Umar bin Abdul Aziz: Lebaran Bukan bagi Orang yang Memakai Pakaian Baru
loading...
A
A
A
“Baju baru Alhamdulillah
Tuk dipakai di Hari Raya
Tak adapun taka apa-apa
Masih ada baju yang lama”
Itu adalah lirik lagu anak-anak yang sempat ngetop pada awal tahun 2000an. Bagi anak-anak, lebaran memang bermakna baju baru. Hanya saja, anak-anak juga mesti diberi penyadaran bahwa jika tidak ada yang baru, baju lamapun tak masalah, asal itu masih layak pakai.
Suatu ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata: “Hari raya itu bukan bagi orang yang memakai pakaian baru. Akan tetapi hari raya bagi mereka yang takut terhadap hari pembalasan”
Berhias diri sewajarnya serta memakai pakaian terbaik merupakan sunnah dalam melaksanakan Idul Fitri . Rasulullah SAW pun memiliki pakaian khusus yang biasa dikenakan pada saat hari raya Idul Fitri.
Menurut buku Ahkamu Al’ Iidaini Fii Al Sunnah Al Muthahharah, Ibnul Qayyim berkata dalam Zadul Ma’ad, “Nabi SAW memakai pakaiannya yang paling bagus untuk keluar (melaksanakan shalat) pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. Beliau memiliki perhiasan yang biasa dipakai pada dua hari raya itu dan pada hari Jum’at".
Sekali waktu Rasulullah SAW memakai dua burdah (kain bergaris yang diselimutkan pada badan) yang berwarna hijau, dan terkadang mengenakan burdah berwarna merah, namun bukan merah murni karena jika demikian bukan lagi namanya burdah. Tapi yang beliau kenakan adalah kain yang ada garis-garis merah seperti kain bergaris dari Yaman.”
Mengenai pakaian yang dilarang yaitu pakaian yang terbuat dari sutera yang memang larangannya terdapat dalam Al-Quran dan Hadis.
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، قَالَ: أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوقِ، فَأَخَذَهَا، فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ابْتَعْ هَذِهِ تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيدِ وَالوُفُودِ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لاَ خَلاَقَ لَهُ
“Sungguh Abdullah bin Umar, ia berkata : “Umar mengambil sebuah jubah sutra yang dijual di pasar, ia mengambilnya dan membawanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam dan berkata : “Wahai Rasulullah, beliah jubah ini serta berhiaslah dengan jubah ini di hari raya dan penyambutan. Rasulullah berkata kepada Umar : “sesungguhnya jubah ini adalah pakaian orang yang tidak mendapat bagian (di akherat)”. (HR Al Bukhari).
Imam Al-Bukhari Rahimahullah meletakkan hadis itu dengan judul “Bab Tentang Dua Hari Raya dan Berhias di Dalamnya”.
Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata, “Hal ini menunjukkan bahwa berhias pada momen-momen seperti itu sudah sangat dikenal.” Lalu, Imam Asy-Syaukani berkata, “Kesimpulan, disyariatkannya berhias pada hari raya dari hadis ini didasari oleh persetujuan Nabi tentang berhias di hari raya, adapun pengingkarannya hanya terbatas pada macam atau jenis pakaiannya, karena dia terbuat dari sutera.” (simak Nailul Authar, III/284).
Ibnu Rajab Al-Hambali Rahimahullah berkata, “Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Nafi bahwa Ibnu Umar pada dua hari raya mengenakan bajunya yang paling bagus.”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata, “Termasuk amalan sunah pada hari raya adalah berhias, baik bagi orang yang iktikaf maupun yang tidak.”
Abu Al-Hasan menjelaskan dalam Hasyiah As-Sindi ala An-Nasa’i perihal tersebut, bahwa sunnah dan kebiasaan para salaf (orang-orang dahulu):
“Dari hadis ini diketahui, bahwa berhias di hari ‘id termasuk kebiasaan yang sudah ada di kalangan para sahabat, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak mengingkarinya.
Jika tak ada baju baru? Tentu saja boleh pakaian lama namun tetap pilihan yang terbaik. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al Mustadrak ‘alaa Al-Shohihain:
عَنْ زَيْدِ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: «أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْعِيدَيْنِ أَنْ نَلْبَسَ أَجْوَدَ مَا نَجِدُ، وَأَنْ نَتَطَيَّبَ بِأَجْوَدَ مَا نَجِدُ
Tuk dipakai di Hari Raya
Tak adapun taka apa-apa
Masih ada baju yang lama”
Itu adalah lirik lagu anak-anak yang sempat ngetop pada awal tahun 2000an. Bagi anak-anak, lebaran memang bermakna baju baru. Hanya saja, anak-anak juga mesti diberi penyadaran bahwa jika tidak ada yang baru, baju lamapun tak masalah, asal itu masih layak pakai.
Suatu ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata: “Hari raya itu bukan bagi orang yang memakai pakaian baru. Akan tetapi hari raya bagi mereka yang takut terhadap hari pembalasan”
Baca Juga
Berhias diri sewajarnya serta memakai pakaian terbaik merupakan sunnah dalam melaksanakan Idul Fitri . Rasulullah SAW pun memiliki pakaian khusus yang biasa dikenakan pada saat hari raya Idul Fitri.
Menurut buku Ahkamu Al’ Iidaini Fii Al Sunnah Al Muthahharah, Ibnul Qayyim berkata dalam Zadul Ma’ad, “Nabi SAW memakai pakaiannya yang paling bagus untuk keluar (melaksanakan shalat) pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. Beliau memiliki perhiasan yang biasa dipakai pada dua hari raya itu dan pada hari Jum’at".
Sekali waktu Rasulullah SAW memakai dua burdah (kain bergaris yang diselimutkan pada badan) yang berwarna hijau, dan terkadang mengenakan burdah berwarna merah, namun bukan merah murni karena jika demikian bukan lagi namanya burdah. Tapi yang beliau kenakan adalah kain yang ada garis-garis merah seperti kain bergaris dari Yaman.”
Mengenai pakaian yang dilarang yaitu pakaian yang terbuat dari sutera yang memang larangannya terdapat dalam Al-Quran dan Hadis.
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، قَالَ: أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوقِ، فَأَخَذَهَا، فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ابْتَعْ هَذِهِ تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيدِ وَالوُفُودِ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لاَ خَلاَقَ لَهُ
“Sungguh Abdullah bin Umar, ia berkata : “Umar mengambil sebuah jubah sutra yang dijual di pasar, ia mengambilnya dan membawanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam dan berkata : “Wahai Rasulullah, beliah jubah ini serta berhiaslah dengan jubah ini di hari raya dan penyambutan. Rasulullah berkata kepada Umar : “sesungguhnya jubah ini adalah pakaian orang yang tidak mendapat bagian (di akherat)”. (HR Al Bukhari).
Imam Al-Bukhari Rahimahullah meletakkan hadis itu dengan judul “Bab Tentang Dua Hari Raya dan Berhias di Dalamnya”.
Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata, “Hal ini menunjukkan bahwa berhias pada momen-momen seperti itu sudah sangat dikenal.” Lalu, Imam Asy-Syaukani berkata, “Kesimpulan, disyariatkannya berhias pada hari raya dari hadis ini didasari oleh persetujuan Nabi tentang berhias di hari raya, adapun pengingkarannya hanya terbatas pada macam atau jenis pakaiannya, karena dia terbuat dari sutera.” (simak Nailul Authar, III/284).
Ibnu Rajab Al-Hambali Rahimahullah berkata, “Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Nafi bahwa Ibnu Umar pada dua hari raya mengenakan bajunya yang paling bagus.”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata, “Termasuk amalan sunah pada hari raya adalah berhias, baik bagi orang yang iktikaf maupun yang tidak.”
Abu Al-Hasan menjelaskan dalam Hasyiah As-Sindi ala An-Nasa’i perihal tersebut, bahwa sunnah dan kebiasaan para salaf (orang-orang dahulu):
“Dari hadis ini diketahui, bahwa berhias di hari ‘id termasuk kebiasaan yang sudah ada di kalangan para sahabat, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak mengingkarinya.
Jika tak ada baju baru? Tentu saja boleh pakaian lama namun tetap pilihan yang terbaik. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al Mustadrak ‘alaa Al-Shohihain:
عَنْ زَيْدِ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: «أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْعِيدَيْنِ أَنْ نَلْبَسَ أَجْوَدَ مَا نَجِدُ، وَأَنْ نَتَطَيَّبَ بِأَجْوَدَ مَا نَجِدُ