Apa yang Dilakukan Jika Ragu Kehalalan Daging yang Terhidang di Meja Makan
loading...
A
A
A
Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mengatakan tidak menjadi kewajiban seorang muslim untuk menanyakan hal-hal yang tidak disaksikan. Seperti misalnya ketika mendapati daging di meja makan. Tidak menjadi kewajiban kita bertanya, bagaimana cara penyembelihannya? Terpenuhi syaratnya atau tidak? Disebut asma Allah atau tidak?
"Bahkan apa pun yang tidak kita saksikan sendiri tentang penyembelihannya baik dilakukan oleh seorang muslim, walaupun dia bodoh dan fasik, ataupun oleh ahli kitab, semuanya adalah halal buat kita," ujarnya dalam bukunya yang diterjemahkan H Mu'ammal Hamidy berjudul " Halal dan Haram dalam Islam ".
Ada suatu kaum yang bertanya kepada Nabi: "Bahwa ada satu kaum yang memberinya daging, tetapi kita tidak tahu apakah disebut asma' Allah atau tidak. Maka jawab Nabi: Sebutlah asma' Allah atasnya dan makanlah," (Riwayat Bukhari).
Berdasar hadis ini para ulama berpendapat, bahwa semua perbuatan dan pengeluaran selalu dihukumi sah dan baik, kecuali ada dalil (bukti) yang menunjukkan rusakan batalnya perbuatan tersebut.
Al-Qardhawi juga berpendapat kita dapat mengetahui hukumnya daging-daging yang diimpor dari negara-negara yang penduduknya majoritas ahli kitab, seperti ayam, corned sapi, yang semua itu kadang-kadang disembelih dengan menggunakan tenaga elektronik dan sebagainya.
Selama binatang-binatang tersebut oleh mereka dianggapnya sebagai sembelihan, maka jelas halal buat kita, sesuai dengan umumnya ayat.
"Adapun daging-daging yang diimpor dari negara-negara Komunis, tidak boleh kita makan. Sebab mereka itu bukan ahli kitab, bahkan mereka adalah kufur dan anti kepada semua agama dan menentang Allah serta seluruh risalahnya," demikian Al-Qardhawi.
Penyembelihan Orang Majusi
Hanya saja, para ulama berbeda pendapat tentang penyembelihan orang Majusi. Kebanyakan mereka berpendapat tidak boleh memakannya karena mereka termasuk orang musyrik.
Sedang yang lain berpendapat halal karena Nabi SAW pernah bersabda: "Perlakukanlah mereka itu seperti perlakuan terhadap ahli kitab." (Riwayat Malik dan Syafi'i)
Dan Nabi sendiri pernah menerima upeti dari Majusi Hajar. (Riwayat Bukhari).
Oleh karena itu, Ibnu Hazim berkata di bab penyembelihan dalam kitabnya Muhalla: "Mereka itu adalah ahli kitab, oleh karena itu mereka dihukumi seperti hukum yang berlaku untuk ahli kitab dalam segala hal."
Al-Qardhawi mengingatkan bahwa Islam memperkeras persoalan penyembelihan dan menganggap penting persoalan ini. Hal ini adalah justru karena orang-orang musyrik Arab dan pengikut-pengikut agama lain telah menjadikan penyembelihan termasuk persoalan ibadah, bahkan masuk persoalan keyakinan dan pokok kepercayaan agama.
Oleh karena itu menyembelih, mereka jadikan sebagai sesuatu cara untuk berbakti kepada tuhannya, maka disembelihnya binatang untuk berhala atau dengan menyebut nama tuhannya. Kemudian datanglah Islam menghapus cara-cara ini dan mewajibkan untuk tidak menyebut kecuali asma' Allah, serta mengharamkan binatang yang disembelih untuk berhala dan dengan menyebut nama berhala.
Kemudian setelah ahli kitab yang semula adalah bertauhid itu telah banyak dipengaruhi oleh perasaan-perasaan syirik dan samasekali tidak melepaskan dari kesyirikan riya yang dulu-dulu, sehingga sementara orang Islam menganggap, bahwa mereka tidak bisa lagi bergaul dan bertemu dengan mereka sebagaimana halnya terhadap orang-orang musyrik lainnya, maka Allah memberikan perkenan (rukhsah) kepada mereka untuk makan makanan ahli kitab sebagaimana halnya dalam persoalan-persoalan perkawinan. Hal ini ditegaskan Allah dalam firmanNya yang merupakan ayat terakhir, yaitu:
"Hari ini dihalalkan yang baik-baik buat kamu dan begitu juga makanan orang-orang yang pernah diberi kitab (ahli kitab) adalah halal buat kamu, dan sebaliknya makananmu halal buat mereka." (al-Maidah: 5)
Maksud ayat di atas secara ringkas: bahwa hari ini semua yang baik, halal buat kamu, karena itu tidak ada lagi apa yang disebut: Bahirah, saibah, washilah dan ham.
Dan makanan ahli kitab pun halal buat kamu sesuai dengan hukum asal di mana samasekali Allah tidak mengharamkannya, dan sebaliknya makananmu pun halal buat mereka. Jadi kamu boleh makan binatang yang disembelih dan diburu oleh ahli kitab, dan sebaliknya kamu boleh memberi makan ahli kitab dengan binatang yang kamu sembelih atau yang kamu buru.
"Bahkan apa pun yang tidak kita saksikan sendiri tentang penyembelihannya baik dilakukan oleh seorang muslim, walaupun dia bodoh dan fasik, ataupun oleh ahli kitab, semuanya adalah halal buat kita," ujarnya dalam bukunya yang diterjemahkan H Mu'ammal Hamidy berjudul " Halal dan Haram dalam Islam ".
Ada suatu kaum yang bertanya kepada Nabi: "Bahwa ada satu kaum yang memberinya daging, tetapi kita tidak tahu apakah disebut asma' Allah atau tidak. Maka jawab Nabi: Sebutlah asma' Allah atasnya dan makanlah," (Riwayat Bukhari).
Berdasar hadis ini para ulama berpendapat, bahwa semua perbuatan dan pengeluaran selalu dihukumi sah dan baik, kecuali ada dalil (bukti) yang menunjukkan rusakan batalnya perbuatan tersebut.
Al-Qardhawi juga berpendapat kita dapat mengetahui hukumnya daging-daging yang diimpor dari negara-negara yang penduduknya majoritas ahli kitab, seperti ayam, corned sapi, yang semua itu kadang-kadang disembelih dengan menggunakan tenaga elektronik dan sebagainya.
Selama binatang-binatang tersebut oleh mereka dianggapnya sebagai sembelihan, maka jelas halal buat kita, sesuai dengan umumnya ayat.
"Adapun daging-daging yang diimpor dari negara-negara Komunis, tidak boleh kita makan. Sebab mereka itu bukan ahli kitab, bahkan mereka adalah kufur dan anti kepada semua agama dan menentang Allah serta seluruh risalahnya," demikian Al-Qardhawi.
Penyembelihan Orang Majusi
Hanya saja, para ulama berbeda pendapat tentang penyembelihan orang Majusi. Kebanyakan mereka berpendapat tidak boleh memakannya karena mereka termasuk orang musyrik.
Sedang yang lain berpendapat halal karena Nabi SAW pernah bersabda: "Perlakukanlah mereka itu seperti perlakuan terhadap ahli kitab." (Riwayat Malik dan Syafi'i)
Dan Nabi sendiri pernah menerima upeti dari Majusi Hajar. (Riwayat Bukhari).
Oleh karena itu, Ibnu Hazim berkata di bab penyembelihan dalam kitabnya Muhalla: "Mereka itu adalah ahli kitab, oleh karena itu mereka dihukumi seperti hukum yang berlaku untuk ahli kitab dalam segala hal."
Al-Qardhawi mengingatkan bahwa Islam memperkeras persoalan penyembelihan dan menganggap penting persoalan ini. Hal ini adalah justru karena orang-orang musyrik Arab dan pengikut-pengikut agama lain telah menjadikan penyembelihan termasuk persoalan ibadah, bahkan masuk persoalan keyakinan dan pokok kepercayaan agama.
Oleh karena itu menyembelih, mereka jadikan sebagai sesuatu cara untuk berbakti kepada tuhannya, maka disembelihnya binatang untuk berhala atau dengan menyebut nama tuhannya. Kemudian datanglah Islam menghapus cara-cara ini dan mewajibkan untuk tidak menyebut kecuali asma' Allah, serta mengharamkan binatang yang disembelih untuk berhala dan dengan menyebut nama berhala.
Kemudian setelah ahli kitab yang semula adalah bertauhid itu telah banyak dipengaruhi oleh perasaan-perasaan syirik dan samasekali tidak melepaskan dari kesyirikan riya yang dulu-dulu, sehingga sementara orang Islam menganggap, bahwa mereka tidak bisa lagi bergaul dan bertemu dengan mereka sebagaimana halnya terhadap orang-orang musyrik lainnya, maka Allah memberikan perkenan (rukhsah) kepada mereka untuk makan makanan ahli kitab sebagaimana halnya dalam persoalan-persoalan perkawinan. Hal ini ditegaskan Allah dalam firmanNya yang merupakan ayat terakhir, yaitu:
"Hari ini dihalalkan yang baik-baik buat kamu dan begitu juga makanan orang-orang yang pernah diberi kitab (ahli kitab) adalah halal buat kamu, dan sebaliknya makananmu halal buat mereka." (al-Maidah: 5)
Maksud ayat di atas secara ringkas: bahwa hari ini semua yang baik, halal buat kamu, karena itu tidak ada lagi apa yang disebut: Bahirah, saibah, washilah dan ham.
Dan makanan ahli kitab pun halal buat kamu sesuai dengan hukum asal di mana samasekali Allah tidak mengharamkannya, dan sebaliknya makananmu pun halal buat mereka. Jadi kamu boleh makan binatang yang disembelih dan diburu oleh ahli kitab, dan sebaliknya kamu boleh memberi makan ahli kitab dengan binatang yang kamu sembelih atau yang kamu buru.
(mhy)