Kisah Keikhlasan dan Kebersihan Hati Umar bin Khattab yang Berjuluk Al-Faruq
loading...
A
A
A
Umar bin Khattab dikenal tegas dan keras. Apa yang ia lakukan sangat tulus. Ia akan mengatakan apa yang dianggapkan baik. Sikap Umar yang kadang berbeda dengan Rasulullah , didasari perasaan ikhlas memberikan pendapatnya demi kepentingan umum. Tidak untuk kepentingannya sendiri.
Muhammad Husain Haekal dalam buku berjudul "Umar bin Khattab" menilai dalam hal ini Umar merupakan teladan yang baik. Hal itu bisa dilihat tentang sikap Umar terhadap khamar.
"Harapannya agar minuman itu diharamkan hanya karena cintanya demi segala kebaikan masyarakat disertai disiplinnya yang begitu kuat," katanya.
Zuhud
Di samping itu, ia termasuk seorang zahid yang paling keras menjauhi harta. Kalau Rasulullah memberikan kepadanya harta hasil rampasan perang yang diperoleh Muslimin, ia berkata: "Berikan kepada yang lebih miskin dari saya." Suatu hari ia berkata demikian kepada Rasulullah, maka kata Nabi: "Terimalah dan simpan kemudian sedekahkan."
Bahkan begitu kuat zuhudnya, ketika ia mendapat bagian tanah di Khaibar, dan ia menemui Nabi Sallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Saya mendapat bagian tanah di Khaibar, yang sebenarnya belum pernah saya mendapat harta begitu berharga, tetapi apa yang harus saya perbuat dengan itu."
"Kalau Anda mau pokoknya wakafkan dan sedekahkan dengan itu."
Umar pun lalu menyedekahkan tanah itu kepada fakir miskin, kaum kerabat, membebaskan hamba sahaya, fi sabilillah dan kepada tamu. Boleh juga orang yang mengurusnya ikut menikmati dengan sepantasnya atau memberikan kepada teman yang tidak ikut memilikinya.
Dan dia berkata: Yang tak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan pokoknya. Inilah yang pertama kali sedekah dilakukan dalam Islam, dan inilah pokok yang pertama yang menjadi sistem wakaf di kalangan Muslimin di mana pun mereka berada.
Tidak heran jika orang yang sudah demikian rupa keadaannya dan zuhudnya akan sangat dihargai dan dihormati oleh semua umat Islam lepas dari wataknya yang begitu keras dan tegar.
Ia juga sangat dicintai dan dihargai oleh Rasulullah sehingga ia memanggilnya dengan Saudaraku. Pernah Umar meminta izin kepadanya akan melaksanakan umrah. Nabi mengizinkan dengan mengatakan: "Saudaraku, jangan lupakan kami dalam doa Anda."
Setiap Umar ingat akan kata-kata ini ia berkata: "Sejak terbit matahari kata ‘Saudaraku’, inilah yang saya senangi."
Lidah dan Hati Umar
Keikhlasan dan kebersihan hati dari segala hawa nafsu serta cintanya pada keadilan, itulah yang membuat gelar "al-Faruq" melekat padanya. Hanya saja, menurut Haekal, belum terdapat kata sepakat siapa yang menamakan Umar al-Faruq. Ketika ditanya mengenai hal ini menurut sumber dari Aisyah ketika ditanya ia berkata: "Nabi SAW".
Disebutkan bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Allah menempatkan kebenaran di lidah dan di hati Umar. Dialah al-Faruq" ("Pemisah"), yang memisahkan antara yang hak dengan yang batil."
Dalam at-Tabaqat Ibn Sa'd mengutip sebuah ungkapan berikut rujukannya sebagai berikut: "Saya mendapat kabar bahwa yang pertama kali mengatakan Umar al-Faruq Ahli Kitab. Kaum Muslimin menggunakan sebutan itu dari kata-kata mereka. Belum ada suatu berita yang kami terima bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan itu."
Mana pun yang benar dari sumber-sumber tersebut, yang tak dapat diragukan lagi Umar adalah seorang Faruq — yang memisahkan antara yang hak dengan yang batil. Dan inilah yang mengabadikan nama al-Faruq sepanjang sejarah, yang melekat pada Umar sampai sekarang, dan akan tetap demikian selamanya.
Mengenai sikapnya yang begitu keras dan tegas itu pulalah, menurut Haekal, maka Nabi lebih mengutamakan Abu Bakar. Selain Abu Bakar tak ada orang yang lebih diutamakan, karena keikhlasannya, keterusterangannya, keteguhan hati serta kebijakannya.
Umar, yang begitu terkenal karena sikapnya yang keras dan tegas sehingga tak dapat ditawar-tawar. Dalam beberapa peristiwa tampak ia lemah lembut dengan perasaan yang halus.
Disebutkan bahwa ketika Umar meminta izin akan menemui Rasulullah SAW, ada beberapa perempuan Quraisy yang sedang berbicara kepada Nabi dengan suara tinggi. Setelah diizinkan, perempuan-perempuan itu cepat-cepat mengenakan hijab.
Begitu Umar masuk, Rasulullah tertawa seraya berkata: "Heran saya melihat perempuan-perempuan yang sejak tadi sudah di tempat saya, tetapi begitu mendengar suara Anda cepat-cepat mereka mengenakan hijab."
Umar menjawab: "Lebih berhak Rasulullah yang harus mereka segani." Kemudian sambungnya: "Mereka memusuhi diri mereka sendiri. Kalian segan kepada saya dan tidak segan kepada Rasulullah SAW? Mereka menjawab: "Ya, karena Anda kasar dan keras."
Muhammad Husain Haekal dalam buku berjudul "Umar bin Khattab" menilai dalam hal ini Umar merupakan teladan yang baik. Hal itu bisa dilihat tentang sikap Umar terhadap khamar.
"Harapannya agar minuman itu diharamkan hanya karena cintanya demi segala kebaikan masyarakat disertai disiplinnya yang begitu kuat," katanya.
Zuhud
Di samping itu, ia termasuk seorang zahid yang paling keras menjauhi harta. Kalau Rasulullah memberikan kepadanya harta hasil rampasan perang yang diperoleh Muslimin, ia berkata: "Berikan kepada yang lebih miskin dari saya." Suatu hari ia berkata demikian kepada Rasulullah, maka kata Nabi: "Terimalah dan simpan kemudian sedekahkan."
Bahkan begitu kuat zuhudnya, ketika ia mendapat bagian tanah di Khaibar, dan ia menemui Nabi Sallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Saya mendapat bagian tanah di Khaibar, yang sebenarnya belum pernah saya mendapat harta begitu berharga, tetapi apa yang harus saya perbuat dengan itu."
"Kalau Anda mau pokoknya wakafkan dan sedekahkan dengan itu."
Umar pun lalu menyedekahkan tanah itu kepada fakir miskin, kaum kerabat, membebaskan hamba sahaya, fi sabilillah dan kepada tamu. Boleh juga orang yang mengurusnya ikut menikmati dengan sepantasnya atau memberikan kepada teman yang tidak ikut memilikinya.
Dan dia berkata: Yang tak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan pokoknya. Inilah yang pertama kali sedekah dilakukan dalam Islam, dan inilah pokok yang pertama yang menjadi sistem wakaf di kalangan Muslimin di mana pun mereka berada.
Tidak heran jika orang yang sudah demikian rupa keadaannya dan zuhudnya akan sangat dihargai dan dihormati oleh semua umat Islam lepas dari wataknya yang begitu keras dan tegar.
Ia juga sangat dicintai dan dihargai oleh Rasulullah sehingga ia memanggilnya dengan Saudaraku. Pernah Umar meminta izin kepadanya akan melaksanakan umrah. Nabi mengizinkan dengan mengatakan: "Saudaraku, jangan lupakan kami dalam doa Anda."
Setiap Umar ingat akan kata-kata ini ia berkata: "Sejak terbit matahari kata ‘Saudaraku’, inilah yang saya senangi."
Lidah dan Hati Umar
Keikhlasan dan kebersihan hati dari segala hawa nafsu serta cintanya pada keadilan, itulah yang membuat gelar "al-Faruq" melekat padanya. Hanya saja, menurut Haekal, belum terdapat kata sepakat siapa yang menamakan Umar al-Faruq. Ketika ditanya mengenai hal ini menurut sumber dari Aisyah ketika ditanya ia berkata: "Nabi SAW".
Disebutkan bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Allah menempatkan kebenaran di lidah dan di hati Umar. Dialah al-Faruq" ("Pemisah"), yang memisahkan antara yang hak dengan yang batil."
Dalam at-Tabaqat Ibn Sa'd mengutip sebuah ungkapan berikut rujukannya sebagai berikut: "Saya mendapat kabar bahwa yang pertama kali mengatakan Umar al-Faruq Ahli Kitab. Kaum Muslimin menggunakan sebutan itu dari kata-kata mereka. Belum ada suatu berita yang kami terima bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan itu."
Mana pun yang benar dari sumber-sumber tersebut, yang tak dapat diragukan lagi Umar adalah seorang Faruq — yang memisahkan antara yang hak dengan yang batil. Dan inilah yang mengabadikan nama al-Faruq sepanjang sejarah, yang melekat pada Umar sampai sekarang, dan akan tetap demikian selamanya.
Mengenai sikapnya yang begitu keras dan tegas itu pulalah, menurut Haekal, maka Nabi lebih mengutamakan Abu Bakar. Selain Abu Bakar tak ada orang yang lebih diutamakan, karena keikhlasannya, keterusterangannya, keteguhan hati serta kebijakannya.
Umar, yang begitu terkenal karena sikapnya yang keras dan tegas sehingga tak dapat ditawar-tawar. Dalam beberapa peristiwa tampak ia lemah lembut dengan perasaan yang halus.
Disebutkan bahwa ketika Umar meminta izin akan menemui Rasulullah SAW, ada beberapa perempuan Quraisy yang sedang berbicara kepada Nabi dengan suara tinggi. Setelah diizinkan, perempuan-perempuan itu cepat-cepat mengenakan hijab.
Begitu Umar masuk, Rasulullah tertawa seraya berkata: "Heran saya melihat perempuan-perempuan yang sejak tadi sudah di tempat saya, tetapi begitu mendengar suara Anda cepat-cepat mereka mengenakan hijab."
Umar menjawab: "Lebih berhak Rasulullah yang harus mereka segani." Kemudian sambungnya: "Mereka memusuhi diri mereka sendiri. Kalian segan kepada saya dan tidak segan kepada Rasulullah SAW? Mereka menjawab: "Ya, karena Anda kasar dan keras."
(mhy)