Kisah Istri-Istri Rasulullah SAW: Cemburu Berat Aisyah kepada Shafiyah
loading...
A
A
A
Kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW tak lepas dari konflik. Sesama istri Nabi terkadang juga dibumbui rasa cemburu. Satu contoh adalah kisah Sayyidah Aisyah ra saat mencemburui Sayyidah Shafiyah ra .
Suatu ketika, pasca-perang Khaibar Rasulullah menikahi salah seorang tawanan perang yang putri tokoh Yahudi. Beliau adalah Sayyidah Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, putri bangsawan Bani Nadhir, keturunan Nabi Harun as. Istri Nabi ini pun dibawa pulang ke Madinah.
Dalam sebuah hadis, Anas r.a. menceritakan, ia melihat unta yang berhenti kemudian Shafiyah turun dan Rasulullah bangkit untuk menghijabnya. Para wanita muslimah melihat hal itu lalu mereka berdoa: "Semoga Allah menjauhkan wanita Yahudi itu!"
Rasulullah SAW tidak membawa sang pengantin baru menemui para istri beliau. Para pelayan pun keluar untuk melihat Shafiyah dan mengumpatnya.
Rasulullah membawa Shafiyah tinggal di rumah seorang sahabat, Faritsah ibn an-Nu'man. Para wanita Anshar mulai berkumpul di sekitar kediaman Haritsah untuk melihat kecantikan Shafiyah dan di antara mereka yang keluar itu adalah Aisyah.
Rasulullah melihat Aisyah dan menunggunya sampai keluar. Ketika bertemu dengan Aisyah, beliau memegang bajunya dan berbicara dengan bergurau. Sambil tersenyum, beliau bertanya, "Apa yang engkau lihat wahai wanita berambut pirang?"
Aisyah r.a. menjawab, "Aku melihat seorang wanita Yahudi."
Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah engkau berkata demikian karena Shafiyah telah masuk Islam dan menjadi muslimah yang baik."
Aisyah kembali pulang. Ia tinggalkan Shafiyah lalu menemui para istri Rasulullah lainnya. Aisyah berjalan dengan penuh kecemburuan dan kejengkelan. Pasalnya, ia pun mengakui akan kecantikan dan keelokan Shafiyah di hadapan para istri yang lain.
Sayyidah Shafiyah telah berpindah ke rumah Rasulullah untuk mengambil tempat di antara para istri Rasulullah lainnya. Sabar dan diam menjadi ciri khas bagi Sayyidah Shafiyah ra karena Allah telah memberinya kemuliaan dengan hidup di bawah naungan suami yang paling mulia. Terlebih ketika ia mendengar sindiran Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Hafshah yang mengatakan dengan suara keras bahwa dirinya adalah seorang wanita berdarah Yahudi yang di dalam urat nadinya mengalir darah Yahudi.
Para istri Rasulullah itu membanggakan diri di hadapan Sayyidah Shafiyah karena mereka adalah para wanita Quraisy atau orang Arab, sedangkan Shafiyah adalah wanita Yahudi non-Arab yang memasuki rumah mereka.
Suatu hari Shafiyah merasa tertekan atas hal yang ia dengar. Ia pun duduk sambil menangis tersedu-sedu lalu Rasulullah SAW menanyakan apa sebabnya ia menangis. Sayyidah Shafiyah menceritakan tentang hal yang dikatakan terhadap dirinya. Karena itu, Rasulullah pun bersabda, "Katakanlah kepada mereka: 'Bagaimana kalian bisa lebih baik daripada aku sementara suamiku adalah Muhammad, ayahku adalah Harun, dan pamanku adalah Musa'."
Kata-kata Rasulullah ini menjadi penyejuk bagi Shafiyah. Kata-kata yang mampu menghilangkan rasa tersiksa dan semakin memupuk kesabarannya.
Putri Seorang Nabi
Kisah lain menyebut, suatu hari, sampai di telinga Sayyidah Shafiyah bahwa istri nabi, Sayyidah Hafshah binti Umar, menyebutnya dengan putri seorang Yahudi. Beliau menangis. Saat bersamaan Rasulullah SAW datang menemuinya dan melihatnya menangis.
Beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”
Ia menjawab, “Hafshah binti Umar berkata padaku bahwa aku adalah putri seorang Yahudi.”
Nabi berkata padanya, “Sesungguhnya engkau adalah putri seorang nabi. Pamanmu pun seorang nabi. Dan engkau dalam naungan seorang nabi. Bagaimana kau tidak bangga dengan hal itu.”
Suatu ketika, pasca-perang Khaibar Rasulullah menikahi salah seorang tawanan perang yang putri tokoh Yahudi. Beliau adalah Sayyidah Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, putri bangsawan Bani Nadhir, keturunan Nabi Harun as. Istri Nabi ini pun dibawa pulang ke Madinah.
Dalam sebuah hadis, Anas r.a. menceritakan, ia melihat unta yang berhenti kemudian Shafiyah turun dan Rasulullah bangkit untuk menghijabnya. Para wanita muslimah melihat hal itu lalu mereka berdoa: "Semoga Allah menjauhkan wanita Yahudi itu!"
Rasulullah SAW tidak membawa sang pengantin baru menemui para istri beliau. Para pelayan pun keluar untuk melihat Shafiyah dan mengumpatnya.
Rasulullah membawa Shafiyah tinggal di rumah seorang sahabat, Faritsah ibn an-Nu'man. Para wanita Anshar mulai berkumpul di sekitar kediaman Haritsah untuk melihat kecantikan Shafiyah dan di antara mereka yang keluar itu adalah Aisyah.
Rasulullah melihat Aisyah dan menunggunya sampai keluar. Ketika bertemu dengan Aisyah, beliau memegang bajunya dan berbicara dengan bergurau. Sambil tersenyum, beliau bertanya, "Apa yang engkau lihat wahai wanita berambut pirang?"
Aisyah r.a. menjawab, "Aku melihat seorang wanita Yahudi."
Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah engkau berkata demikian karena Shafiyah telah masuk Islam dan menjadi muslimah yang baik."
Aisyah kembali pulang. Ia tinggalkan Shafiyah lalu menemui para istri Rasulullah lainnya. Aisyah berjalan dengan penuh kecemburuan dan kejengkelan. Pasalnya, ia pun mengakui akan kecantikan dan keelokan Shafiyah di hadapan para istri yang lain.
Sayyidah Shafiyah telah berpindah ke rumah Rasulullah untuk mengambil tempat di antara para istri Rasulullah lainnya. Sabar dan diam menjadi ciri khas bagi Sayyidah Shafiyah ra karena Allah telah memberinya kemuliaan dengan hidup di bawah naungan suami yang paling mulia. Terlebih ketika ia mendengar sindiran Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Hafshah yang mengatakan dengan suara keras bahwa dirinya adalah seorang wanita berdarah Yahudi yang di dalam urat nadinya mengalir darah Yahudi.
Para istri Rasulullah itu membanggakan diri di hadapan Sayyidah Shafiyah karena mereka adalah para wanita Quraisy atau orang Arab, sedangkan Shafiyah adalah wanita Yahudi non-Arab yang memasuki rumah mereka.
Suatu hari Shafiyah merasa tertekan atas hal yang ia dengar. Ia pun duduk sambil menangis tersedu-sedu lalu Rasulullah SAW menanyakan apa sebabnya ia menangis. Sayyidah Shafiyah menceritakan tentang hal yang dikatakan terhadap dirinya. Karena itu, Rasulullah pun bersabda, "Katakanlah kepada mereka: 'Bagaimana kalian bisa lebih baik daripada aku sementara suamiku adalah Muhammad, ayahku adalah Harun, dan pamanku adalah Musa'."
Kata-kata Rasulullah ini menjadi penyejuk bagi Shafiyah. Kata-kata yang mampu menghilangkan rasa tersiksa dan semakin memupuk kesabarannya.
Putri Seorang Nabi
Kisah lain menyebut, suatu hari, sampai di telinga Sayyidah Shafiyah bahwa istri nabi, Sayyidah Hafshah binti Umar, menyebutnya dengan putri seorang Yahudi. Beliau menangis. Saat bersamaan Rasulullah SAW datang menemuinya dan melihatnya menangis.
Beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”
Ia menjawab, “Hafshah binti Umar berkata padaku bahwa aku adalah putri seorang Yahudi.”
Nabi berkata padanya, “Sesungguhnya engkau adalah putri seorang nabi. Pamanmu pun seorang nabi. Dan engkau dalam naungan seorang nabi. Bagaimana kau tidak bangga dengan hal itu.”