Ini Mengapa Disebut Taubat tapi Mengejek Tuhan

Selasa, 07 Juni 2022 - 05:15 WIB
loading...
Ini Mengapa Disebut Taubat tapi Mengejek Tuhan
Orang yang bertaubat adalah seperti orang yang tidak mempunyai dosa, dan orang yang meminta ampunan dari dosa, sementara ia masih tetap melakukan dosa, adalah seperti orang yang mengejek Tuhannya. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Sejumlah ulama berpendapat Allah SWT menerima taubat seseorang yang sudi bertaubat kendati ia kemudian berbuat dosa lagi. Hal didukung oleh hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Seorang hamba melakukan dosa, dan berdo'a: Ya Tuhanku, aku telah melakukan dosa maka ampunilah aku."

Tuhannya berfirman: "hamba-Ku mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan yang akan mengampuni dan menghapus dosanya, maka Aku ampuni hamba-Ku itu."

Kemudian waktu berjalan dan orang itu tetap seperti itu hingga masa yang ditentukan Allah SWT, hingga orang itu kembali melakukan dosa yang lain. Orang itupun kembali berdo'a: "Ya Tuhanku, aku kembali melakukan dosa, maka ampunilah dosaku."

Allah SWT berfirman: "Hamba-Ku mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan Yang mengampuni dan menghapus dosanya, maka Aku ampuni hamba-Ku itu."

Kemudian ia terus dalam keadaan demikian selama masa yang ditentukan Allah SWT, hingga akhirnya ia kembali melakukan dosa.

Dan ia berdo'a: "Ya Tuhanku, aku telah melakukan dosa, maka ampunilah daku."

Allah SWT berfirman: "Hamba-Ku mengetahui bahwa ia mempunyai Tuhan Yang mengampuni dan menghapus dosanya. Maka Aku telah berikan ampunan kepada hamba-Ku, (diulang tiga kali) dan silahkan ia melakukan apa yang ia mau" [Hadits Muttafaq alaih: lihat: al Lu'lu wa al Marjan (1754) dan lihatlah: Fathul Bari juz 13 hal. 46 dan setelahnya].



Al Qurthubi dalam kitabnya "al Mufhim fi syarhi Muslim" mengatakan hadis ini menunjukkan kebesaran faedah istighfar, dan keagungan nikmat Allah SWT, keluasan rahmat-Nya serta sifat pemaaf dan pemurah-Nya.

Namun, ujar al-Qurtubi, istighfar ini adalah permohonan taubat yang maknanya tertanam dalam hati sambil diiringi dengan ucapan lidah, sehingga ia tidak lagi menjalankan dosa itu, dan ia merasa menyesal atas perbuatan masa lalunya. Sehingga itu adalah ungkapan praktikal atas taubat.

Hal ini seperti dikatakan oleh hadits: orang yang paling baik dari kalian adalah setiap orang yang terfitnah (sehingga melakukan dosa) dan sering bertaubat".

Maknanya, ujar al-Qurtubi mengatakan yaitu orang yang terulang dosanya dan mengulang taubatnya. "Setiap kali ia jatuh dalam dosa ia mengulang taubatnya. Bukan orang yang berkata dengan lidahnya: aku beristighfar kepada Allah SWT, namun hatinya masih terus ingin menjalankan maksiat itu. Inilah istighfar yang masih membutuhkan kepada istighfar lagi!" katanya.

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Bari menambahkan bahwa hadis itu diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dari hadits Ibnu Abbas secara marfu':

"Orang yang bertaubat adalah seperti orang yang tidak mempunyai dosa, dan orang yang meminta ampunan dari dosa, sementara ia masih tetap melakukan dosa, adalah seperti orang yang mengejek Tuhannya".

Al-Qurthubi mengatakan faedah hadis ini adalah kembali berbuat dosa adalah lebih buruk dari ketika pertama kali melakukan dosa itu, karena dengan kembali berdosa itu ia berarti melanggar taubatnya. Tapi kembali melakukan taubat adalah lebih baik dari taubatnya yang pertama, karena ia berarti terus meminta kepada Allah SWT Yang Maha Pemurah, terus meminta kepada-Nya, dan mengakui bahwa tidak ada yang dapat memberikan taubat selain Allah SWT.



Sedangkan Imam an-Nawawi mengatakan dalam hadis itu, suatu dosa --meskipun telah terulang sebanyak seratus kali atau malah seribu dan lebih-- jika orang itu bertaubat dalam setiap kali melakukan dosa-- niscaya taubatnya diterima, atau juga ia bertaubat dari seluruh dosa itu dengan satu taubat, maka taubatnya juga sah.

Dan redaksi: "perbuatlah apa yang engkau mau" -- atau "Maka silakan ia berbuat apa yang ia mau" - maknanya: selama engkau masih melakukan dosa maka bertaubatlah, niscaya Aku akan ampuni dosamu" [Lihat: Fathul Bari: 14/ 471. Cetakan: Darul Fikr al Mushawirah An Salafiyah]

"Benar, taubat yang sempurna adalah taubat dari seluruh dosa," ujar Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam kitabnya "at Taubat Ila Allah". Dan itulah yang akan membawa kepada keberuntungan yang disinyalir dalam firman Allah SWT:

"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung" [QS an-Nur: 31]

Menghapus Keburukan
Menurut al-Qardhawi, taubat seperti itulah yang akan menghapus seluruh keburukan, dan menghilangkan seluruh dosa, dan orangnya akan masuk dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari Allah SWT tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya.

"Inilah yang akan menarik cinta Allah SWT kepadanya, juga kesenangan dan senyum-Nya terhadap mereka," ujarnya.



Menurut al-Qardhawi, taubat yang sempurna adalah taubat yang tidak hanya mencegah orang itu untuk kembali melakukan maksiat saja, namun ia adalah taubat yang mendorongnya untuk melakukan ketaatan, menjalankan perbuatan yang saleh, serta mematuhi hukum-hukum syari'ah dan adab-adabnya, secara zahir dan bathin, antara dia dengan Rabbnya, antara dirinya dengan dirinya sendiri, serta antara dirinya dengan seluruh makhluk. Sehingga ia dapat mencapai keberuntungan di dunia dan akhirat, dan mendapatkan kemenangan surga serta selamat dari neraka.

Oleh karena itu, katanya, kita harus membedakan antara taubat yang menyeluruh yang akan mengantarkan orang itu kepada kemenangan mendapatkan surga dan selamat dari neraka. "Dengan taubat yang parsial yang memberikan keuntungan kepada orang yang taubat itu serta membebaskannya dari suatu dosa tertentu, meskipun ia tetap terikat dengan dosa yang lain. Kedua macam taubat itu mempunyai ketentuan hukumnya masing-masing," demikian Syaikh Yusuf Al-Qardhawi.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3583 seconds (0.1#10.140)