Perpulangan Jamaah Haji: Lakukan Hal Ini Agar Mendapat Predikat Mabrur
loading...
A
A
A
Oleh Muhamad Abror
Santri Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang sudah mampu. Artinya, jika mereka tidak melaksanakan rukun Islam yang kelima ini padahal dirinya sudah mampu secara syara’, maka akan mendapat dosa besar sebab telah mengabaikan salah satu ibadah pokok.
Setelah bisa menunaikan haji, tentu yang diharapkan setiap muslim adalah memperoleh predikat mabrur. Sudah pasti, sebagai ibadah yang cukup berat karena harus mengeluarkan biaya cukup mahal dan waktu penantian yang sangat lama, tidak ingin jika ternyata ibadah tersebut belum diterima Allah SWT atau tidak mabrur.
Dalam beberapa kesempatan Rasulullah SAW telah menjelaskan keutamaan-keutamaan bagi jamaah yang mendapat predikat haji mabrur. Di antaranya adalah pahala haji mabrur sangat besar bahkan setara dengan jihad di jalan Allah. Dalam satu hadis Nabi disebutkan,
قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَيُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ : جِهَادٌ فِي سَبِيلِ اللهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: حَجٌّ مَبْرُورٌ.متفق عليه
Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW ditanya, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.’ Ditanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Berjihad di jalan Allah.’ Ditanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Haji mabrur.’” (HR Bukhari dan Muslim)
Lebih jauh, Nabi bahkan pernah menegaskan bahwa pahala haji mabrur lebih besar daripada melaksanakan jihad. Siti ‘Aisyah RA pernah bertanya kepada beliau,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ قَالَ: لاَ ، لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ
Artinya, “Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling utama. Apakah berarti kami harus berjihad?” “ Tidak, jihad yang paling utama adalah haji mabrur,” jawab Nabi SAW.” (HR Bukhari)
Dalam kesempatan lain, Rasulullah juga menyampaikan bahwa seorang muslim yang mendapat predikat mabrur akan memperoleh balasan surga. Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah SAW pernah bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Artinya, “Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga. ” (HR An-Nasai dan At-Tirmidzi)
Ciri-ciri dan Cara Mengupayakannya
Setelah mengetahui betapa besarnya pahala bagi orang yang mendapat predikat haji mabrur, lalu adakah ciri-ciri yang bisa diketahui dan bagaimana pula cara mengupayakannya?
Dalam beberapa penjelasannya, para ulama telah memaparkan ciri-ciri orang yang mendapat predikat haji mabrur. Hal itu akan terlihat setelah jamaah pulang ke Tanah Air.
Imam An-Nawawi dalam Al-Idhah fi Manasikil Hajii wal ‘Umrah (kitab yang membahas tentang haji dan umrah) menjelaskan, ciri-ciri seorang muslim telah memperoleh haji yang mabrur adalah mengalami peningkatan kualitas ibadah sepulang dari Tanah Suci. Artinya, setelah haji ada peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas ibadah dibanding sebelumnya.
Katakanlah jika sebelum haji sholat lima waktunya masih sering sendirian atau tidak berjamaah, tapi sepulangnya dari Tanah Suci mengalami peningkatan dengan rajin ikut shalat berjamaah di masjid atau dengan keluarga di rumah. Jika sebelum haji hanya bersedekah satu bulan sekali, misalnya, maka setelah menunaikan ibadah tersebut intensitasnya menjadi dua kali dalam satu bulan.
Imam Jalauddin as-Suyuti dalam Syarah Sunan an-Nasai menambahkan, selain mengalami peningkatan ibadah, tanda seorang muslim memperoleh haji mabrur adalah mampu menyudahi perbuatan-perbuatan maksiat yang dulu pernah dilakukannya sebelum menunaikan haji.
Santri Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang sudah mampu. Artinya, jika mereka tidak melaksanakan rukun Islam yang kelima ini padahal dirinya sudah mampu secara syara’, maka akan mendapat dosa besar sebab telah mengabaikan salah satu ibadah pokok.
Setelah bisa menunaikan haji, tentu yang diharapkan setiap muslim adalah memperoleh predikat mabrur. Sudah pasti, sebagai ibadah yang cukup berat karena harus mengeluarkan biaya cukup mahal dan waktu penantian yang sangat lama, tidak ingin jika ternyata ibadah tersebut belum diterima Allah SWT atau tidak mabrur.
Dalam beberapa kesempatan Rasulullah SAW telah menjelaskan keutamaan-keutamaan bagi jamaah yang mendapat predikat haji mabrur. Di antaranya adalah pahala haji mabrur sangat besar bahkan setara dengan jihad di jalan Allah. Dalam satu hadis Nabi disebutkan,
قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَيُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ : جِهَادٌ فِي سَبِيلِ اللهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: حَجٌّ مَبْرُورٌ.متفق عليه
Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW ditanya, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.’ Ditanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Berjihad di jalan Allah.’ Ditanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Haji mabrur.’” (HR Bukhari dan Muslim)
Lebih jauh, Nabi bahkan pernah menegaskan bahwa pahala haji mabrur lebih besar daripada melaksanakan jihad. Siti ‘Aisyah RA pernah bertanya kepada beliau,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ قَالَ: لاَ ، لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ
Artinya, “Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling utama. Apakah berarti kami harus berjihad?” “ Tidak, jihad yang paling utama adalah haji mabrur,” jawab Nabi SAW.” (HR Bukhari)
Dalam kesempatan lain, Rasulullah juga menyampaikan bahwa seorang muslim yang mendapat predikat mabrur akan memperoleh balasan surga. Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah SAW pernah bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Artinya, “Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga. ” (HR An-Nasai dan At-Tirmidzi)
Ciri-ciri dan Cara Mengupayakannya
Setelah mengetahui betapa besarnya pahala bagi orang yang mendapat predikat haji mabrur, lalu adakah ciri-ciri yang bisa diketahui dan bagaimana pula cara mengupayakannya?
Dalam beberapa penjelasannya, para ulama telah memaparkan ciri-ciri orang yang mendapat predikat haji mabrur. Hal itu akan terlihat setelah jamaah pulang ke Tanah Air.
Imam An-Nawawi dalam Al-Idhah fi Manasikil Hajii wal ‘Umrah (kitab yang membahas tentang haji dan umrah) menjelaskan, ciri-ciri seorang muslim telah memperoleh haji yang mabrur adalah mengalami peningkatan kualitas ibadah sepulang dari Tanah Suci. Artinya, setelah haji ada peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas ibadah dibanding sebelumnya.
Katakanlah jika sebelum haji sholat lima waktunya masih sering sendirian atau tidak berjamaah, tapi sepulangnya dari Tanah Suci mengalami peningkatan dengan rajin ikut shalat berjamaah di masjid atau dengan keluarga di rumah. Jika sebelum haji hanya bersedekah satu bulan sekali, misalnya, maka setelah menunaikan ibadah tersebut intensitasnya menjadi dua kali dalam satu bulan.
Imam Jalauddin as-Suyuti dalam Syarah Sunan an-Nasai menambahkan, selain mengalami peningkatan ibadah, tanda seorang muslim memperoleh haji mabrur adalah mampu menyudahi perbuatan-perbuatan maksiat yang dulu pernah dilakukannya sebelum menunaikan haji.