Bacaan Menyembelih Hewan Kurban: Bismillah Allahu Akbar Minka Wa Ilaika

Minggu, 10 Juli 2022 - 10:57 WIB
loading...
Bacaan Menyembelih Hewan...
Perintah menyembelih hewan kurban adalah atas nama Allah SWT. Bentuk ucapannya adalah bismillah, Allahu Akbar, Minka Wa Ilaika. Foto/Ilustrasi : deccan chronicle
A A A
Muhammad Quraish Shihab mengatakan perintah menyembelih hewan kurban adalah atas nama Allah SWT. Bentuk ucapannya adalah: Bismillah, Allahu Akbar, Minka Wa Ilaika (dengan nama Allah, Allah Maha Besar, dari-Mu sumbernya dan kepada-Mu aku tujukan).



Hal itu dinyatakan Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah saat menafsirkan surah al-Hajj [22] ayat 36. Sedangkan tatkala menafsirkan surah al-Hajj [22] ayat 37, Quraish Shihab menambahkan bahwa surat ini berisi tentang tujuan ibadah kurban yang paling asasi, yakni mendekatkan diri dan bertakwa kepada Allah SWT.

"Ketakwaan inilah yang membuat ibadah kurban seseorang diterima di sisi Allah, bukan hal lain. Ditegaskan juga bahwa ketakwaan itu sendiri semata-mata berasal dari petunjuk-Nya," ujar Quraish Shihab.

Selain itu, Allah juga memerintahkan untuk membagi daging kurban kepada orang yang berhak.

Tujuan ibadah kurban terdiri dari dua dimensi utama, yakni dimensi ritual-spiritual dan dimensi sosial. Dua tujuan ibadah Al-Qur’an tersebut disebutkan oleh Allah dalam surah al-Hajj [22] ayat 36-37 tersebut.

وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ٣٦ لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ ٣٧

“Dan unta-unta itu Kami jadikan untuk-mu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makanlah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.”

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demi-kianlah Dia menundukkannya untuk-mu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” ( QS. Al-Hajj [22] : ayat 36-37).



Al-Sa'adi dalam Tafsir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan menyebutkan, surah al-Hajj [22] ayat 36 berisi tentang perintah berkurban dengan menyebut nama Allah, memakan dan membagikan daging kurban kepada orang-rang yang berhak, yakni al-qani’ dan al-mu’tar. Al-qani’ adalah fakir yang tidak mau meminta-minta, sedangkan al-mu’tar adalah fakir yang meminta sedekah.

Lalu pada surah al-Hajj [22] ayat 37 ditegaskan bahwa tujuan dari ibadah kurban bukan sekadar menyembelih hewan kurban dengan nama Allah, karena pada hakikatnya Dia tidak membutuhkan itu, Dia Maha Kaya dan Maha Terpuji.

Tujuan ibadah kurban yang sebenarnya – menurut al-Sa’adi – adalah merengkuh keikhlasan, bentuk upaya ketaatan, dan niat yang benar, yakni mengharap rida Allah semata, bukan untuk menyombongkan diri maupun riya.

Hal senada juga disampaikan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam tafsir Marah Labid. Ia menyebutkan bahwa surah al-Hajj [22] ayat 36 berbicara tentang ketentuan ibadah kurban, mulai dari niat yang tulus karena Allah SWT, menyebut nama-Nya ketika berkurban, perintah untuk memanfaatkan sebagian dagingnya bagi diri sendiri, dan juga membagikan dagingnya kepada orang yang membutuhkan.



Al-Bantani menegaskan, tujuan ibadah kurban pada dasarnya adalah bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan. Oleh karena itu, hendaknya ibadah kurban dilakukan dengan penuh keikhlasan, sebab yang menjadi patokan diterimanya atau tidaknya ibadah kurban ialah keikhlasan dan ketakwaan dari pelaku. Ia menyebut, “darah dan daging kurban tidak akan sampai kepada Allah, yang sampai adalah perbuatan baik yang ada di dalamnya seperti sedekah.”

Artinya, hal yang paling mendasar dari ibadah kurban ada dua hal, yakni: pertama, keikhlasan dan ketauhidan kepada Allah SWT dalam ibadah kurban. Hal ini diisyaratkan dengan menyebut nama-Nya. Kedua, berbuat baik kepada sesama dengan cara membagikan sebagian rezeki dari Allah berupa daging kurban sebagai bentuk rasa syukur dan manifestasi ketaatan kepada-Nya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa surah al-Hajj [22] ayat 36-37 berisi tentang dua dimensi tujuan ibadah kurban, yaitu: pertama, tujuan yang bersifat ritual-spiritual guna mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kedua, tujuan yang bersifat sosial dalam rangka membangun masyarakat sejahtera. Dua tujuan ini juga menegaskan bahwa Islam adalah agama ketuhanan dan kemanusiaan.

Satu lagi makna ibadah kurban disampaikan seorang penafsir kontemporer, M Rasyid Ridha. Ia menyatakan bahwa ibadah kurban melambangkan perjuangan kebenaran yang menuntut tingkat kesabaran, ketabahan dan pengurbanan yang tinggi, sebagaimana tersurat dalam kisah mulia Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.



Perintah Kurban
Sementara itu, pensyariatan kurban adalah perintah Allah Taala yang tercantum di dalam Al-Quran, salah satunya pada surah al-Kautsar ayat 2, yang berbunyi;

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”

Imam al-Qurthuby dalam kitab tafsirnya al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an memaparkan beberapa pendapat mengenai apa yang dikehendaki dari perintah sholat, فَصَلِّ dan perintah menyembelih, وَانْحَرْ pada ayat kedua dari surah al-Kautsar tersebut.

Mengutip pendapat Imam adh-Dhohak dari Ibn Abbas, Imam al-Qurthuby mengatakan bahwasannya yang dimaksud dari perintah sholat فَصَلِّ pada ayat tersebut adalah, “Laksanakanlah sholat yang diwajibkan kepadamu (Shalat Fardhu lima waktu)”.

Sedangkan menurut Imam Qatadah, Atho’, dan Ikrimah, bahwasannya yang dimaksud perintah shalat فَصَلِّ pada ayat tersebut adalah sholat Idul Adha. Adapun yang dimaksud dari perintah menyembelih وَانْحَرْ pada ayat tersebut adalah menyembelih hewan kurban.

Kata “النحر” pada ayat tersebut, menurut pendapat yang paling banyak dipahami dengan menyembelih hewan kurban. Oleh sebab itu, ayat ini sering dijadikan sebagai dalil teologis ibadah kurban.

Sedang mengenai hukumnya, perintah berkurban dalam ayat di atas oleh Madzhab Syafi’i dihukumi sunah muakkad bagi orang muslim yang baligh, berakal, merdeka dan mampu. Hukum ini berbeda dengan Madzhab Hanafi yang menghukumi wajib.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2059 seconds (0.1#10.140)