Beberapa Syarat dan Hal-hal yang Membatalkan Iktikaf

Kamis, 28 April 2022 - 23:02 WIB
loading...
Beberapa Syarat dan Hal-hal yang Membatalkan Iktikaf
Bagi muslim yang melaksanakan iktikaf perlu mengetahui hal-hal yang membatalkan ibadah Iktikaf. Foto Masjid Nabawi/Ist
A A A
Umat muslim perlu mengetahui syarat dan hal-hal yang membatalkan Iktikaf. Iktikaf merupakan amalan dengan berdiam diri di masjid dan menyibukkan diri dalam berbagai bentuk ibadah.

Bulan Ramadhan hampir mencapai ujungnya. Namun, masih belum terlambat untuk mendekatkan diri dan memperoleh limpahan pahala Ramadhan. Maka dari itu, sisa-sisa malam Ramadhan ini bisa diisi dengan melakukan berbagai ibadah, salah satunya adalah iktikaf.



Keutamaan iktikaf pada hari-hari terakhir bulan Ramadhan dijelaskan dalam salah satu hadis berikut:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Artinya: "Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, istri Nabi Shallallahu alaihi wasallam menuturkan 'Sesungguhnya Nabi melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan i’tikaf sepeninggal beliau". (Hadits Shahih, riwayat Al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006)

Dalam melaksanakan Iktikaf ada beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Dikutip dari NU Online, syarat Iktikaf di antaranya, pertama harus beragama Islam atau seorang muslim. Untuk non-muslim tidak sah melakukan iktikaf. Kedua,berakal alias tidak gila. Ketiga adalah suci dari hadats besar. Jadi apabila seorang muslim dalam keadaan junub maka diharuskan terlebih dahulu untuk mensucikan diri dengan mandi wajib.

Berikut Hal-hal yang bisa membatalkan ibadah Iktikaf:

1. Gila
Syarat sah Iktikaf adalah berakal alias tidak gila. Alasannya adalah dengan akal yang sehat, maka orang tersebut bisa melaksanakan ibadah dengan baik dan benar. Namun, dalam hal ini perlu diketahui kondisi gila yang membatalkan iktikaf adalah karena perbuatan pelaku sendiri. Misalnya mengonsumsi obat-obatan tertentu yang bisa membuatnya gila.

2. Mabuk dan Keluar dari Islam (riddah)
Dalam ilmu fiqih, keluar dari agama Islam disebut dengan riddah. Sedangkan pelakunya disebut dengan murtad. Dalam hal ini, I’tikaf merupakan sebuah bentuk ibadah yang memerlukan niat, sehingga tidak sah dilakukan oleh orang murtad.

Sama halnya dengan riddah, mabuk pun membatalkan iktikaf. Sehingga saat pelaku sadar, dia wajib memulai kembali iktikafnya dengan niat. Ketentuan ini berlaku dalam konteks mabuk yang disengaja. Jadi, apabila seseorang mabuk karena memakan makanan tertentu, maka tidak membatalkan i’tikaf yang dilakukannya.

3. Bersetubuh
Pada dasarnya, bersetubuh di dalam masjid merupakan hal yang sangat diharamkan. Muslim yang sedang beriktikaf akan batal iktikafnya apabila melakukan persetubuhan di dalam masjid.

Syekh Jalaluddin al-Mahalli pernah mengatakan: "Iktikaf batal dengan bersetubuh bila pelakunya ingat dan mengetahui keharaman bersetubuh di dalam masjid, baik ia bersetubuh di masjid atau saat hendak keluar darinya untuk memenuhi kebutuhan, sebab berlangsungnya hukum i’tikaf dalam kondisi demikian." (Kanz al-Raghibin, juz 2, hal. 98).

4. Keluar dari Masjid
Keluar dari masjid menjadi salah satu hal yang bisa membatalkan iktikaf. Terkecuali memang ada sebuah urusan mendesak yang tidak bisa ditinggalkan. Namun, untuk kondisi bila ada keperluan seperti buang hajat, makan, dan minum yang tidak bisa dilakukan di masjid, maka iktikafnya tidak batal.

Hal tersebut dijelaskan oleh Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri sebagai berikut:

وَالْخُرُوْجُ مِنَ الْمَسْجِدِ بِلَا عُذْرٍ وَكَذَا لِإِقَامَةِ حَدٍّ ثَبَتَ بِإِقْرَارِهِ أَمَّا الْخُرُوْجُ لِعُذْرٍ كَالْأَكْلِ وَالشُّرْبِ الَّذِيْ لَا يُمْكِنُ فِي الْمَسْجِدِ وَقَضَاءِ الْحَاجَةِ وَالْحَدَثِ الْأَكْبَرِ فَلَا يَضُرُّ

Artinya: "Dan (di antara yang membatalkan i’tikaf) adalah keluar dari masjid tanpa udzur, demikian pula karena menegakan hukuman yang ditetapkan berdasarkan pengakuannya. Adapun keluar karena udzur, seperti makan dan minum yang tidak mungkin dilakukan di masjid, memenuhi hajat dan (menghilangkan) hadats besar, maka tidak bermasalah." (Syekh Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Syathiri, Syarh al-Yaqut al-Nafis, hal 313)

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1580 seconds (0.1#10.140)