wajib bergembira sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi”.



Setelah segala persiapan pernikahan beres, dengan hati puas dan bahagia, disaksikan oleh para sahabat, Rasulullah mengucapkan kata ijab kabul untuk pernikahan putrinya, “bahwasanya Allah memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas mas kawin 400 dirham (senilai baju besi), mudah mudahan engkau menerima hal itu”.

“Ya Rasulullah saya ridha”, jawab Sayyidina Ali.

Maka menikahlah Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah. Kemudian Rasulullah mendoakan keduanya “Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebijakan yang banyak”. (Kitab Ar Ritadh An Nadrah 2:183).

Kehidupan pernikahan Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali begitu damai dan sederhana. Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali menjadi keluarga teladan di lingkungannya.

Kehidupan rumah tangga Sayyidah Fatimah dan Sayyidina Ali begitu sederhana. Bahkan tangan Sayyidah Fatimah menjadi kasar karena menumbuk gandum sendiri.

Saat itu Sayyidah Fatimah memiliki bayi yang bernama Hasan dan juga sedang hamil Hussein, anak keduanya sehingga merasa kewalahan. Karena, mereka tidak mampu membayar seorang pembantu untuk melakukan pekerjaan rumahnya.

Suatu ketika, Sayyidah Fatimah mendengar kabar bahwa Ayahandanya membawa tawanan perang yang bisa dijadikan pembantu di rumahnya. Setelah mendengar kabar itu, Sayyidah Fatimah pun berkunjung ke rumah Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam untuk meminta hal tersebut. Namun, sayangnya ayahanda sedang tidak di rumah. Jadi, Sayyidah Fatimah hanya sempat menceritakan hal tersebut pada istri Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, Aisyah.

Setelah sholat Isya, Aisyah menceritakan hal tersebut pada Rasulullah dan Rasulullah SAW mendatangi rumah Sayyidah Fatimah.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1353 seconds (0.1#10.140)